Memperkuat Perlindungan untuk Pekerja yang Kehilangan Pekerjaan

PT Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah, setelah PHK massal pada Februari 2025. | Foto: Abul Muamar.
Dunia saat ini tengah mengalami polikrisis yang berdampak terhadap banyak aspek kehidupan. Saat banyak orang kini mengenyam pendidikan sampai ke tingkat perguruan tinggi, pengangguran justru merebak di mana-mana, khususnya di Indonesia. Yang menyedihkan, pada saat yang sama, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus berlanjut di berbagai tempat, meninggalkan kesusahan hidup bagi banyak orang. Oleh karena itu, perlindungan yang kuat bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan atau terkena PHK adalah suatu hal yang mendesak.
Gelombang PHK dan Dampak yang Meluas
Badai PHK terus bergulir di berbagai daerah di Indonesia terutama dalam beberapa tahun terakhir. Sepanjang Januari hingga awal April 2025 saja, jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan mencapai 18 ribu orang. Di Jawa Tengah, misalnya, lebih dari 11 ribu karyawan Sritex Group terkena PHK akibat perusahaan tekstil tersebut dinyatakan pailit. Di Banten, lebih dari 2.000 buruh PT Victory Chingluh terkena PHK massal setelah perusahaan produsen sepatu itu kolaps akibat krisis global.
Gelombang PHK pada gilirannya menimbulkan dampak yang meluas. Selain menyulitkan kehidupan pekerja yang kehilangan pekerjaan, PHK massal juga menyebabkan efek domino terhadap perekonomian, di antaranya banyak usaha kecil di sekitar perusahaan yang kehilangan pelanggan, menurunnya daya beli masyarakat, hingga meningkatnya angka kemiskinan. Kondisi ini semakin diperparah oleh meningkatnya biaya hidup, termasuk harga-harga pangan dan kebutuhan pokok lainnya yang terus menanjak.
Perlindungan untuk Pekerja yang Kehilangan Pekerjaan
Di tengah kondisi perekonomian yang suram sementara gelombang PHK terus berlanjut, jaring pengaman yang lebih kuat bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan menjadi semakin mendesak. Harapan kini muncul setelah lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025 yang resmi diberlakukan sejak 7 Februari 2025. PP 6/2025 ini mengubah beberapa ketentuan dalam PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, yang mencakup ketentuan mengenai syarat kepesertaan JKP, besaran kompensasi finansial, masa kedaluwarsa klaim, syarat mengiur, dan bukti PHK.
Salah satu poin utama yang paling menonjol dalam PP 6/2025 terdapat pada Pasal 21, yang mengatur bahwa pekerja yang mengalami PHK berhak mendapatkan kompensasi berupa uang tunai sebesar 60% dari besaran upah terakhir selama enam bulan sejak kehilangan pekerjaan, dengan batas maksimal Rp5 juta. Dalam peraturan yang lama, kompensasi yang diberikan hanya 45% dari upah untuk tiga bulan pertama sejak PHK dan 25% untuk tiga bulan berikutnya. PP ini juga mengubah besaran iuran JKP, dari sebelumnya 0,46% dalam PP yang lama menjadi 0,36%, dengan 0,22% di antaranya dibayarkan oleh pemerintah pusat.
Lebih lanjut, PP baru ini juga memperpanjang batas waktu pengajuan klaim manfaat JKP menjadi enam bulan, dari sebelumnya hanya tiga bulan. Selain itu, peraturan baru ini juga menambahkan Pasal 39A, yang menjamin pekerja tetap mendapatkan manfaat JKP dari BPJS Ketenagakerjaan meskipun perusahaan dinyatakan pailit atau menunggak iuran hingga enam bulan. Sementara itu, pengusaha tetap diwajibkan untuk melunasi tunggakan iuran dan denda program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Perlindungan yang Adaptif
Penguatan perlindungan sosial merupakan elemen krusial dalam pembangunan untuk memastikan tidak ada seorang pun yang tertinggal di belakang. Namun, sangat penting untuk memastikan bahwa perlindungan sosial yang tersedia tidak bersifat parsial dan jangka pendek, melainkan harus bersifat adaptif dengan mempertimbangkan berbagai tren yang mempengaruhi kehidupan, seperti perubahan kebijakan sosial, perkembangan teknologi, dan mitigasi perubahan iklim. Misalnya, mitigasi perubahan iklim telah mendorong upaya transisi energi yang berdampak langsung terhadap lapangan pekerjaan. Demikian pula halnya dengan perkembangan teknologi, yang telah banyak mengambil alih peran manusia sehingga meningkatkan risiko pengangguran.
Pada akhirnya, penguatan perlindungan sosial mesti dibarengi dengan upaya perbaikan sistem perekonomian secara komprehensif yang dapat mendorong terciptanya kesejahteraan untuk semua. Perluasan lapangan pekerjaan yang disertai dengan peningkatan program-program upskilling, reskilling, dan newskilling termasuk di antara banyak hal yang dibutuhkan.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.
Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan AndaAmar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.