Memasyarakatkan Olahraga Hingga ke Komunitas Marginal dan Minoritas
Olahraga dan hidup sehat adalah hak setiap orang tanpa memandang status sosial, ekonomi, budaya, kondisi fisik dan mental, atau kondisi apa pun yang melekat pada seseorang. Oleh karena itu, akses yang setara dan adil terhadap ruang, fasilitas, serta sarana dan prasarana olahraga yang memadai seharusnya dimiliki oleh setiap orang tanpa terkecuali. Sayangnya, bayangan ini masih belum terwujud di Indonesia. Di banyak komunitas, terutama komunitas-komunitas marginal dan minoritas, olahraga masih menjadi suatu hal yang jauh dari jangkauan.
Ini adalah tantangan besar di Indonesia, khususnya bagi organisasi dan para pemangku kepentingan terkait seperti Komite Olahraga Masyarakat Indonesia (KORMI) dan seluruh Induk Organisasi Masyarakat (INORGA) yang dinaunginya. Mengatasi tantangan ini akan menjadi salah satu kunci penentu keberhasilan Indonesia dalam mencapai visi Generasi Emas 2045.
Tantangan Besar
Salah satu tantangan terbesar dalam lanskap olahraga masyarakat di Indonesia adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga. Laporan Indeks Pembangunan Olahraga (IPO) 2023 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga hanya sebesar 25,4% dari jumlah populasi, bahkan menurun 3% jika dibandingkan pada tahun 2022 yang mencapai 28,4%. Pada gilirannya, rendahnya partisipasi masyarakat ini berdampak pada kebugaran jasmani masyarakat yang tergolong mengkhawatirkan. Menurut laporan tersebut, hanya 4,18% masyarakat berusia 10-60 tahun yang tingkat kebugaran jasmaninya masuk kategori baik.
Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat olahraga sangat penting bagi setiap orang untuk mendukung kesehatan fisik dan mental, membantu pembentukan karakter dan nilai-nilai positif, mencegah perilaku menyimpang atau mengarah pada kekerasan, serta memperkuat solidaritas di masyarakat. Dengan segenap manfaat tersebut, olahraga masyarakat mestinya dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu memberdayakan banyak elemen masyarakat, termasuk orang-orang marginal dan minoritas seperti warga binaan di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan), orang-orang yang sedang dalam masa pemulihan di panti rehabilitasi, penghuni panti sosial, pasien rumah sakit jiwa (RSJ), dan banyak lainnya. Tentu tidak ketinggalan orang-orang lanjut usia (lansia), perempuan, dan orang-orang dengan disabilitas (difabel), yang selama ini cenderung minim keterlibatannya dalam aktivitas olahraga masyarakat karena berbagai hambatan.
Olahraga untuk Kelompok Marginal dan Minoritas
Bayangkan betapa besar dampak yang dapat kita capai ketika kita memasyarakatkan olahraga hingga ke tengah komunitas atau kelompok marginal dan minoritas tersebut di seluruh wilayah Indonesia. Untuk lapas dan rutan saja, berdasarkan data sampai tahun 2023, ada 526 lapas dan rutan di Indonesia yang dihuni oleh sekitar 265.897 warga binaan. Kita sering mendengar atau menyaksikan mantan narapidana yang kemudian kembali melakukan kriminalitas dan menjadi residivis selepas bebas. Di sini, kehadiran olahraga masyarakat menjadi sangat relevan dan penting untuk membantu proses transisi atau integrasi mereka sebelum kembali ke tengah masyarakat. Dengan mengintegrasikan olahraga masyarakat ke dalam proses pembinaan sehari-hari di lapas/rutan, yang tentunya harus disertai dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai, satu tugas pemerintah akan menjadi terbantu.
