Film Glass Onion Wanti-wanti Kelemahan Energi Hidrogen
Hidrogen ada di mana-mana. Senyawa ini berlimpah dan disebut-sebut hanya menghasilkan energi dan air ketika dibakar. Energi hidrogen semakin populer seiring maraknya kampanye media hingga ajakan untuk investasi di pasar yang belum dirambah ini. Hingga Juni 2022, lebih dari 30 rencana penggunaan hidrogen telah diumumkan oleh sejumlah negara di seluruh dunia untuk mendukung transisi energi bersih.
Lalu, film ‘Glass Onion’ muncul dan berpotensi menimbulkan keraguan di tengah masyarakat terkait penggunaan energi hidrogen. Dalam film ini, energi hidrogen menimbulkan ledakan besar. Sejauh mana kebenaran penggambaran ini?
Warna-warni Hidrogen
Hidrogen merupakan gas yang tidak terlihat. Lalu, warna apa yang sedang kita bicarakan di sini? Meski benar bahwa hidrogen adalah salah satu unsur kimia paling melimpah di dunia, hidrogen umumnya tidak eksis sebagai hidrogen murni (putih) dalam bentuk gas. Untuk menghasilkan energi hidrogen, hidrogen harus diekstrak dari unsur lain.
Mengekstrak hidrogen—produksi energi hidrogen—membutuhkan banyak energi. Ada beberapa cara untuk melakukannya, dan hidrogen yang dihasilkan dibedakan berdasarkan emisi karbonnya, sehingga diberi nama dengan kode warna. Yang paling sering dibahas adalah hidrogen hitam, abu-abu, biru, dan hijau.
Hidrogen hitam diproduksi menggunakan bahan bakar fosil, dan ini yang paling merusak lingkungan. Hidrogen abu-abu dan biru dihasilkan menggunakan gas alam melalui proses reformasi uap (steam reforming) atau gasifikasi yang melepaskan karbon dioksida ke atmosfer. Perbedaannya adalah bahwa dalam produksi hidrogen biru, mereka mencoba menangkap dan menyimpan karbon dioksida di bawah tanah menggunakan penangkapan dan penyimpanan karbon/carbon capture and storage (CSS). Terakhir, hidrogen hijau dihasilkan dengan energi terbarukan melalui elektrolisis, yang hanya menghasilkan energi dan air hidrogen (sel bahan bakar hidrogen).
Tantangan
Dapat dimaklumi jika kebanyakan orang masih mewaspadai energi hidrogen. Hidrogen disebut-sebut sebagai solusi ajaib untuk mengatasi pemanasan global, dan kedengarannya terlalu muluk-muluk untuk menjadi kenyataan. Lalu, apa kira-kira kelemahan energi hidrogen?
- Nitrogen oksida dari pembakaran hidrogen
Banyak aktor industri energi dan utilitas menggunakan hidrogen dengan cara membakarnya—biasanya bersama dengan gas alam (metana). Penerapan seperti ini berlangsung di pembangkit listrik hibrida hingga boiler hidrogen di rumah.
Proses pembakaran internal ini mengeluarkan nitrogen oksida (NOx) dalam jumlah besar, yang berbahaya bagi sistem pernapasan manusia. Cara ini akan menghasilkan polusi udara yang lebih buruk daripada sekarang jika terus dilanjutkan.
- Kebocoran
Molekul hidrogen sangat kecil, sehingga rentan terhadap kebocoran bahkan dalam sel bahan bakar hidrogen. Ledakan selalu menjadi ancaman dalam pembangkitan energi, sehingga keunggulan hidrogen tidak berlaku dalam hal ini. Ada teknologi yang memadai untuk memantau dan meminimalkan risiko ini.
Namun, kebocoran hidrogen yang lebih kecil merupakan masalah bagi iklim. Hidrogen mudah terbakar, namun tidak lantas menghangatkan planet, melainkan meningkatkan bahan kimia lain di udara yang menyebabkan pemanasan global.
Hidrogen membuat metana di udara kita lebih tahan lama dan berdampak; dan pada gilirannya mempengaruhi ozon di atmosfer kita. Selain itu, belum ada data yang memadai tentang kebocoran hidrogen selama proses berlangsung. Tanpa penahanan yang lebih baik dan teknologi deteksi kebocoran hidrogen dalam skala besar, energi hidrogen justru akan dapat memperburuk perubahan iklim.
- Ongkos & Usaha
Hidrogen hijau sering disebut “hidrogen bersih” karena sel bahan bakar hidrogen tidak melepaskan zat berbahaya. Namun, ongkos dan usaha untuk produksi, transportasi, dan penggunaan akhir sangatlah besar.
Pertama, produksi membutuhkan listrik yang dihasilkan dari energi terbarukan untuk memisahkan air secara elektrokimia. Harga energi terbarukan memang semakin murah seiring berjalannya waktu, tetapi masih memakan proses energi besar yang panjang.
Lalu, kita memiliki suku cadang pengangkutan dan penggunaan akhir. Risiko keamanannya tinggi, sehingga suku cadang ini memerlukan sensor dan perangkat berteknologi tinggi untuk menghasilkan energi hidrogen seaman mungkin bagi semua orang. Memproduksi peralatan dalam skala besar untuk penggunaan umum akan sangat mahal.
Lanjutkan dengan hati hati
Glass Onion ada benarnya. Film ini menggambarkan produksi (fiktif) energi hidrogen untuk digunakan di seluruh dunia pada tahun 2020, dan semuanya ambyar. Proses pengembangan yang terburu-buru menghasilkan ‘energi hidrogen’ yang tidak stabil dan karenanya tidak aman, yang kemudian meledak di akhir film. Seperti halnya dalam kehidupan nyata, teknologinya belum siap.
Environmental Defense Fund dan organisasi hijau lainnya percaya bahwa ketika teknologi sudah siap, sel bahan bakar hidrogen hanya boleh digunakan jika elektrifikasi bersih tidak memungkinkan. Misalnya pada industri berat, seperti produksi baja dan semen, dan sebagai bahan bakar truk, kapal laut, dan pesawat jarak jauh.
Terlepas dari penggunaannya di masa depan dalam skala global, mengeksplorasi energi hidrogen tetap memiliki kelebihan. Tantangan tersebut di atas harus dijawab secara menyeluruh selama tahap penelitian dan pengembangan. Dengan maraknya kampanye dan investasi dalam energi hidrogen, sangat penting untuk mendanai lebih banyak penelitian tentang energi hidrogen untuk mencapai hasil sebaik mungkin dari alternatif energi bersih yang aman, berkelanjutan, dan terjangkau.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli dari artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.