Gerakan Sumsel Mandiri Pangan: Pemanfaatan Lahan Pekarangan untuk Mendukung Ketahanan Pangan
Sumatera Selatan (Sumsel) merupakan provinsi yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang relatif lengkap. Namun sayangnya, kerawanan pangan dan keterbatasan akses terhadap pangan yang bergizi dan aman masih terjadi di beberapa daerah di provinsi ini. Sebagai upaya untuk mengatasi tantangan ini, Pemerintah Provinsi Sumsel telah mengusung program Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) sejak tahun 2021. Program ini sekaligus merupakan bagian dari upaya pemberantasan kemiskinan di provinsi ini dengan mendorong masyarakat untuk menerapkan pertanian perkotaan.
Kami berkesempatan mengulik program ini melalui penelitian lapangan yang berlangsung pada 13-17 Mei 2024.
Mengenal Program GSMP
GSMP adalah program yang bertujuan untuk mendorong masyarakat agar memiliki kemampuan mewujudkan ketahanan pangan dan gizi keluarga melalui pemanfaatan sumber daya setempat secara berkelanjutan. Program ini mengajak masyarakat menjadi petani pemula dengan menanam sendiri sejumlah komoditas pangan yang menjadi kebutuhan dasar mereka di lahan pekarangan rumah masing-masing. Gerakan ini juga bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, yang diharapkan dapat membantu menurunkan angka kemiskinan di Sumsel.
Program ini melibatkan koordinasi lintas sektoral dengan tim GSMP Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumsel, Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK), organisasi pemuda karang taruna, Dharma Wanita Persatuan (DWP) dan organisasi lainnya. Koordinasi meliputi pemantauan, pengendalian, dan pelaporan, serta membantu mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan.
GSMP memberikan dukungan kepada kelompok tani yang sudah ada dan membantu dalam pembentukan kelompok tani baru. Penerima manfaat GSMP dalam bentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) dan rumah tangga dengan kriteria yang telah ditentukan akan mendapatkan pemberian stimulus dari dana APBD dan bantuan lainnya yang ikut mendukung GSMP, seperti bantuan dari Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Penerima manfaat GSMP juga mendapatkan pembinaan, pelatihan, dan pendampingan oleh tim ahli dari peneliti, penyuluh pertanian, dan akademisi. Pendampingan dilakukan sampai saat pasca-panen untuk membantu pemasaran secara lebih efektif dan untuk keberlanjutan usaha.
Salah satu contoh kelompok GSMP yang terbilang berhasil menurut kami adalah KUB Rawa Ijo, yang berada di Kelurahan Srimulya, Kecamatan Sematang Borang, Kota Palembang. Beranggotakan 15 orang, KUB Rawa Ijo melakukan kegiatan budidaya tanaman hortikultura terapung dengan produk pertanian berupa kangkung, caisin, cabai, tomat, pakcoy, bayam dan budidaya ikan dalam kolam bundar. Hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sebagian dijual dengan penghasilan Rp150-200 ribu per minggu.
Hingga saat ini, Program GSMP masih dilanjutkan dan dikembangkan dengan program baru berupa GSMP Goes To School and Goes to Office.
Ketidaksesuaian Minat
Namun, dalam praktiknya, tidak semua penerima manfaat GSMP berhasil menjalankan kegiatan pertanian. Salah satu penyuluh di Kelurahan Sialang yang mendampingi 21 Rumah Tangga Miskin (RTM) penerima manfaat GSMP, menyatakan bahwa hanya ada 3 rumah tangga yang bertahan dalam menjalankan kegiatan bertani. Persoalan minat merupakan salah satu kendala utama; dalam hal ini, banyak warga yang kurang atau bahkan tidak berminat untuk bertani.
Aspek minat ini semestinya menjadi pertimbangan dalam mengusung suatu program, termasuk program-program yang menyangkut pangan, agar dapat berjalan efektif dan berkelanjutan, terlebih jika program tersebut dijalankan di wilayah perkotaan. Dalam konteks program GSMP, menurut kami, budaya masyarakat perkotaan yang relatif kurang terbiasa dengan aktivitas bertani membuat program ini menjadi kurang efektif.
Selain minat, faktor waktu dan pengetahuan juga penting menjadi pertimbangan. Penduduk perkotaan tidak memiliki banyak waktu untuk mengurus tanaman, sehingga ini menjadi penyebab tanaman mereka tidak terurus dan akhirnya mati. Pengetahuan warga mengenai pertanian perkotaan juga akan sangat menentukan bagaimana perlakuan dan sikap mereka terhadap program semacam ini.
Pertanian Perkotaan dengan Metode yang Tepat Guna
Namun, saat ini, produksi pangan tidak bisa hanya dibebankan pada daerah pedesaan atau pinggiran kota. Wilayah perkotaan pun mesti terlibat dengan mengarusutamakan kegiatan pertanian perkotaan (urban farming). Dalam hal ini, GSMP yang mengedepankan aspek optimalisasi lahan yang terbatas dapat menjadi salah satu alternatif yang penting untuk dikembangkan.
Pada akhirnya, pertanian perkotaan tidak dapat dijalankan dengan suatu metode seragam di setiap daerah, terutama jika dimaksudkan sebagai upaya untuk mengatasi kerawanan pangan dan memberantas kemiskinan. Perlu ada pendekatan menyeluruh, terutama pada aspek sosial-budaya dari daerah sasaran, untuk menciptakan suatu metode yang tepat guna dan memberikan dampak yang signifikan. Hal ini dapat dilakukan dengan metode pertanian yang tidak hanya terbatas pada cara-cara konvensional, tetapi juga dengan cara yang lebih modern seperti hidroponik, rumah kaca, bioflok, akuaponik, kebun vertikal, dan lain sebagainya.
Menerapkan pendekatan yang sesuai dengan kondisi lokal, termasuk mempertimbangkan budaya dan preferensi masyarakat perkotaan serta kondisi geografis dan kondisi kesehatan lingkungan, merupakan hal krusial dalam memastikan keberhasilan program pertanian perkotaan seperti GSMP. Dengan memahami dan mengintegrasikan nilai-nilai lokal dan mengadopsi teknologi yang sesuai, program semacam ini dapat menjadi solusi yang efektif dan berkelanjutan dalam meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.