Memutus Rantai Perburuan dan Perdagangan Penyu Ilegal
Indonesia kaya akan keanekaragaman biota laut, salah satunya adalah penyu. Dari tujuh jenis penyu yang ada di dunia, enam di antaranya dapat ditemukan di perairan Indonesia dan bersarang di daerah pesisir. Sayangnya, keberadaan penyu di Indonesia masih terus menghadapi berbagai ancaman, terutama perburuan dan perdagangan ilegal. Mengatasi perburuan dan perdagangan penyu ilegal di Indonesia membutuhkan tindakan komprehensif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Rantai Perdagangan Penyu Ilegal di Indonesia
Berdasarkan ketentuan CITES (Konvensi Perdagangan Internasional untuk Spesies Satwa dan Tumbuhan Liar yang Terancam Punah), semua jenis penyu sejatinya dilarang untuk diperdagangkan. Sementara di Indonesia, semua jenis penyu laut termasuk satwa yang dilindungi sehingga segala bentuk perdagangannya merupakan tindakan ilegal. Pelaku perdagangan penyu dapat dikenakan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Namun, adanya undang-undang tidak serta merta menghentikan seluruh kegiatan perburuan dan perdagangan penyu ilegal. Laporan CITES menyatakan bahwa spesimen penyu ditemukan dijual terbuka di 7 lokasi di Sulawesi dan Bali. Temuan tersebut didasarkan pada kunjungan ke 61 lokasi di Indonesia pada tahun 2018. Daging, bagian tubuh, dan telur penyu, banyak diperdagangkan untuk dikonsumsi. Sementara itu, kerajinan atau ornamen yang dibuat dari tempurung penyu juga ditemukan terpajang di dalam toko-toko cendera mata.
Selain untuk kebutuhan domestik, laporan CITES juga menyebutkan bahwa penyu-penyu yang diburu di Indonesia juga diekspor ke luar negeri. Misalnya, telur penyu di Kalimantan diekspor ke beberapa daerah Malaysia seperti Sabah dan Sarawak. Begitupun dengan penyu yang ditangkap di Sumatera dan Bali. Jaringan perdagangan penyu ilegal, baik berupa penyu yang masih hidup maupun yang sudah berubah menjadi berbagai produk, menjangkau hingga Vietnam dan China.
Perdagangan Daring
Meningkatnya kesadaran masyarakat dan penegakan hukum membuat praktik eksploitasi penyu seperti di Sulawesi secara umum mengalami penurunan. Tetapi pada saat yang sama, penjual memiliki cara lain untuk memasarkan produknya. CITES melaporkan bahwa perdagangan ilegal di Sulawesi dan Bali banyak dilakukan lewat kontak telepon untuk bertukar informasi tentang persediaan daging penyu dan mengatur tempat bertransaksi yang aman.
Selain itu, penjualan secara daring juga signifikan. Penelusuran CITES menemukan 607 produk dari penyu dan 400g telur penyu tertera dalam 213 iklan di berbagai situs web. Produk ini sebagian besar berupa kerajinan, bubuk telur penyu kering untuk umpan ikan), dan minyak penyu yang disebut-sebut memiliki manfaat medis. Dalam survei yang dilakukan terhadap 11 platform jual-beli dan media sosial pada Agustus-September 2019, ditemukan setidaknya 29.326 produk berbasis penyu yang dijual di Indonesia yang nilainya setara dengan 5 miliar rupiah.
Tradisi dan Praktik Adat Mengonsumi Penyu
Keberadaan penyu juga terancam oleh tradisi atau praktik berburu dan mengonsumsi penyu yang masih bertahan. Di Kepulauan Mentawai, misalnya, masyarakat Mentawai memiliki tradisi berburu penyu untuk dijadikan hidangan pesta adat. Puluhan penyu belimbing dari sekitar pulau akan ditangkap dan dikonsumsi dagingnya sementara cangkangnya digantung di rumah. Sementara di Bali, penyu identik dengan upacara adat atau ritual keagamaan yang dagingnya digunakan sebagai sesajen.
