Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Komunitas

Kepemimpinan Perempuan di Tengah Ruang yang Bergerak

Kepemimpinan perempuan hadir dari kemampuan untuk merangkul keberagaman peran tanpa harus kehilangan jati diri.
Oleh Aisha Putri Safrianty
2 September 2025
sekelompok perempuan berfoto bersama

Para peserta Ri’aya Young Adult Stewardship Program Second Cohort. | Foto: The Peninsula Qatar.

Ketika pertama kali memasuki ruang-ruang kepemimpinan, saya sering mendengar narasi lama: perempuan harus memilih. Pilih karier atau keluarga, pilih organisasi atau studi, pilih menjadi pemimpin atau menjadi pengikut. Rasanya seperti hidup perempuan terus dibatasi oleh pilihan biner, seakan-akan perempuan tidak mungkin dapat melakukan banyak hal secara bersamaan. Namun, dari perjalanan pribadi terlibat di berbagai komunitas dan kegiatan, saya belajar bahwa kepemimpinan perempuan hadir dari kemampuan untuk merangkul keberagaman peran tanpa harus kehilangan jati diri.

Pengalaman Belajar tentang Kepemimpinan Perempuan

Salah satu pengalaman berkesan yang saya dapatkan adalah ketika saya menjadi delegasi perempuan muslim Indonesia dalam kegiatan Ri’aya Young Adult Stewardship Summer Program, yang berlangsung pada 8-23 Agustus 2025 di Doha, Qatar. Di sana, saya belajar banyak tentang bagaimana komunitas perempuan dapat menciptakan ruang aman untuk belajar, menginspirasi, dan memberdayakan sesama perempuan. Pengalaman tersebut membuka cakrawala baru bagi saya, bahwa perempuan muda Muslim dapat sekaligus menjadi pemimpin, pembelajar, dan pengubah dunia.

Dalam kegiatan itu, saya bertemu dengan Duta Besar Kolombia untuk Qatar, Odette Yidi, salah satu duta besar termuda di dunia. Dari beliau saya belajar satu hal penting: menjadi perempuan di ruang kepemimpinan tidak akan pernah mudah. Akan selalu ada pertanyaan-pertanyaan tajam yang diarahkan kepada perempuan, mulai dari bagaimana menyeimbangkan keluarga dan karier hingga bagaimana menghadapi kritik yang lebih keras daripada yang dilayangkan kepada laki-laki. Namun, alih-alih terjebak dalam dilema itu, Odette memilih untuk terus melangkah. Ia menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan bukanlah tentang membuktikan diri kepada orang lain, melainkan tentang mengukuhkan keyakinan bahwa perempuan juga bisa.

Lalu, satu pertanyaan besar muncul di dalam benak saya: mengapa perempuan harus merelakan satu hal jika sebenarnya bisa melakukan hal lain di saat yang bersamaan? Pertanyaan ini menjadi semacam gugatan saya terhadap sistem sosial yang masih membatasi ruang gerak perempuan.

Perempuan sebagai Pemimpin Perubahan

Dari berbagai kegiatan yang telah saya ikuti, saya belajar bahwa kepemimpinan perempuan adalah tentang mengatur ritme, mengelola prioritas, dan memimpin dengan empati. Saya menyaksikan bahwa perempuan tidak hanya dapat hadir sebagai pemimpin formal, tetapi juga pemimpin dalam narasi perubahan: memimpin gerakan, menginspirasi komunitas, dan memberi ruang aman bagi orang lain untuk tumbuh. Hal ini saya rasakan dalam kegiatan di Doha, dimana solidaritas antarperempuan Muslim menjadi sumber kekuatan untuk menghadapi standar ganda yang melelahkan.

Pengalaman menjadi peserta program di Doha membuat saya percaya bahwa kepemimpinan perempuan bukan soal memilih jalur yang “paling aman”, tetapi tentang menciptakan jalan baru yang lebih adil. Dari situ, saya ingin dan berupaya menempatkan diri saya bukan sekadar sebagai mahasiswa, aktivis, ataupun calon pemimpin; tetapi sebagai representasi dari generasi perempuan yang menolak untuk dipaksa memilih. Kami perempuan ingin dan mampu hadir di banyak ruang sekaligus, dengan integritas dan empati yang diajarkan oleh ibu-ibu kami.

Kesempatan saya belajar selama dua minggu di Doha bukan hanya soal mendapatkan eksposur internasional, melainkan juga ruang yang mengingatkan bahwa kepemimpinan perempuan adalah tentang keberanian untuk meruntuhkan batasan lama sekaligus membangun narasi baru. Bahwa perempuan tidak harus merelakan satu hal untuk bisa meraih yang lain. Sebaliknya, dengan keberanian, dukungan komunitas, dan tekad yang kuat, perempuan bisa melakukan segalanya di saat yang bersamaan.

Editor: Abul Muamar


Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Aisha Putri Safrianty
+ postsBio

Aisha adalah mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia. Ia terlibat dalam komunitas Green Welfare Indonesia, UNICEF East Asia & Pacific Young People's Action Team, dan Ikatan Duta Bahasa DKI Jakarta. Ia memiliki minat pada isu perlindungan anak, hak-hak anak, dan kesetaraan gender.

  • Aisha Putri Safrianty
    https://greennetwork.id/author/aishaputri/
    Menempatkan Anak di Jantung Isu Iklim: Refleksi tentang Hak Anak dari ARNEC 2025

Continue Reading

Sebelumnya: Dunia yang Kian Gemerlap dan Kelap-kelip Kunang-Kunang yang Kian Lenyap
Berikutnya: Revitalisasi Rawa Pening dan Dampaknya bagi Masyarakat Setempat

Lihat Konten GNA Lainnya

foto palu sidang berwarna coklat dan sebuah borgol yang tergelak di atas permukaan kayu Mekanisme Anti-SLAPP Lewat Putusan Sela: Harapan Baru bagi Pembela Lingkungan?
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mekanisme Anti-SLAPP Lewat Putusan Sela: Harapan Baru bagi Pembela Lingkungan?

Oleh Seftyana Khairunisa
21 Oktober 2025
Hutan rumput laut dengan sinar matahari yang menembus air Potensi Budidaya Rumput Laut untuk Aksi Iklim dan Ketahanan Masyarakat
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Potensi Budidaya Rumput Laut untuk Aksi Iklim dan Ketahanan Masyarakat

Oleh Attiatul Noor
21 Oktober 2025
tangan memutari bibit tanaman Mengarusutamakan Spiritualitas Ekologis dalam Praktik Keagamaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Mengarusutamakan Spiritualitas Ekologis dalam Praktik Keagamaan

Oleh Polykarp Ulin Agan
20 Oktober 2025
Seseorang memberikan paper bag kepada orang lain Bagaimana Hong Kong dapat Membangun Kepercayaan Konsumen terhadap Keberlanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bagaimana Hong Kong dapat Membangun Kepercayaan Konsumen terhadap Keberlanjutan

Oleh Kun Tian
20 Oktober 2025
bangunan roboh Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Robohnya NZBA: Kritik, Analisis, dan Seruan untuk Perbankan Indonesia

Oleh Jalal
17 Oktober 2025
Empat tangan anak-anak yang saling berpegangan Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif

Oleh Andi Batara
17 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia