Makassar New Port: Gerbang Logistik Timur dan Dampaknya terhadap Perempuan Pesisir
Pelabuhan memiliki peran penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, terutama di daerah pesisir. Sebagai pusat kegiatan perdagangan, pelabuhan memfasilitasi pertukaran barang dan jasa antar negara dan wilayah, menciptakan lapangan kerja, dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal. Namun, pembangunan pelabuhan juga dapat memberikan dampak negatif bagi masyarakat pesisir, seperti degradasi lingkungan laut, kerusakan ekosistem, hilangnya sumber daya alam, hingga memicu konflik yang mempengaruhi kehidupan tradisional masyarakat pesisir yang bergantung pada laut sebagai mata pencaharian mereka. Pelabuhan Makassar New Port, misalnya, yang digadang-gadang sebagai gerbang logistik untuk kawasan timur Indonesia, berpotensi merenggut ruang kelola perempuan pesisir dan nelayan tradisional di sekitarnya.
Peresmian Makassar New Port
Pada tanggal 22 Februari 2024, Presiden Joko Widodo meresmikan pelabuhan peti kemas Makassar New Port (MNP) di Kecamatan Tallo, Makassar, Sulawesi Selatan. Pelabuhan ini menjadi yang terbesar kedua setelah Tanjung Priok dan dapat meningkatkan nilai efisiensi bagi biaya logistik di Indonesia. MNP termasuk pelabuhan dalam yang baik untuk tempat berlabuhnya kapal-kapal besar pengangkut kontainer.
Pembangunan MNP dikelola oleh PT Pelindo yang pengerjaannya dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama, 1A, telah rampung dan beroperasi sejak tahun 2018. Sementara tahap 1B dan 1C baru diresmikan tahun ini. Kehadiran MNP akan menopang perusahaan pelayaran yang bergerak dalam bidang pengiriman barang sekaligus diproyeksi sebagai gerbang dunia untuk kawasan timur Indonesia.
Selain itu, MNP juga terhubung langsung dengan akses jalan tol yang diresmikan di hari yang sama. Konektivitas antara tol dengan pelabuhan ini dapat menghemat waktu tempuh untuk transportasi peti kemas sehingga dapat memperlancar distribusi logistik dan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Tol MNP yang dibangun dengan menerapkan konsep infrastruktur hijau juga diharapkan mampu meningkatkan ruang terbuka hijau dan membantu dalam penataan sistem drainase di wilayah perkotaan.
Dampaknya terhadap Perempuan Pesisir dan Nelayan Tradisional
Namun, pembangunan MNP juga menyisakan dampak buruk bagi komunitas nelayan di sekitar pelabuhan. Sebagai respons atas dampak buruk tersebut, puluhan nelayan perempuan di Makassar yang tergabung dalam Komunitas Solidaritas Perempuan Anging Mammiri melakukan aksi protes untuk menolak kehadiran pelabuhan MNP. Dalam siaran persnya, mereka menyebut pembangunan pelabuhan tersebut telah menghilangkan mata pencaharian nelayan, sumber pangan perempuan, hingga pencemaran lingkungan.
Di lokasi proyek MNP, terdapat lima komunitas nelayan tradisional yang tersebar di Kelurahan Tallo, Kalukubodoa, Cambayya, Buloa, dan Gusung. Mereka adalah nelayan kecil pencari ikan, kerang, dan kepiting rajungan. Mereka mengaku pendapatan mereka berkurang akibat pembangunan MNP. Mereka juga menyatakan bahwa perempuan tidak dilibatkan dalam proses konsultasi dan tidak diakui identitasnya sebagai nelayan meski telah memanfaatkan pesisir sebagai ruang hidup secara turun-temurun.
Aksi protes perempuan pesisir di Makassar untuk menuntut ruang kelola mereka sudah beberapa kali dilakukan sejak tahun 2017. Berbagai dialog juga telah diadakan bersama dengan PT Pelindo untuk menemukan solusi, diantaranya dengan menawarkan program pelatihan kelompok usaha bagi perempuan atau pembentukan koperasi. Namun, solusi tersebut dinilai tidak menjawab akar persoalan yang dialami oleh perempuan pesisir dan nelayan tradisional. Hal utama yang diinginkan oleh perempuan pesisir dan nelayan adalah pengakuan dan perlindungan atas wilayah tangkapan mereka, pemulihan hak-hak ekonomi dan lingkungan, dan pengakuan identitas perempuan sebagai nelayan.
Pentingnya Pembangunan yang Inklusif
Pembangunan memiliki peran krusial dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperkuat infrastruktur, dan menggerakkan perekonomian. Namun, pentingnya pembangunan tidak hanya terletak pada pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga pada inklusi sosial yang memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam proses pembangunan tersebut. Dalam pembangunan pelabuhan, perlu adanya pendekatan yang holistik dan berkelanjutan agar tidak ada seorang pun yang tertinggal.
Partisipasi masyarakat lokal, termasuk nelayan dan perempuan pesisir, harus diprioritaskan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, untuk memastikan bahwa kebutuhan dan aspirasi mereka dipertimbangkan dengan serius. Selain itu, perlindungan lingkungan harus menjadi prioritas, dengan melibatkan pemantauan dan penilaian dampak lingkungan yang komprehensif serta penerapan praktik pembangunan berkelanjutan. Yang tidak kalah penting, pelatihan dan pengembangan kapasitas lokal harus didorong untuk memastikan bahwa masyarakat pesisir memiliki akses yang adil terhadap peluang kerja dan manfaat ekonomi yang dihasilkan oleh kehadiran pelabuhan. Melalui pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan, pembangunan pelabuhan dapat menjadi motor pertumbuhan yang merata dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat, seraya meminimalkan dampak negatifnya terhadap kelompok rentan dan lingkungan.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Nisa adalah Reporter di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada. Ia memiliki minat di bidang penelitian, jurnalisme, dan isu-isu seputar hak asasi manusia.