Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Privatisasi Pulau Kecil dan Ancaman Kerusakan Ekosistem

Terbitnya Permen KP 10/2024 meningkatkan kekhawatiran akan maraknya privatisasi pulau kecil yang dapat menyebabkan berbagai dampak buruk, baik dari sisi lingkungan maupun sosial dan ekonomi.
Oleh Maharani Rachmawati
20 Januari 2025
Bangku kayu di tepi pantai dengan pulau-pulau kecil di tengah laut.

Foto oleh Rio Andhika di Unsplash.

Pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya memiliki potensi besar, baik dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan karena didukung oleh letaknya yang strategis dan ekosistem khas yang memiliki biodiversitas tinggi. Di Indonesia, pulau-pulau kecil telah lama dibuka untuk investasi. Akan tetapi, minimnya pengawasan dan tumpang tindih kebijakan membuat banyak pulau kecil yang dikuasai oleh industri eksploitatif yang berujung malapetaka bagi masyarakat lokal dan ekosistem yang menjadi sumber kehidupan dan penghidupan mereka. Kini, privatisasi pulau kecil seakan mendapat karpet merah setelah terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2024 (Permen KP 10/2024).

Permen KP 10/2024

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2024 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya mengatur mekanisme dan tata cara pemberian izin dan rekomendasi pemanfaatan pulau-pulau kecil. Permen tersebut bertujuan untuk mendorong investasi di pulau-pulau kecil yang dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh serta terpadu dengan pulau besar di dekatnya. Menurut permen tersebut, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari, pertanian organik, peternakan, dan atau pertahanan keamanan negara.

Pemanfaatan pulau-pulau kecil wajib mengantongi izin pemanfaatan pulau-pulau kecil dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menjalankan industri di pulau-pulau kecil. Salah satu yang menonjol adalah masifnya industri di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah untuk usaha pertambangan. Selain itu, ada juga investor yang menggunakan lahan untuk membangun proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di sekitar Kepulauan Riau. Penanaman modal turut dilakukan oleh investor asing.

Antara Investasi dan Privatisasi Pulau Kecil

Terbitnya Permen KP 10/2024 tersebut meningkatkan kekhawatiran akan maraknya privatisasi pulau kecil yang dapat menyebabkan berbagai dampak buruk. Pembangunan dan alih fungsi lahan yang mempengaruhi keseimbangan alam menimbulkan kerusakan ekosistem dan berdampak terhadap berbagai biota laut yang hidup di dalamnya. Selain merugikan dari sisi ekologis, privatisasi pulau kecil juga dapat merampas hak serta identitas masyarakat lokal dari ruang lingkup hidup mereka. Hal tersebut pada gilirannya akan berdampak terhadap kondisi sosial-ekonomi mereka karena ketidakmampuan mereka untuk bertahan.

Sejauh ini, menurut laporan Jaringan Advokasi Tambang, setidaknya terdapat 226 pulau kecil yang telah diprivatisasi di seluruh Indonesia. Privatisasi tersebut ditujukan untuk kepentingan pariwisata, konservasi, hingga pertambangan. Ironisnya, perlindungan atas pulau-pulau kecil cenderung diabaikan. Praktik privatisasi yang berlangsung dapat melenyapkan kekayaan biodiversitas, terutama spesies endemik yang banyak mendiami pulau-pulau kecil.

Kepala Peneliti Bidang Kemaritiman Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Athiqah Nur Alami, menyebut bahwa alih fungsi lahan akibat privatisasi dan masifnya industri ekstraktif di pulau-pulau kecil telah memicu berbagai dampak buruk, mencakup kondisi alam yang semakin rusak, stok sumber daya perikanan yang menipis, pemutihan karang, sedimentasi, dan pencemaran laut.

Privatisasi membuat pulau-pulau kecil semakin rentan terhadap aktivitas eksploitatif. Seperti halnya yang terjadi di Kepulauan Widi, Maluku Utara dan Pulau Pari di DKI Jakarta, dan Pulau Lantigiang di Sulawesi Selatan. Dengan dalih ekowisata bahari berkelanjutan berkonsep eco-capitalism, privatisasi pulau kecil di dua wilayah tersebut menunjukkan bagaimana eksploitasi yang dijalankan pemodal hanya mencari keuntungan semata.

Menyelamatkan Pulau-Pulau Kecil

Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya harus mengedepankan kepentingan kelestarian lingkungan dan ekosistem, serta kesejahteraan manusia. Hal ini semakin mendesak di tengah gencarnya eksploitasi pulau-pulau kecil untuk kepentingan ekonomi yang tidak bertanggung jawab, terutama industri ekstraktif seperti tambang. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang tepat, perencanaan yang komprehensif, pengawasan yang ketat, dan penegakan hukum yang tak pandang bulu sehingga tujuan pembangunan pulau-pulau kecil untuk kesejahteraan semua dapat tercapai. Pada akhirnya, segala bentuk pemanfaatan harus berjalan beriringan dengan upaya penyelamatan pulau-pulau kecil.

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Continue Reading

Sebelumnya: Inggris Kucurkan Dana Sisa Pangan Senilai £15 Juta
Berikutnya: Potensi Investasi Berdampak untuk Atasi Tantangan Sosial dan Lingkungan

Lihat Konten GNA Lainnya

meja dengan berbagai ikan segar tersusun di atasnya Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan

Oleh Seftyana Khairunisa
16 Oktober 2025
dua elang hitam kepala putih bertengger di ranting pohon yang tak berdaun Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam

Oleh Dina Oktaferia
16 Oktober 2025
Kursi roda anak berukuran kecil di samping deretan kursi kayu, dengan latar belakang papan tulis hitam dan lantai berkarpet berwarna cerah. Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
15 Oktober 2025
orang-orang menunggang kuda menyusuri aliran sungai Bagaimana Ongi River Movement di Mongolia Melindungi Manusia dan Lingkungan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Ongi River Movement di Mongolia Melindungi Manusia dan Lingkungan

Oleh Dinda Rahmania
15 Oktober 2025
dua buah kakao berwarna kuning di batang pohon Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao

Oleh Abul Muamar
14 Oktober 2025
Beberapa orang berada di dalam air untuk memasang kerangka jaring persegi berwarna hijau, sementara lainnya berdiri di pematang tambak dengan pagar bambu sederhana di bagian belakang. Rehabilitasi Mangrove Berbasis Komunitas dengan Silvofishery
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Rehabilitasi Mangrove Berbasis Komunitas dengan Silvofishery

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
13 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia