Piala Dunia 2022: Perihal Perlakuan Tak Layak terhadap Pekerja Migran dan Greenwashing
Sebelumnya, Green Network menerbitkan artikel mengenai Strategi Keberlanjutan Piala Dunia 2022. Mengingat banyak acara besar dunia yang membanggakan rancangan dan peta keberlanjutan mereka, peringatan mengenai greenwashing pun muncul. Klaim dan janji bagaikan rayuan gombal yang memperdaya, menyembunyikan bahaya dari acara-acara tersebut yang dapat berakibat buruk bagi masyarakat dan planet bumi.
Untuk Qatar 2022, persoalan utama adalah netralitas karbon dan perlakuan tidak layak pekerja migran.
Greenwashing
Carbon Market Watch (CMW; Pengawas Pasar Karbon), organisasi nirlaba yang aktif di Uni Eropa, telah menerbitkan sebuah laporan yang meragukan netralitas karbon turnamen tersebut. Laporan tersebut fokus pada dua hal: perkiraan emisi karbon yang terlalu rendah dan kredibilitas pengimbangan karbon yang diragukan.
Gilles Dufrasne dari CMW berkata, “Bukti-bukti menunjukkan bahwa emisi dari Piala Dunia ini diperkirakan akan lebih tinggi daripada taksiran penyelenggara, dan kredit karbon yang dibeli untuk mengimbangi emisi yang dihasilkan oleh turnamen tersebut tampaknya tidak akan berdampak cukup positif bagi iklim.”
Pada pokoknya, laporan itu mengatakan bahwa Qatar 2022 kurang cermat dalam memperkirakan jejak karbon stadion dengan menghitungnya untuk waktu seumur hidup sedangkan pemanfaatan di masa depan belum begitu pasti. CMW memperkirakan emisi seharusnya sekitar delapan kali lebih tinggi daripada yang telah dihitung.
Mengenai pengimbangan karbon, CMW menyebutkan bahwa Global Carbon Council (GCC; Dewan Karbon Global) merupakan sistem kredit baru yang dibuat untuk Piala Dunia 2022. Terlebih lagi, beberapa bulan sebelum turnamen, GCC hanya mengeluarkan 130,000 dari 1,8 juta kredit yang dijanjikan. CMW juga mempertanyakan karbon yang disimpan di dalam ruang hijau yang baru dibangun karena kemungkinan berumur pendek.
Tanggapan mengenai Greenwashing
FIFA tetap berpegang pada penghitungan emisinya terkait stadion karena asosiasi tersebut telah memiliki “rancangan warisan dan model bisnis yang mendetail” mengenai hal-hal setelah acara selesai, demikian menurut laporan Guardian. Sebagai tambahan, desain modular pada stadion memudahkannya untuk dibongkar kelak.
Qatar 2022 juga membela diri mengenai penggunaan sistem kredit GCC, mengklaim bahwa hal tersebut telah disetujui beberapa pihak, termasuk lembaga PBB Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Mengenai ruang hijau, FIFA mengatakan, “Banyak pohon dari kebun pembibitan adalah varietas endemik dari kawasan itu, tahan terhadap kekeringan, dan akan ditanam ulang di sekitar area stadion setelah turnamen.
Perlakuan Tak Layak terhadap Pekerja Migran
Untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia, Qatar memerlukan proyek pembangunan besar-besaran untuk stadion, bandara baru, pelabuhan baru, jalur kereta bawah tanah baru, lebih dari 100 hotel, dan berbagai infrastruktur lainnya. Biaya yang diperkirakan mencapai $200 triliun.
Biaya kemanusiaannya, bagaimana pun juga, mungkin lebih daripada itu.
Negara tersebut mempekerjakan lebih daripada dua juta pekerja asing, terutama dari Asia Selatan, dan hampir separuh dari mereka bekerja di proyek konstruksi. Pada Februari 2021, Guardian melaporkan kematian 6,500 pekerja di Qatar semenjak Qatar terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 pada tahun 2010. Data ini hanya mencakup pekerja migran dari India, Bangladesh, Nepal, Sri Lanka, dan Pakistan.
Penyebab kematian yang paling umum adalah “kematian alamiah”, kebanyakan disebabkan kegagalan jantung dan pernapasan. Sebuah temuan oleh Guardian dan penelitian oleh Organisasi Buruh Internasional mengungkapkan suhu panas Qatar yang menyebabkan tekanan fisik yang signifikan bagi para pekerja dan menjadi faktor kematian banyak pekerja.
“Ada ketidakjelasan dan transparansi yang nyata mengenai kematian mereka. Sudah seharusnya bagi Qatar untuk memperbaiki tolok ukur kesehatan dan keselamatan para pekerja,” ujar May Romanos dari Amnesty International.
Tanggapan mengenai Perlakuan Tak Layak terhadap Pekerja Migran
Meskipun pemerintah Qatar tidak pernah secara langsung menyangkal jumlah kematian tersebut, mereka keberatan dengan dugaan adanya perlakuan tidak layak kepada para pekerja yang berlangsung secara endemik tersebut. Seorang juru bicara menyampaikan bahwa jumlah kematian tersebut wajar jika melihat jumlah pekerja migran yang ada. Mereka juga membesar-besarkan bagaimana warga negara setempat maupun warga negara asing memiliki akses fasilitas kesehatan secara gratis.
Juru bicara FIFA mengatakan bahwa mereka sepenuhnya berkomitmen melindungi hak-hak para pekerja sesuai yang diklaim dalam Strategi Keberlanjutan. Mereka menambahkan, “Frekuensi kecelakaan di lokasi konstruksi tergolong rendah dibandingkan dengan banyaknya proyek konstruksi besar lainnya di seluruh dunia.”Namun, klaim tersebut disampaikan tanpa bukti.
Pemulihan bagi Perlakuan Tak Layak terhadap Pekerja Migran
Pada Mei 2022, Amnesty International mengirim surat terbuka kepada Presiden FIFA Gianni Infantino, mendesak FIFA untuk mempersiapkan setidaknya $440 juta kompensasi untuk memulihkan perlakuan tidak layak terhadap para pekerja. Surat tersebut disertai dengan laporan rinci tentang alasannya.
“Kendati mungkin sudah terlambat untuk menghapus perlakuan tidak layak pada masa lalu, FIFA dan Qatar dapat dan harus bertindak untuk memberikan ganti rugi dan mencegah pelanggaran lebih lanjut terjadi,” kata Agnès Callamard, Sekretaris Jenderal Amnesty International.
Kementerian Tenaga Kerja Qatar menanggapi laporan ini dengan sedikit keberatan. Mereka mengatakan, “Laporan baru tersebut merusak niat baik yang telah dihasilkan. Keterlibatan akan memberi hasil yang lebih baik daripada penghukuman, terutama jika tuntutan tersebut tidak masuk akal.”
Klaim Keberlanjutan dan Penangguhan
Kita semua memiliki peran dalam pembangunan berkelanjutan, tetapi porsinya tak sama. Acara-acara global besar-besaran memiliki dampak besar terhadap bumi dan kita secara keseluruhan, sehingga penting untuk tetap waspada terhadap realitas klaim keberlanjutan itu. Demi manusia dan bumi, keberlanjutan harus lebih daripada sekadar slogan untuk menyenangkan publik.
Penerjemah: Gayatri W.M
Editor: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Kami harap konten ini bermanfaat bagi Anda.
Berlangganan Green Network Asia – Indonesia untuk mendapatkan akses tanpa batas ke semua kabar dan cerita yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah mempelajari ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di berbagai kota lintas Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkenalkan Naz pada masyarakat dan budaya yang beragam dan memperkaya perspektifnya. Dalam kehidupan profesionalnya, Naz memiliki passion dan pengalaman hampir satu dekade sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.