Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Diplomasi Karbon Paus: paus tak akan selamatkan iklim, namun bisa selamatkan kekuatan lunak ASEAN

Diplomasi karbon paus (Whale carbon diplomacy) menawarkan strategi baru yang menyatukan perlindungan keanekaragaman hayati, ekonomi biru, dan diplomasi sains.
Oleh Giang Nguyen
29 September 2025
paus bungkuk dengan background ombak dan kapal

Ilustrasi: Irhan Prabasukma.

Kemunculan kembali paus bungkuk di sepanjang pesisir Vietnam menjadi petanda yang menggugah bahwa laut kita dapat pulih. Bagi Asia Tenggara, paus bisa menjadi lebih dari sekadar pemandangan yang memberi harapan. Mamalia air ini dapat menjadi landasan diplomasi iklim persuasif jenis baru: diplomasi karbon paus. Jika dilakukan dengan cermat, strategi ini dapat melengkapi perangkat aksi iklim yang keras seperti tarif dan pasar karbon tanpa melebih-lebihkan dampak biofisik paus.

Bukan Solusi Instan

Paus menyimpan karbon di dalam tubuhnya. Ketika mereka mati di laut, bangkainya dapat tenggelam dalam fenomena alam yang disebut whale fall, yang mengunci karbon untuk waktu yang lama. Selain itu, ada juga fenomena whale pump, di mana paus muncul ke permukaan air untuk mengeluarkan fesesnya, meningkatkan fitoplankton yang menyerap CO₂. Ini bukanlah mitologi; ini adalah oseanografi yang terdokumentasi dengan baik. NOAA merangkumnya dengan jelas dan hati-hati, mencatat peran penyimpanan biomassa dan siklus nutrisi, sekaligus menghindari angka yang dilebih-lebihkan.

Namun, komunitas sains memperingatkan agar kita tidak menjadikan paus sebagai mesin iklim ajaib. Sebuah tinjauan pada tahun 2023 dalam Frontiers in Marine Science menyimpulkan bahwa meskipun paus memberikan manfaat ekosistem, kontribusi langsung mereka terhadap anggaran karbon global terlalu kecil untuk mengubah lintasan iklim. Oleh karena itu, perlindungan mereka harus diupayakan demi ketahanan dan manfaat tambahan, bukan karena mereka akan “memperbaiki” emisi karbon.

Paus, Karbon, dan Perlindungan Keanekaragaman Hayati

Sejauh ini, tata kelola iklim bertumpu pada norma-norma koersif (seperti Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon (Carbon Border Adjustment Mechanism/CBAM) Uni Eropa) dan norma insentif (REDD+ dan pembayaran karbon biru). Karbon paus termasuk dalam keluarga ketiga: norma-norma persuasif yang berlandaskan etika dan perlindungan keanekaragaman hayati.

Alih-alih menggembar-gemborkannya sebagai solusi ajaib, pendekatan yang bijaksana adalah memasukkan paus ke dalam strategi karbon biru yang lebih luas—dengan mangrove, lamun, dan rawa asin. Di sinilah Asia Tenggara dapat memimpin.

ASEAN, Jepang, dan UNDP meluncurkan Proyek Profil Karbon Biru dan Keuangan pada tahun 2025 untuk memetakan dan menilai karbon pesisir serta memobilisasi pendanaan. Peran Indonesia, sebagai raksasa mangrove dunia, dengan lebih dari 20% mangrove global, sangat penting karena kredibilitasnya dalam diplomasi dan pendanaan karbon biru. Mekanisme pembiayaan telah tersedia: pemerintah memelopori sukuk hijau (2018) dan sejak itu beralih ke obligasi biru (2023).

Pada saat yang sama, perlindungan yang kredibel bagi megafauna laut sangat penting. Indonesia melarang pembunuhan mamalia laut secara sengaja, dan jaringan Kawasan Konservasi Laut (KKL) terus berkembang. Pemerintah Indonesia menargetkan tambahan 200.000 ha kawasan konservasi baru pada tahun 2025, sebagai upaya mencapai tujuan KKL nasional jangka panjang.

Meski penegakan hukum dan pengelolaan masih menjadi ujian, instrumen dan kerangka hukum yang ada ini menawarkan landasan yang dapat dikembangkan oleh ASEAN.

Diplomasi Karbon Paus

Pertama dan yang terpenting, diplomasi karbon paus harus didasarkan pada geografi. Laut Sawu dan perairan di sekitar Nusa Tenggara Timur, telah diakui sebagai Kawasan Mamalia Laut Penting (KMB), koridor migrasi yang digunakan oleh berbagai spesies, termasuk paus biru kerdil dan paus sperma. Koridor ini merupakan jangkar yang jelas bagi langkah-langkah percontohan yang menggabungkan keanekaragaman hayati, iklim, dan keuangan.