Di kawasan pesisir Pulau Kei Kecil, ada pula tradisi bernama perburuan Tabob yang menangkap penyu belimbing untuk kebutuhan konsumsi masyarakat sepanjang bulan Agustus hingga Februari. Pada dasarnya, penyu adalah hewan yang disakralkan oleh masyarakat Pulau Kei sehingga konsumsinya harus melalui berbagai aturan dan syarat yang harus dipatuhi. Perburuan Tabob awalnya hanya untuk acara adat, namun pergeseran budaya dan nilai, terutama di antara generasi muda, membuat penangkapan dan konsumsi penyu untuk pribadi semakin marak.
Memutus Rantai Perdagangan dan Melindungi Penyu
Keberlangsungan hidup penyu semakin terancam oleh kerusakan habitat dan degradasi lingkungan. Demi melindungi keberadaan penyu, Pemerintah Indonesia telah menetapkan dokumen Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Penyu skala nasional untuk periode 2022-2024 yang menjadi pedoman dan rujukan dalam pengelolaan penyu. Yang terbaru dari implementasi RAN ini adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan 5,5 juta hektare habitat penyu sebagai kawasan konservasi pada awal Mei 2024. KKP juga melihat bahwa pemantauan dan pengawasan terhadap pantai peneluran bersama kelompok masyarakat dapat mengurangi ancaman perburuan liar di Kalimantan dan Maluku.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk melindungi populasi penyu dari ancaman perburuan dan perdagangan ilegal, seperti yang direkomendasikan oleh CITES berikut.
- Menyelaraskan peraturan, kapasitas administratif, dan implementasi kebijakan. Negara harus memiliki peraturan yang jelas tentang pelarangan perdagangan penyu atau produk turunannya. Selain itu, peran berbagai lembaga pemerintah juga harus teridentifikasi dengan jelas sehingga tanggung jawab untuk melakukan konservasi spesies langka seperti penyu berjalan dengan baik.
- Meningkatkan pemantauan, investigasi, dan penegakan hukum yang lebih ketat. Pemerintah dapat mengawasi area jual beli seperti pasar di daerah pesisir atau pelabuhan yang terdapat potensi perdagangan penyu ilegal. Pemantauan dan investigasi penting untuk mengidentifikasi informasi seputar perdagangan penyu seperti metode dan rute atau arus penyelundupan hingga pihak-pihak yang terlibat dalam rantai perdagangan penyu agar dapat ditindak dengan tegas.
- Edukasi dan meningkatkan kesadaran. Edukasi dapat diberikan kepada masyarakat lokal, nelayan, pedagang, dan konsumen mengenai dampak perburuan dan perdagangan ilegal terhadap keberadaan penyu sekaligus dampak kesehatan dari mengonsumsi penyu. Sinergi dengan aspek budaya juga dapat dilakukan untuk mengurangi praktik atau tradisi berburu dan konsumsi penyu yang masih dilakukan.
- Meningkatkan kerja sama regional. Negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Filipina yang terdampak perdagangan penyu ilegal dapat bekerja sama untuk mengidentifikasi dan menghentikan rute perdagangan di Asia Tenggara atau yang ke wilayah lain, seperti negara-negara Asia Timur. Kerja sama regional juga dapat berguna untuk peningkatan kapasitas dan berbagai informasi dalam menghentikan perdagangan penyu ilegal.
- Melindungi habitat dan fasilitas konservasi. Pemerintah bersama dengan masyarakat lokal harus dapat merumuskan dan melakukan praktik-praktik untuk melindungi laut dan daerah pesisir yang menjadi tempat penyu bersarang. Fasilitas penangkaran terutama yang juga dijadikan sebagai tempat wisata harus dimonitor secara berkala untuk memastikan berjalannya upaya konservasi di fasilitas tersebut.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Nisa adalah Reporter di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada. Ia memiliki minat di bidang penelitian, jurnalisme, dan isu-isu seputar hak asasi manusia.