Polusi Cahaya dan Dampaknya terhadap Manusia dan Makhluk Hidup Lainnya

Foto: CHUTTERSNAP di Unsplash.
Listrik telah mempermudah banyak hal, termasuk memberikan penerangan agar kita dapat melihat pada malam hari. Namun, cahaya lampu juga memiliki sisi gelapnya. Polusi cahaya buatan menjadi permasalahan yang semakin mendesak, yang berdampak terhadap manusia dan seluruh makhluk hidup di Bumi. Namun, permasalahan ini sering diabaikan.
Cahaya Dimana-mana
Polusi cahaya berasal dari penggunaan lampu buatan di luar ruangan secara berlebihan atau tidak tepat. Bentuk paling umum adalah pijaran langit, yakni cerahnya langit malam akibat cahaya lampu gedung, mobil, lampu jalan, baliho, dan infrastruktur lainnya. Dengan pesatnya urbanisasi dan perubahan gaya hidup di seluruh dunia, pijaran langit telah dianggap sebagai hal yang biasa.
Selain pijaran langit, ada juga jenis polusi cahaya lainnya, seperti silau, cahaya semrawut (clutter), dan cahaya luber. Silau terjadi karena kecerahan berlebihan, yang mengganggu kenyaman visual seperti pada lampu depan mobil. Sementara itu, cahaya semrawut terjadi ketika cahaya terang yang berlebihan dan membingungkan berkumpul menjadi satu di suatu tempat, seperti di Times Square New York. Contoh polusi cahaya lainnya adalah cahaya luber (light trespass), yakni cahaya yang menerangi area yang tidak diperlukan atau bersifat pribadi, seperti jendela kamar tidur.
Karena sebagian besar lampu buatan luar ruangan tidak ditempatkan dengan baik, cahayanya menyebar ke langit malam, menerangi area-area yang seharusnya tetap gelap. Jangkauan polusi cahaya telah menjadi begitu luas sehingga setidaknya 80% penduduk dunia hidup di bawah polusi cahaya. Selain Amerika dan negara-negara Eropa, Singapura, Qatar, dan Kuwait adalah beberapa negara dengan polusi cahaya paling tinggi di dunia.
Akibat polusi cahaya, galaksi pun menghilang dari pandangan kita. Lebih dari sepertiga umat manusia tidak dapat melihat galaksi Bima Sakti di tempat mereka berada. Wilayah tersebut meliputi wilayah transnasional Belgia/Belanda/Jerman, kota Boston hingga Washington di AS, wilayah London hingga Liverpool di Inggris, wilayah dekat Kairo di Mesir, dan wilayah sekitar Beijing dan Hong Kong di China dan Taiwan.
Dampak Polusi Cahaya terhadap Kesehatan Manusia
Cahaya di malam hari dapat mengganggu tidur. Cahaya menurunkan produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur dan dilepaskan secara alami dalam tubuh manusia saat cahaya redup. Gangguan ini mengganggu ritme sirkadian dan mengakibatkan gangguan tidur.
Penelitian menunjukkan bahwa dampak cahaya tidak berhenti pada gangguan tidur saja. Dampak lainnya adalah melemahnya fungsi kekebalan tubuh, kelelahan, sakit kepala, stres, kecemasan, dan gangguan mental lainnya. Penelitian lebih lanjut juga menunjukkan hubungan antara penurunan kadar melatonin dan peningkatan risiko obesitas, diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kanker terkait hormon.
Dampak Cahaya terhadap Makhluk Hidup Lainnya
Polusi cahaya juga berdampak pada spesies lain. Banyak hewan, terutama hewan nokturnal, bergantung pada siklus alami pada siang hari. Bagi mereka, polusi cahaya buatan pada malam hari dapat menyebabkan disorientasi, terganggunya pola migrasi dan reproduksi, serta peningkatan angka kematian.
Christopher Kyba, fisikawan dan pakar polusi cahaya, menjelaskan, “Ketika berevolusi, kehidupan mengalami peralihan teratur dari siang hari ke malam hari, dan hal ini sangat penting bagi kehidupan awal untuk beradaptasi terhadap hal tersebut. Dan selama ratusan juta tahun, kita mengalami kondisi yang sama sepanjang waktu, bulan dan musim, dan sekarang tiba-tiba, lingkungan cahaya di malam hari benar-benar berbeda dari keadaan selama periode evolusi ini. Dan hal ini benar-benar membuat banyak organisme terganggu karena hal ini tidak seperti yang mereka biasa alami.”
Sebagai contoh, polusi cahaya mengakibatkan 62% lebih sedikit kunjungan penyerbuk malam hari ke bunga dan penurunan 52% populasi ulat di area-area dimana terdapat lampu jalan. Cahaya lampu juga membingungkan penyu saat bermigrasi sehingga mereka tersesat dan sering mati.
Burung juga terkena dampaknya. Setiap tahun, jutaan burung migran di AS mati karena bertabrakan dengan gedung pencakar langit yang terang benderang. Di Jerman, akibat polusi cahaya dan polusi suara, burung-burung hitam di perkotaan menjadi aktif—bangun dan berkicau—lima jam lebih awal dibandingkan burung hitam di daerah pedesaan yang lebih alami.
Mengatasi Polusi Cahaya
Seperti halnya polusi suara, polusi cahaya juga merupakan masalah yang kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan polusi air, polusi udara, dan polusi tanah yang lebih nyata dan mendesak. Selain berdampak terhadap manusia dan seluruh makhluk hidup, polusi cahaya juga berarti pemborosan energi yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, pengelolaan yang cermat sangat penting untuk meningkatkan kesehatan kita, melindungi lingkungan, dan menggunakan energi secara lebih efektif.
Polusi cahaya dapat dikurangi dengan perlengkapan lampu yang dirancang dan ditempatkan dengan benar dan dipandu oleh peraturan yang ketat. Merujuk pada pedoman pencahayaan di pantai penyu, kuncinya adalah “jaga agar tetap rendah, tetap panjang, dan tetap terlindungi”. Rendah berarti menggunakan watt dan lumen terendah dan menjaganya sedekat mungkin dengan tanah. Panjang berarti menggunakan lampu dengan gelombang yang panjang, seperti lampu berwarna kuning, oranye, atau merah. Terakhir, terlindung berarti lampu harus ditempatkan jauh dari arah yang tidak diperlukan.
Beberapa negara dan kota di seluruh dunia telah memulai upaya mereka dengan menerapkan peraturan, solusi berbasis infrastruktur, dan teknologi pintar. Negara pertama yang memberlakukan undang-undang untuk mengatasi polusi cahaya adalah Republik Ceko pada tahun 2002, yang mengharuskan semua lampu luar ruangan dilindungi dan tidak melebihi garis horizontal. Tiang bendera di AS telah menjadi Kota Langit Gelap dengan tindakan serupa.
Ada banyak cara sederhana namun efektif untuk mengurangi polusi cahaya di malam hari tanpa mengorbankan keselamatan manusia. Pada akhirnya, analisis menyeluruh terhadap situasi dan kolaborasi multi-pemangku kepentingan dapat memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh manusia tidak membawa dampak buruk terhadap masa depan dan lingkungan kita.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Konten Publik GNA berupaya menginspirasi perubahan sosial skala besar dengan menyediakan pendidikan dan advokasi keberlanjutan yang dapat diakses oleh semua orang tanpa biaya. Jika Anda melihat Konten Publik kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan GNA Indonesia. Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional sekaligus mendukung keberlanjutan finansial GNA untuk terus memproduksi konten-konten yang tersedia untuk umum ini.
Naz adalah Manajer Publikasi Digital Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.