Lalu ada lembaga rehabilitasi sosial, yang mencapai 188 unit di seluruh Indonesia dengan jumlah pasien/korban mencapai puluhan ribu orang. Belum lagi RSJ, Balai Kesehatan Jiwa Masyarakat, dan lain sebagainya, yang orang-orangnya masih memungkinkan melakukan aktivitas olahraga. Di sini, olahraga dapat membantu mereka untuk pulih, mendapatkan kembali semangat, harapan, dan rasa percaya diri yang mereka butuhkan untuk menjalani hidup dengan lebih bermakna.
Di luar itu, masih ada banyak perempuan, orang-orang dengan disabilitas (dengan berbagai kondisi disabilitas), dan lansia, yang selama ini juga masih kekurangan atau bahkan tidak memiliki sama sekali akses ke olahraga. Saya yakin, mereka bukannya tidak ingin berolahraga, bukannya tidak berminat dengan olahraga, tetapi berbagai hambatan telah menghalangi mereka untuk berpartisipasi. Perempuan, kita tahu, sering terhalangi oleh faktor-faktor sosial dan struktural seperti harus menjalankan peran ganda antara pengasuhan dan pekerjaan, dicap kurang pantas untuk tampil di ruang publik, dan sebagainya. Lalu, orang-orang dengan disabilitas; mereka membutuhkan akses ke olahraga dengan dukungan sarana dan prasarana yang sensitif terhadap kebutuhan/kondisi disabilitas mereka. Demikian pula dengan lansia, yang tidak bisa disamakan dengan orang-orang muda pada umumnya.
Yang tak kalah penting, di tengah keberagaman yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan gesekan, olahraga masyarakat dapat mengambil peran untuk menjaga kerukunan dan harmoni. Pada saat yang sama, olahraga masyarakat juga dapat membantu melestarikan tradisi dan budaya masyarakat Indonesia melalui olahraga permainan tradisional seperti pencak silat, gobak sodor, dan banyak lagi.
Persis pada ranah-ranah inilah KORMI dapat memainkan peran-peran strategis dalam mendukung INORGA untuk bekerja dengan lebih masif dan signifikan. Ketika hal ini terwujud dan berjalan, saya yakin KORMI akan lebih dilirik dan dirangkul oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab atau merasa terpanggil untuk mewujudkan masyarakat yang sehat jasmani dan rohaninya, sejahtera, damai, harmonis, berbudaya, terutama pemerintah lewat tangan-tangan kementerian/lembaga atau instansi-instansi terkait.
Memasyarakatkan Olahraga
Olahraga bukanlah aktivitas yang hanya perlu dilakoni atau ditekuni oleh para atlet. Olahraga bukan hanya tentang atlet-atlet yang berkompetisi, yang memperebutkan medali, dan yang meraih prestasi —yang itu hanya 0,01 persen dari keseluruhan populasi.
Olahraga dan hidup yang sehat adalah hak dan kebutuhan setiap orang, seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali, yang itu adalah 99,99% populasi Indonesia. Oleh karena itu, sudah saatnya kita memasyarakat olahraga dan mengolahragakan masyarakat, dengan tidak meninggalkan seorang pun di belakang. KORMI, bersama INORGA, harus menjadi garda terdepan dalam mewujudkan hal ini.
Namun, untuk dapat mewujudkannya, KORMI pertama-tama harus berbenah, bertransformasi menjadi organisasi olahraga masyarakat yang progresif, inklusif, dan berkelanjutan. Kepemimpinan, tata kelola organisasi, kebijakan, hingga program-program yang diusung harus merefleksikan visi-misi yang jelas tentang olahraga masyarakat, dan mengimplementasikannya ke dalam bentuk-bentuk praktis untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga, dengan dukungan fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai.
Editor: Abul Muamar
Publikasikan thought leadership dan wawasan Anda bersama Green Network Asia – Indonesia, pelajari Panduan Artikel Opini kami.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Adil Hakim adalah Ketua Yayasan Datuk Hakim Foundation dan Calon Ketua Umum Kormi Nasional 2024-2028