Mengatasi Heat Stress Okupasional Demi Keselamatan dan Kesehatan Pekerja
Foto: Sheila C on Unsplash.
Setiap orang berhak atas pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dan melangsungkan hidup. Namun, Bumi yang semakin panas telah meningkatkan risiko stres akibat panas di tempat kerja, dan hal ini berdampak secara langsung terhadap keselamatan dan produktivitas pekerja. Oleh karena itu, rencana aksi yang terintegrasi untuk mengatasi tantangan ini merupakan sebuah suatu hal yang mendesak.
Paparan Panas di Tempat Kerja
Hari-hari ini, berada di luar ruangan terasa lebih panas, sementara kontak langsung dengan sinar matahari terasa semakin intens. Baik saat berangkat ke tempat kerja maupun saat menghabiskan waktu berjam-jam di lokasi kerja, panas bukan lagi hanya soal rasa tidak nyaman, tetapi telah menjadi bahaya kesehatan yang nyata.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), lebih dari 70% pekerja di seluruh dunia terpapar panas berlebih di tempat kerja. Ini berarti lebih dari 2 miliar orang berisiko mengalami heat stress (stres akibat panas) okupasional, di mana paparan panas berlebih dalam waktu lama dapat menyebabkan masalah kesehatan serius seperti sengatan panas, dehidrasi, sakit ginjal, dan penyakit kardiovaskular. Laporan ILO juga mengungkap bahwa paparan panas telah menyebabkan 22 juta cedera di tempat kerja setiap tahunnya.
Orang-orang yang bekerja di luar ruangan, seperti pedagang kaki lima, pekerja konstruksi, dan petani, terpapar langsung sinar matahari dengan sedikit atau bahkan tanpa akses ke tempat teduh atau fasilitas pendingin. Jenis pekerjaan yang menuntut kekuatan fisik ini semakin meningkatkan risiko.
Namun, bukan hanya pekerja luar ruangan yang menghadapi bahaya ini. Pekerja dalam ruangan di pabrik, gudang, dapur, atau bangunan berventilasi buruk pun juga rentan terhadap heat stress, karena panas dapat menumpuk dari mesin atau terperangkap di dalam ruangan. Risiko ini bisa sama berbahayanya, namun seringkali dianggap enteng.
Panduan WHO untuk Mengatasi Heat Stress Okupasional
Peringatan panas di tempat umum umumnya menyarankan orang untuk tetap di dalam ruangan, minum air, atau menghindari sinar matahari. Namun, bagi banyak pekerja, hal itu mustahil dilakukan. Mereka tidak bisa begitu saja menghentikan pekerjaan karena hidup mereka bergantung pada pendapatan harian. Oleh karena itu, tindakan dan kebijakan kerja yang disesuaikan menjadi sangat penting, terutama karena risiko panas terus meningkat.
Pada Agustus 2025, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis laporan dan panduan yang menyerukan penerapan Occupational Heat Action Programmes (OHAP) untuk melindungi para pekerja. Panduan ini mencakup enam elemen inti, yaitu kebijakan heat stress di tempat kerja, rencana aklimatisasi panas, pemantauan lingkungan, pemeriksaan medis dengan pelatihan dan hidrasi, rencana tanggap darurat, dan pengendalian khusus pekerjaan.
Selain itu, WHO merekomendasikan beberapa langkah kunci untuk melindungi pekerja dari heat stress di tempat kerja, di antaranya:
- Penilaian paparan panas: Petugas keselamatan kerja harus mengukur suhu dan kelembapan di tempat kerja untuk mengidentifikasi risiko.
- Praktik perlindungan di tempat kerja: Perusahaan harus memastikan ketersediaan area istirahat yang teduh, air minum bersih, dan jam kerja yang fleksibel selama puncak panas bagi pekerja untuk mencegah cedera.
- Pengawasan medis: Perusahaan harus memantau tanda-tanda penyakit akibat panas pada pekerja, terutama di kalangan karyawan yang lebih tua dan mereka yang memiliki masalah kesehatan bawaan.
- Kesadaran dan pelatihan: Pelatihan diperlukan untuk membantu perusahaan dan karyawan mengenali gejala dan merespons dengan cepat dalam keadaan darurat.
- Integrasi kebijakan: Perlindungan terhadap panas harus dimasukkan ke dalam aturan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) nasional dan strategi adaptasi iklim.
Tanggung Jawab Bersama
Menyusun rencana aksi untuk mengatasi heat stress di tempat kerja membutuhkan tanggung jawab bersama. Pengembangan standar nasional tentang langkah-langkah perlindungan terhadap panas dan mekanisme perlindungan sosial diperlukan untuk memastikan implementasi secara nasional. Sementara itu, perusahaan juga harus menyediakan tempat kerja yang lebih aman melalui fasilitas pendingin dan penyesuaian shift kerja. Intinya, kolaborasi adalah kuncinya. Tanggung jawab bersama dengan aksi-aksi yang terkoordinasi sangat penting untuk meningkatkan kesadaran tentang hak-hak buruh, membangun masa depan yang tangguh terhadap iklim, dan menjaga kesehatan bagi semua.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Dinda adalah Reporter di Green Network Asia. Ia belajar Ilmu Hubungan Internasional di President University. Dinda bersemangat menulis seputar isu keberagaman, konsumsi berkelanjutan, dan pemberdayaan.

Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia
Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?
Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia
Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon
Transformasi Sistem Pangan Dunia untuk Bumi yang Sehat
Memperkuat Pendidikan Nonformal untuk Perluas Akses Pendidikan bagi Semua