Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • ESG
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Gua Mogao di Tengah Perubahan Iklim dan Ancaman Kerusakan

Para peneliti dan ilmuwan menemukan bahwa Gua Mogao di China terancam oleh curah hujan ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Oleh Kresentia Madina
26 Juli 2023
Gua Mogao di China

Gua Mogao di China. | Foto: David Stanley di Flickr.

Kota Dunhuang yang berada di Provinsi Gansu, China Barat, adalah kota bersejarah. Bertahun-tahun yang lampau, Dunhuang menjadi salah satu perhentian utama bagi para pedagang yang menyusuri Jalur Sutra. Di sebelah selatan Dunhuang, terdapat Gua Mogao yang merupakan warisan berharga karena signifikansi sejarahnya dalam seni dan budaya Buddha. Sayangnya, para peneliti menemukan bahwa gua tersebut terdampak serius oleh perubahan iklim.

Mengenal Gua Mogao

Dibangun pada tahun 366 M, Gua Mogao merupakan situs terbesar, terkaya, dan terpanjang di dunia untuk seni Buddha. Gua Mogao membentuk suatu sistem 492 kuil yang berisi mural sepanjang 45.000 meter persegi dan lebih dari 2.000 patung lukisan seni Buddha dari abad ke-4 hingga ke-14. Gua Mogao juga terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.

Sayangnya, ahli konservasi warisan budaya dari Dunhuang Research Academy dan ilmuwan iklim dari Greenpeace Asia Timur menemukan bahwa perubahan iklim berdampak pada Gua Mogao. Selama survei oleh Administrasi Warisan Budaya Nasional China berlangsung, para peneliti menemukan bahwa situs tersebut terancam oleh curah hujan ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selama ini, situs itu hanya diliputi oleh kondisi gurun yang kering.

Curah Hujan Ekstrem Sebabkan Kerusakan

Sejak tahun 2000, Provinsi Gansu mengalami peningkatan curah hujan total dan penurunan jumlah hari hujan. Hal ini mengakibatkan kasus curah hujan yang lebih ekstrem. Para peneliti menggunakan standar meteorologi lokal, yang mendefinisikan curah hujan ekstrem dengan tingkat curah hujan 10-30 mm dalam sehari di berbagai wilayah Gansu. Catatan meteorologi itu juga menunjukkan bahwa suhu rata-rata meningkat sebesar 0,28°C setiap 10 tahun antara tahun 1961 hingga 2021, lebih cepat dari rata-rata global.

Lukisan-lukisan di Gua Mogao menghadapi risiko tinggi akibat perubahan pola iklim. Kelembaban yang meningkat dan kristalisasi garam menyebabkan cat mengelupas dan terlepas dari dinding. Selain itu, curah hujan ekstrem juga menyebabkan banjir bandang, tanah longsor, dan runtuhnya kuil. Air hujan juga merembes ke dalam gua sehingga menyebabkan kerusakan langsung pada lukisan. Selain itu, kuil-kuil di Kota Zhangye, masih di Provinsi Gansu, juga mengalami nasib yang sama seperti yang ada di Dunhuang.

“Krisis iklim membuat gurun mengalami hujan lebat sementara lahan pertanian mengalami kekeringan. Gansu terkenal dengan guanya dan seni yang tersimpan di dalamnya selama berabad-abad. Peningkatan curah hujan di gurun menimbulkan risiko parah. Lonjakan kelembaban, banjir bandang, dan keruntuhan sudah terjadi. Dan pada saat survei warisan budaya ini selesai, beberapa artefak mungkin sudah hilang,” kata Li Zhao, seorang peneliti senior di kantor Greenpeace Asia Timur di Beijing.

Menjaga Warisan Budaya di Tengah Perubahan Iklim

Perubahan iklim menjadi perhatian karena berpotensi merusak situs-situs warisan budaya di seluruh dunia. Dalam Laporan Perubahan Iklim dan Warisan Dunia, UNESCO menyampaikan bahwa perubahan iklim dan dampaknya, seperti naiknya permukaan laut dan meningkatnya suhu tanah, telah menimbulkan ancaman terhadap bangunan dan situs-situs kuno. Selain itu, perubahan iklim juga dapat menimbulkan dampak sosial dan budaya terhadap masyarakat di sekitar lokasi.

Kerusakan akibat perubahan iklim di Gua Mogao merupakan peringatan bagi kita bahwa menjaga warisan budaya sangat penting dalam upaya menghadapi perubahan iklim. Melestarikan situs warisan budaya di tengah kondisi dunia yang berubah-ubah sama artinya dengan menjaga sejarah pendahulu kita agar dapat disaksikan dan dipelajari oleh generasi mendatang.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Kresentia Madina
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Madina adalah Asisten Manajer Publikasi Digital di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Program Studi Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Madina memiliki 3 tahun pengalaman profesional dalam publikasi digital internasional, program, dan kemitraan GNA, khususnya dalam isu-isu sosial dan budaya.

  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Melestarikan Situs Warisan di Tengah Perubahan Iklim
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Strategi Regional Afrika untuk Prioritaskan Layanan Rehabilitasi
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Menilik Peran Kaum Muda dalam Mendorong Kemajuan Pembangunan Berkelanjutan
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Potret Polusi Plastik di Asia Tenggara dan Asia Timur

Continue Reading

Sebelumnya: Menilik 7 Tren Keberlanjutan dalam Bisnis
Berikutnya: Merebaknya Pengangguran Kaum Muda, Bagaimana Mengatasinya?

Lihat Konten GNA Lainnya

seorang petani di tengah sawah dengan latar bebukitan Desakan untuk Mewujudkan Reforma Agraria Sejati
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Desakan untuk Mewujudkan Reforma Agraria Sejati

Oleh Abul Muamar
26 September 2025
seorang perempuan dengan baju biru duduk di depan toko dengan barang-barang anyaman bambu di sekelilingnya Mendorong Transformasi Hijau di Sektor UMKM
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mendorong Transformasi Hijau di Sektor UMKM

Oleh Seftyana Khairunisa
25 September 2025
foto udara Laut Kaspia Bagaimana Laut Kaspia Menyusut Akibat Tekanan Perubahan Iklim
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Laut Kaspia Menyusut Akibat Tekanan Perubahan Iklim

Oleh Kresentia Madina
25 September 2025
Seekor badak Sumatera sedang bersentuhan hidung dengan badak yang lebih kecil, dikelilingi pepohonan dan semak-semak. Meningkatkan Pemanfaatan Teknologi sebagai Upaya Pelestarian Badak Jawa dan Badak Sumatera
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Meningkatkan Pemanfaatan Teknologi sebagai Upaya Pelestarian Badak Jawa dan Badak Sumatera

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
24 September 2025
seseorang mengenakan topeng gomira di tengah halaman yang ditumbuhi bunga kuning Menengok Pelatihan Pemuda Desa di India untuk Kembangkan Pariwisata Berkelanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menengok Pelatihan Pemuda Desa di India untuk Kembangkan Pariwisata Berkelanjutan

Oleh Dinda Rahmania
24 September 2025
Lebah pekerja (betina) sedang menghisap nektar dari sarang lebah yang pecah. Menghentikan Penurunan Populasi Lebah Dunia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menghentikan Penurunan Populasi Lebah Dunia

Oleh Kresentia Madina
23 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia