Mendorong Kebijakan Transisi yang Berkeadilan untuk Kurangi Konsumsi dan Produksi Daging

Pekerja memotong daging di pabrik. | Foto: USDA di Flickr.
Hewan adalah bagian penting dari sistem pangan dunia. Setiap harinya, banyak orang mengonsumsi hewan dan berbagai produk hewani turunannya, yang didukung oleh produksi hewan industrial. Namun, industri—terutama industri daging—berkontribusi signifikan terhadap emisi gas rumah kaca. Di tengah ancaman krisis iklim, mengurangi konsumsi dan produksi daging merupakan tindakan yang bijaksana.
Lantas, bagaimana kita dapat mencapai transisi yang berkeadilan di dalam produksi daging industrial dengan mempertimbangkan manusia, hewan, dan planet Bumi?
Hewan dalam Sistem Pangan
Daging dan produk hewani lainnya merupakan sumber protein dan nutrisi lainnya yang sangat penting, terutama bagi anak-anak, perempuan hamil dan menyusui, serta orang-orang dengan kebutuhan kesehatan tertentu. Bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak mampu membeli protein hewani, kekurangan protein hewani dapat menyebabkan seseorang mengalami malnutrisi dan risiko kesehatan lainnya,
Sementara itu, masyarakat di negara berpendapatan tinggi dan beberapa negara berpendapatan menengah cenderung mengonsumsi banyak daging, yang dimungkinkan oleh industri daging skala besar. Penelitian menemukan adanya kaitan antara tingkat konsumsi daging merah dan daging olahan yang tinggi dengan peningkatan risiko kesehatan. Selain itu, praktik industri daging saat ini juga berkaitan dengan munculnya zoonosis dan resistensi antibiotik.
Dari segi lingkungan, peternakan hewan berkontribusi besar terhadap emisi gas rumah kaca, penurunan keanekaragaman hayati dan hilangnya air, serta polusi. Penelitian telah menunjukkan bahwa sistem pangan—termasuk di dalamnya produksi hewan—menyumbang emisi yang cukup besar sehingga tidak mungkin membatasi pemanasan global hingga 1,5°C. Tak sampai di situ, industri hewan juga memunculkan masalah kesejahteraan hewan, di mana produksi daging industri sering kali diliputi oleh penderitaan hewan karena pengurungan, kandang yang sangat sempit, serta perlakuan buruk lainnya.
Perspektif Kebijakan
Produksi dan konsumsi hewan tidak menunjukkan tanda-tanda melambat. Jika tidak ada perubahan, konsumsi protein hewani dan produksi daging global diperkirakan akan terus meningkat. Meskipun demikian, beberapa pihak memperkirakan bahwa dominasi pasar daging akan berkurang dan digantikan oleh daging alternatif pada tahun 2040.
Banyak pemerintah di seluruh dunia secara aktif mendukung industri peternakan melalui subsidi, kebijakan perlindungan, dan kampanye. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), unggas, daging babi, daging kambing, dan daging sapi merupakan beberapa produk pangan yang menerima dukungan terbesar dari pemerintah, dengan sebagian besar subsidi diberikan pada produksi industri.
Sementara itu, beberapa negara seperti Singapura, Tiongkok, Denmark, Kanada, dan Belanda, sudah mulai mendukung pengembangan produk pengganti daging. Kenyataannya, Singapura merupakan negara pertama yang menyetujui penjualan produk daging hasil budidaya pada tahun 2020. Namun, implikasi kesehatan dan dampak sosial-ekonomi dari industri alternatif daging ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Transisi yang Berkeadilan dalam Produksi Daging Industri
Transformasi skala besar dan sistematis dalam praktik konsumsi dan produksi produk hewani saat ini memerlukan perubahan fundamental yang tegas dan berdampak pada seluruh pemangku kepentingan dalam industri ini. Karena itu, perubahan mesti selalu dilakukan dengan mempertimbangkan keadilan dan inklusivitas.
Serikat pekerja Amerika memperkenalkan istilah ‘transisi yang berkeadilan’ pada tahun 1970-an. Perjanjian ini menekankan pentingnya “melindungi hak-hak pekerja dan masyarakat yang akan kehilangan pekerjaan dan peluang ekonomi jika dihadapkan dengan peraturan lingkungan hidup yang baru.” Saat ini, prinsip transisi yang berkeadilan banyak diterapkan dalam isu-isu pembangunan berkelanjutan, seperti transisi energi.
Para peneliti, yang dipimpin oleh Cleo Verkuijl dari Stockholm Environment Institute (SEI), telah mengidentifikasi tantangan utama dalam mencapai transisi yang berkeadilan dalam praktik peternakan hewan dan mengurangi konsumsi dan produksi daging, di antaranya:
- Persediaan makanan dan pola makan sangat penting bagi kesejahteraan manusia dan sering kali melibatkan ikatan personal dan budaya yang kuat.
- Jutaan orang secara ekonomi bergantung pada peternakan, termasuk petani, masyarakat pedesaan, dan pekerja di seluruh rantai pasok makanan.
- Pasar daging global, yang bernilai sekitar US$1 triliun, terikat dengan kepentingan ekonomi dan politik yang signifikan.
- Hewan ternak akan terkena dampak langsung, dan kesejahteraan hewan perlu menjadi faktor pertimbangan.
Mengurangi Konsumsi dan Produksi Daging secara Menyeluruh
Para peneliti tersebut juga memperkenalkan kerangka kerja prinsip bagi para pembuat kebijakan untuk mendukung transisi yang berkeadilan dari produksi daging industri dan konsumsi berlebihan. Lima prinsip tersebut adalah:
- Mengurangi secara bertahap kebijakan, program, dan dukungan fiskal yang mendukung produksi dan konsumsi daging industri. Hal ini juga mencakup subsidi dan kampanye pedoman pola makan.
- Meningkatkan dukungan terhadap alternatif daging yang terjangkau dibandingkan daging yang diproduksi secara industri dan memastikan keadilan sosial, kesehatan manusia, dan kesejahteraan hewan dalam prosesnya. Hal ini dapat mencakup alternatif daging, protein nabati, atau peternakan skala kecil yang berkelanjutan.
- Memastikan proses perencanaan yang inklusif dan partisipatif dengan melibatkan pemangku kepentingan dari semua tingkatan.
- Memberikan dukungan kepada pemangku kepentingan untuk membantu mengimbangi dampak transisi, seperti upaya perlindungan sosial dan mekanisme pendanaan.
- Mengatasi akar penyebab ketidakadilan di sektor daging, seperti kemiskinan dan marginalisasi.
Jonathan Green, Ilmuwan Senior di SEI, mengatakan, “Perencanaan dan dukungan untuk transisi yang berkeadilan dalam peternakan hewan sangat penting jika kita ingin berhasil mengatasi krisis iklim, menjaga keanekaragaman hayati, dan kesehatan manusia. Pendekatan seperti ini dapat membantu memastikan gangguan diminimalkan dan manfaat dimaksimalkan bagi pekerja, masyarakat pedesaan, dan pihak lain yang terkena dampak sistem pangan kita.”
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Ia adalah seorang penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif berpengalaman dengan portofolio selama hampir satu dekade.