Platform karbon biru ASEAN telah menyatukan ilmu pengetahuan, kebijakan, dan keuangan. Jembatan Vietnam-Indonesia di sekitar koridor paus dan karbon biru pesisir akan menambah bobot diplomatik dan resonansi publik. Berikut gambaran program tiga jalur yang realistis untuk diplomasi karbon paus:

  • Sains & MRV (Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi) yang Menolak Gembar-gembor
    ASEAN dapat membangun paket MRV-ringan yang melacak keberadaan paus dan manfaat tambahannya tanpa berpura-pura mendapatkan “kredit paus” yang besar. Misalnya, kita dapat menggunakan pemetaan IMMA (Important Marine Mammal Areas/Kawasan Penting bagi Mamalia Laut) yang telah mapan, penanda satelit, akustik pasif/eDNA, dan proksi fitoplankton untuk mendokumentasikan peningkatan ekologis seiring pemulihan paus—dipisahkan secara cermat dari penghitungan karbon mangrove/lamun.
  • Perlindungan di tempat-tempat yang dinilai penting
    Dua risiko langsung bagi paus adalah tabrakan kapal dan tangkapan sampingan (terjerat). Komisi Perburuan Paus Internasional (IWC) memiliki strategi Serangan Kapal. Negara-negara ASEAN dapat mengadopsinya secara selektif di titik-titik panas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) mereka (misalnya, Laut Sawu, Selat Ombai), di mana kawasan lindung kecil menghasilkan keuntungan yang sangat besar.
  • Pembiayaan yang sesuai fungsi
    Alih-alih “kredit paus” yang spekulatif, pemerintah dapat menerbitkan sukuk/obligasi biru dengan alokasi dana untuk jalur pelayaran yang aman bagi paus, program pengalihan alat tangkap untuk mengurangi tangkapan sampingan, dan penegakan hukum Kawasan Konservasi Laut (KKL) di koridor paus—semuanya dapat diverifikasi berdasarkan panduan yang ada. Pendekatan ini memperluas rekam jejak sukuk hijau Indonesia yang sudah ada dan kapasitas obligasi biru yang baru, sekaligus menghindari jebakan MRV dari pengimbangan berbasis hewan yang dikritik oleh para pengawas pasar karbon.

Diplomasi Sains untuk ASEAN

Pesan dalam diplomasi karbon paus halus namun kuat: Asia Tenggara dapat memimpin dengan persuasi—melindungi megafauna yang karismatik bukan sebagai obat mujarab untuk krisis iklim, melainkan sebagai kebaikan bersama yang menghasilkan keanekaragaman hayati, pariwisata, perikanan, dan manfaat tambahan iklim secara bertahap.

Dengan diplomasi karbon paus, ASEAN dapat memimpin upaya konservasi paus sekaligus mengintegrasikannya ke dalam infrastruktur ekonomi biru. Strategi ini akan menjaga kita tetap selaras dengan kehati-hatian ilmiah sekaligus membuka sumber daya dan norma yang meningkatkan tata kelola laut.

Ini bukan tentang paus yang “menyelamatkan iklim.” Ini tentang kita yang menyelamatkan paus, sekaligus memperbaiki lautan kita dan, pada akhirnya, siklus karbon. Itulah diplomasi yang jujur—dan dunia akan menganggapnya serius.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Giang Nguyen
+ postsBio

Nguyen adalah peneliti dengan spesialisasi dalam ekonomi politik internasional dan tata kelola lingkungan. Ia meraih gelar Sarjana Ekonomi Internasional dari Foreign Trade University (Vietnam) dan gelar Magister Hubungan Internasional dari Ritsumeikan Asia Pacific University (Jepang), dimana ia menjadi penerima beasiswa Program Beasiswa Asian Development Bank-Jepang. Karyanya berfokus pada politik karbon, norma perdagangan global, dan adaptasi kelembagaan di Asia-Pasifik.

    This author does not have any more posts.

Continue Reading

Sebelumnya: Desakan untuk Mewujudkan Reforma Agraria Sejati
Berikutnya: Hutan untuk Swasembada Pangan, Air, dan Energi: Peluang dan Tantangan

Lihat Konten GNA Lainnya

gletser di Greenland Seruan untuk Aksi Iklim yang Lebih Kuat di KTT Iklim 2025
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Seruan untuk Aksi Iklim yang Lebih Kuat di KTT Iklim 2025

Oleh Kresentia Madina
1 Oktober 2025
lanskap pulau kecil dengan pepohonan hijau dan tambang. Ironi Raja Ampat: Pengakuan Ganda dari UNESCO dan Kerusakan Lingkungan
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Ironi Raja Ampat: Pengakuan Ganda dari UNESCO dan Kerusakan Lingkungan

Oleh Abul Muamar
30 September 2025
Foto kawasan perkotaan dengan taman, bangunan, dan jalur air dari atas udara Melihat Kota Spons di China sebagai Solusi Berbasis Alam untuk Pengelolaan Air Perkotaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Melihat Kota Spons di China sebagai Solusi Berbasis Alam untuk Pengelolaan Air Perkotaan

Oleh Attiatul Noor
30 September 2025
Pemandangan udara hutan hujan tropis yang lebat dengan pepohonan hijau dan kabut tipis yang menyelimuti. Hutan untuk Swasembada Pangan, Air, dan Energi: Peluang dan Tantangan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Hutan untuk Swasembada Pangan, Air, dan Energi: Peluang dan Tantangan

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
29 September 2025
seorang petani di tengah sawah dengan latar bebukitan Desakan untuk Mewujudkan Reforma Agraria Sejati
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Desakan untuk Mewujudkan Reforma Agraria Sejati

Oleh Abul Muamar
26 September 2025
seorang perempuan dengan baju biru duduk di depan toko dengan barang-barang anyaman bambu di sekelilingnya Mendorong Transformasi Hijau di Sektor UMKM
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mendorong Transformasi Hijau di Sektor UMKM

Oleh Seftyana Khairunisa
25 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia