Mengatasi Eco-Anxiety di Tengah Ancaman Krisis Iklim
Menghadapi krisis iklim bukan perkara mudah. Orang-orang menjadi lebih sadar akan perubahan iklim dan dampaknya karena mengalaminya secara langsung. Perubahan iklim bahkan turut mempengaruhi kesehatan mental, dan kini muncul apa yang disebut sebagai eco-anxiety atau kecemasan terhadap kondisi lingkungan. Lalu, bagaimana kita bisa menjaga kesehatan mental di tengah krisis iklim?
Perubahan Iklim dan Kesehatan Mental
Perubahan iklim telah meningkatkan intensitas cuaca ekstrem di seluruh dunia, seperti kekeringan, banjir, angin topan, hingga kebakaran hutan. Kehancuran, kehilangan, dan pengungsian yang diakibatkannya dapat menimbulkan trauma, menyebabkan gangguan stres pascatrauma (PTSD), kecemasan, hingga depresi. Pendeknya, baik kita secara aktif berjuang untuk menghentikan atau sekadar menjalaninya, perubahan iklim dapat berdampak buruk pada kesejahteraan mental orang-orang.
Laporan AR6 dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyatakan bahwa anak-anak dan remaja sangat rentan terhadap stres pasca-trauma akibat cuaca ekstrem, dan peningkatan kerentanan terhadap masalah kesehatan mental mungkin akan terus berlanjut hingga masa dewasa.
Laporan tersebut juga mengeksplorasi faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesejahteraan mental kita. Misalnya, paparan terhadap panas dan polusi yang berkepanjangan dapat mengakibatkan kasus bunuh diri, masuk rumah sakit jiwa, keadaan darurat gangguan mental, kecemasan, depresi, dan stres akut. Selain itu, masalah kesehatan mental mungkin muncul dari dampak tidak langsung perubahan iklim, seperti kerawanan pangan dan dampak ekonomi yang dialami petani akibat kekeringan.
Eco-anxiety, Eco-grief, dan Lainnya
Orang-orang yang secara pribadi belum pernah mengalami dampak ekstrem perubahan iklim juga merasakan dampak mental. Aktivis perubahan iklim dan ilmuwan iklim kemungkinan besar akan mengalami kelelahan dan keputusasaan akibat sulitnya mencapai kemajuan menuju keberlanjutan (sustainability).
Sekadar mengamati bagaimana krisis iklim terjadi dan merasakan ancamannya saja dapat menimbulkan kecemasan, yang sering disebut sebagai eco-anxiety (kecemasan lingkungan) atau climate-anxiety (kecemasan iklim). Ada pula eco-grief, yang merupakan kesedihan yang luar biasa karena menyaksikan kerusakan lingkungan dan dampaknya terhadap segala hal. Masalah ini semakin meningkat, terutama di kalangan generasi muda yang mungkin merasa bahwa mereka tidak mempunyai kendali atas masa depan mereka di planet Bumi, sehingga menyebabkan kemarahan, keputusasaan, atau kelumpuhan.
Sebuah penelitian yang melibatkan 10.000 anak muda berusia 16 hingga 25 tahun di 10 negara mengungkapkan bahwa hampir 60% anak muda merasa ‘sangat khawatir’ terhadap perubahan iklim. Sanae Okamoto, seorang peneliti di bidang ilmu perilaku dan ilmu saraf kognitif, menjelaskan, “Penelitian ini menunjukkan bahwa sejumlah besar generasi muda di seluruh dunia menganggap pemerintah gagal mengatasi atau mengambil tindakan terhadap krisis iklim dengan cara yang koheren dan mendesak, serta menyatakan bahwa mereka merasa dikhianati dan diabaikan baik secara individu maupun atas nama generasi mendatang.”
Eco-anxiety adalah hal yang normal. Bagi kebanyakan orang, kecemasannya mungkin tidak parah. Namun, hal ini tetap dapat membentuk pandangan dan perilaku kita, seperti cara generasi muda mempertimbangkan kekhawatiran terhadap lingkungan dalam keputusan mereka untuk memiliki anak atau tidak.
Mengatasi Eco-anxiety
Peduli terhadap perubahan iklim bukan berarti kita harus mengabaikan kesehatan kita. Berikut beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk menjaga kesehatan mental di tengah krisis iklim.
- Lakukan apa yang bisa Anda lakukan. Penting untuk diingat bahwa meskipun kita semua mempunyai peran dalam memerangi perubahan iklim, tanggung jawab kita tidaklah sama. Bisnis dan pemerintah menanggung beban terbesar dalam hal ini. Sebagai warga negara dan konsumen, Anda hanya dapat melakukan apa yang Anda bisa dalam skala kecil, dan itu tidak masalah. Suara kolektif Anda, permintaan pasar, dan perilaku konsumsi kita masih dapat membantu mendorong perubahan menuju praktik yang lebih berkelanjutan.
- Ubah pola pikir untuk memperkuat solidaritas. Manusia dan alam mempunyai ketahanan; Anda tidak perlu menjadi penyelamat yang menghentikan krisis iklim. Meskipun ‘selamatkan planet’ adalah slogan umum, mengubah pola pikir Anda sehingga Anda menjadi bagian dari planet ini dan masyarakat yang bekerja sama dapat membantu meringankan beban mental Anda.
- Bijak dalam bermedia. “Doom-scrolling” di media sosial, berita bencana di seluruh dunia, dan laporan penurunan kualitas lingkungan hidup adalah cara-cara untuk terus mendapatkan informasi mengenai isu-isu perubahan iklim. Namun, Anda harus menyeimbangkan informasi-informasi negatif dengan hal-hal yang positif. Setiap hari, para ilmuwan, aktivis, dan berbagai pihak melakukan yang terbaik untuk mengatasi perubahan iklim. Jadi tenang, Anda tidak sendiri.
- Bergabung dengan komunitas. Menjadi bagian dari komunitas di lingkungan Anda akan membantu menciptakan dampak nyata yang lebih besar terhadap isu yang lebih spesifik. Hal ini juga berfungsi sebagai pengingat akan apa yang Anda perjuangkan dan bahwa Anda tidak sendirian dalam upaya dan perjuangan Anda.
- Carilah bantuan profesional jika diperlukan. Dukungan kesehatan mental masih memerlukan banyak perbaikan di seluruh dunia, namun mencari bantuan dari orang yang dicintai atau ahli kesehatan mental mesti diprioritaskan bila diperlukan dan memungkinkan. Selain untuk kesehatan Anda sendiri, hal ini juga dapat membekali diri Anda dengan lebih baik untuk membantu menciptakan masa depan yang lebih baik bagi manusia dan planet Bumi.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Kami harap konten ini bermanfaat bagi Anda.
Berlangganan Green Network Asia – Indonesia untuk mendapatkan akses tanpa batas ke semua kabar dan cerita yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah mempelajari ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di berbagai kota lintas Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkenalkan Naz pada masyarakat dan budaya yang beragam dan memperkaya perspektifnya. Dalam kehidupan profesionalnya, Naz memiliki passion dan pengalaman hampir satu dekade sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.