Mengatasi Apatisme Iklim Lewat Cerita yang Menyentuh Emosi

Foto: Lana di Pexels
Perubahan iklim bukan lagi ancaman yang mengawang, melainkan kenyataan yang sedang berlangsung di berbagai tempat dan berdampak pada semua orang. Gletser yang mencair, kebakaran hutan yang meluas, dan gelombang panas yang terus meningkat kini semakin sering terjadi. Tetapi anehnya, masih banyak orang yang tetap tidak peduli. Ketidakpedulian ini biasa disebut sebagai apatisme iklim, dan dibutuhkan strategi komunikasi yang menyentuh emosi untuk mengatasinya.
Mengenal Apatisme Iklim
Apatisme iklim merupakan kondisi dimana seseorang tidak memiliki keterikatan emosional terhadap isu perubahan iklim, bahkan ketika mereka menyadari bahwa perubahan iklim merupakan masalah serius. Sikap ini muncul karena perubahan iklim berlangsung perlahan dan bertahap sehingga orang-orang beradaptasi dan menganggapnya sebagai keadaan yang “normal”. Seiring berjalannya waktu, mereka tidak lagi menyadari betapa lingkungan semakin memburuk.
Sikap acuh tak acuh terhadap perubahan iklim dapat disebabkan oleh berbagai faktor: Pertama, penyampaian informasi mengenai perubahan iklim melalui grafik dan proyeksi jangka panjang sering kali terasa abstrak dan sulit dipahami. Kedua, paparan berulang terhadap berita-berita buruk dapat menimbulkan kelelahan mental dan mendorong orang-orang untuk menarik diri secara emosional. Selain itu, bagi orang-orang yang masih berjibaku secara ekonomi, isu iklim tampak sebagai sesuatu yang memerlukan waktu dan energi lebih untuk dapat mereka pedulikan.
Komunikasi Iklim dengan Perasaan
Sebuah penelitian menawarkan wawasan baru tentang cara mengatasi apatisme iklim. Penelitian yang dipimpin oleh Profesor Rachit Dubey dan rekan-rekannya ini menunjukan bagaimana orang-orang memahami data iklim dan bagaimana perubahan kecil dalam cara kita mengkomunikasikannya dapat membuat perbedaan besar.
Dalam penelitian tersebut, beberapa partisipan diperlihatkan dua penyajian data yang berbeda dari informasi iklim yang sama. Kelompok pertama melihat grafik biasa yang menampilkan data peningkatan suhu yang lambat dan stabil selama beberapa dekade. Sementara kelompok kedua melihat presentasi yang lebih jelas secara visual tentang apakah sebuah danau lokal membeku setiap musim dingin. Hasilnya, meski data yang mendasarinya sama, terdapat perbedaan respons emosional. Partisipan yang melihat data pembekuan danau lebih menganggap dampak perubahan iklim sebagai isu serius.
Perubahan kecil ini membuat informasi menjadi lebih konkret, mudah dipahami, dan lebih menyentuh secara emosional. Ketimbang sekadar angka dalam grafik, orang-orang akan melihat kenyataan hilangnya tradisi masa kecil mereka, seperti bermain seluncur es atau perang bola salju. Hlangnya hal-hal sederhana ini yang membuat dampak terasa lebih nyata.
Penelitian tersebut menekankan bahwa cara kita menyampaikan informasi tentang perubahan iklim sama pentingnya dengan fakta itu sendiri. Strategi yang menyentuh emosi dan mengaitkan perubahan iklim dengan dampaknya dapat mendorong orang merasakan urgensi yang sering terabaikan jika penyampaian hanya melalui data.
Cerita yang Berkesan untuk Mendorong Aksi Iklim
Mengatasi apatisme iklim membutuhkan strategi komunikasi yang mudah dipahami dan terhubung dengan realitas masyarakat, salah satunya lewat cerita yang berkesan. Selain memastikan informasi yang kredibel dan berbasis sains, cerita yang menyentuh emosi dapat meningkatkan kesadaran serta mendorong advokasi mengenai isu-isu penting, termasuk perubahan iklim. Kampanye tentang perubahan iklim perlu menjelaskan bahwa isu ini bukan hanya tentang kekeringan di tempat-tempat yang jauh, tetapi juga tentang sungai-sungai tempat orang-orang berenang semasa kecil yang kini telah mengering.
Untuk memulihkan dampak perubahan iklim, penting untuk memastikan bahwa masyarakat peduli tanpa merasa putus asa atau kewalahan sehingga siap dan termotivasi untuk melakukan perubahan. Pemerintah, pendidik, dan media juga harus beralih ke strategi komunikasi yang lebih empatik serta relevan dengan pengalaman hidup masyarakat. Bagaimanapun, dunia terus berubah dan tanggung jawab untuk mencapai perubahan ada di tangan kita.
Penerjemah: Kesya Arla
Editor: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Terima kasih telah membaca!
Berlangganan Green Network Asia untuk mendapatkan akses tanpa batas ke semua kabar dan cerita yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia. Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional dengan pembaruan seputar kebijakan publik & regulasi, ringkasan hasil temuan riset & laporan yang mudah dipahami, dan cerita dampak dari berbagai organisasi di pemerintahan, bisnis, dan masyarakat sipil.
Dinda adalah Reporter di Green Network Asia. Ia belajar Ilmu Hubungan Internasional di President University. Dinda bersemangat menulis seputar isu keberagaman, konsumsi berkelanjutan, dan pemberdayaan.