Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Menghentikan Pemutihan Karang Demi Laut yang Lebih Sehat

Mengingat peran penting terumbu karang bagi manusia dan Bumi, menghentikan pemutihan karang di seluruh dunia merupakan sebuah urgensi saat ini.
Oleh Kresentia Madina
30 April 2024
karang yang memutih di tengah karang yang sehat

Foto: Naja Bertolt Jensen di Unsplash.

Perubahan iklim telah menimbulkan dampak yang serius terhadap berbagai ekosistem dan keanekaragaman hayati. Di laut, suhu global yang meningkat menyebabkan pemutihan karang di berbagai tempat. Mengingat peran penting terumbu karang bagi manusia dan Bumi, menghentikan pemutihan karang di seluruh dunia merupakan sebuah urgensi saat ini.

Arsitek Bawah Laut

Terumbu karang merupakan ekosistem bawah air yang terdiri dari jutaan polip karang kecil. Hewan kecil ini menghasilkan eksoskeleton kalsium karbonat untuk membentuk karang keras, yang merupakan fondasi struktural terumbu. Secara global, ekosistem ini ada di lebih dari 100 negara dan kawasan.

Sekitar 25% kehidupan spesies laut ditopang oleh terumbu karang, mulai dari alga hingga ikan-ikan kecil. Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menjuluki terumbu karang sebagai ‘arsitek bawah laut’ karena peran pentingnya sebagai habitat, tempat berkembang biak, dan perisai bagi spesies laut. Terumbu karang memiliki keistimewaan yang  mencolok, yakni warnanya yang indah. Kerangka asli terumbu karang sejatinya berwarna putih polos, namun ekosistem ini mendapatkan warna dari ribuan spesies yang hidup di dalamnya.

Pemutihan Karang

Pemanasan laut menghilangkan warna terumbu karang; fenomena ini dikenal sebagai pemutihan karang. Ketika air terlalu panas, karang dapat menjadi stres dan mengeluarkan alga zooxanthellae, spesies yang hidup di ekosistem tersebut. Alga tersebut berkontribusi terhadap kelangsungan hidup terumbu karang melalui fotosintesis dan menambah warna pada ekosistem. Jadi, hilangnya alga tersebut dalam waktu lama akibat tekanan panas dapat menyebabkan karang memudar dan akhirnya mati.

Kasus pemutihan karang massal pertama terjadi pada tahun 1998, menghancurkan sekitar 8% (6.500 km2) karang dunia. Lebih lanjut, UNEP mencatat antara tahun 2009 hingga 2018, dunia kehilangan sekitar 14% arsitek bawah lautnya. Pada April 2024, para ilmuwan dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) mendokumentasikan pemutihan karang massal di seluruh daerah tropis, termasuk di Great Barrier Reef Australia.

“Dari Februari 2023 hingga April 2024, pemutihan karang yang signifikan terjadi di Belahan Bumi Utara dan Selatan di setiap cekungan laut utama,” kata Derek Manzello, Ph.D., koordinator NOAA Coral Reef Watch (CRW).

Para ilmuwan NOAA lebih lanjut menjelaskan bahwa kecepatan pemutihan karang saat ini tidak memberikan jangka waktu yang cukup bagi terumbu karang untuk pulih. “Seiring dengan suhu lautan di dunia yang terus memanas, pemutihan karang menjadi semakin sering dan parah. Jika parah atau berkepanjangan, hal ini dapat menyebabkan kematian karang, sehingga merugikan masyarakat yang mata pencahariannya bergantung pada terumbu karang,” lanjut Manzello

Tindakan yang Dibutuhkan

Sebutan arsitek bawah laut yang diberikan pada terumbu karang bukan tanpa alasan. Selain menjadi penopang kehidupan laut, terumbu karang juga penting bagi perekonomian melalui perikanan dan pariwisata. Selain itu, terumbu karang juga dapat menjadi penyangga wilayah pesisir, mencegah banjir, badai, dan gelombang laut. Oleh karena itu, menghentikan pemutihan karang merupakan sebuah urgensi.

Melindungi terumbu karang memerlukan upaya ekstensif dari pemerintah, dunia usaha, peneliti, dan masyarakat sipil. Mengatasi emisi gas rumah kaca dan beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkeadilan harus menjadi prioritas utama bagi negara-negara di seluruh dunia untuk membatasi pemanasan global. Di samping itu, upaya spesifik dan terarah, pemantauan, evaluasi, dan kolaborasi berkelanjutan juga penting dalam upaya konservasi laut.

Editor: Nazalea Kusuma

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Kresentia Madina
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Madina adalah Asisten Manajer Publikasi Digital di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Program Studi Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Madina memiliki 3 tahun pengalaman profesional dalam publikasi digital internasional, program, dan kemitraan GNA, khususnya dalam isu-isu sosial dan budaya.

  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Bagaimana Kota Umeå di Swedia Mengatasi Ketimpangan Gender di Perkotaan
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Melihat Pendekatan Terpadu dalam Memperkuat Ketahanan di Afrika Selatan

Continue Reading

Sebelumnya: Melindungi Pekerja di Tengah Ancaman Cuaca Panas Ekstrem
Berikutnya: Pusat Informasi Standar dan Iptek Gambut untuk Dukung Konservasi Lahan Gambut

Artikel Terkait

seorang nelayan berdiri di kapal kecil di tengah perairan Kolaborasi untuk Dukung Penghidupan Nelayan Skala Kecil melalui SeaBLUE
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Kolaborasi untuk Dukung Penghidupan Nelayan Skala Kecil melalui SeaBLUE

Oleh Abul Muamar
1 Juli 2025
tembok memanjang di hadapan air laut dengan burung-burung bertengger di atasnya Ambisi Pembangunan Giant Sea Wall di Pantura dan Dampak Yang Harus Diantisipasi
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Ambisi Pembangunan Giant Sea Wall di Pantura dan Dampak Yang Harus Diantisipasi

Oleh Seftyana Khairunisa
30 Juni 2025
kaca yang retak Femisida yang Terus Berulang: Alarm tentang Kekerasan terhadap Perempuan
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Femisida yang Terus Berulang: Alarm tentang Kekerasan terhadap Perempuan

Oleh Abul Muamar
27 Juni 2025
kumbang kepik menempel di dedaunan Penurunan Jumlah Serangga yang Kian Mengkhawatirkan
  • Kabar
  • Unggulan

Penurunan Jumlah Serangga yang Kian Mengkhawatirkan

Oleh Kresentia Madina
27 Juni 2025
lahan sawah dengan pepohonan kelapa di belakang Bagaimana Sekolah Lapang Iklim Bantu Petani Hadapi Dampak Perubahan Iklim
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Bagaimana Sekolah Lapang Iklim Bantu Petani Hadapi Dampak Perubahan Iklim

Oleh Abul Muamar
26 Juni 2025
seorang anak berdiri di sebuah rumah kayu Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa

Oleh Abul Muamar
25 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.