Bali Rentangkan Sayap untuk Pemulihan Ekonomi yang Lebih Kuat
Bali merupakan salah satu destinasi liburan top dunia, dengan sajian pemandangan yang indah, budaya yang kaya, dan makanan yang lezat. Pulau ini merupakan salah satu wajah utama pariwisata Indonesia. Sampai kemudian, pandemi COVID-19 menerjang.
Syukurnya, Bali perlahan-lahan pulih dari dampak pandemi dengan baik dalam hal kesehatan masyarakat. Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, “Angka vaksinasi terus meningkat. Dosis pertama mencapai 106%, dosis kedua mencapai 97%, dan booster mencapai lebih dari 80%. Angka ini merupakan yang tercepat dan tertinggi di Indonesia.”
Bagaimana dengan pemulihan ekonomi Bali?
Angka dan Data
Mari kita membahas angka.
Menurut data Badan Pusat Statistik, penyerapan tenaga kerja 405.550 orang di Bali mengalami dampak negatif pandemi COVID-19 per Februari 2022. Mereka kehilangan jam kerja atau bahkan kehilangan pekerjaan sama sekali. Jumlah tersebut merupakan peningkatan dari data Agustus 2021 yang terdampak sebanyak 714.120 orang.
Laporan Bank Indonesia mempertegas hal itu. Pada awal pandemi COVID-19 pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Bali berada pada angka -9,31%. Angka 2021 masih mengkhawatirkan (-2,47%), tetapi pada 2022 tampaknya akan membaik.
Kuartal pertama 2022 membawa pertumbuhan ekonomi 1,46% di wilayah tersebut. Pada kuartal kedua, jumlahnya meningkat menjadi 3,04%. Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan Bali pada akhir tahun 2022 akan meningkat hingga mencapai 3,80% – 4,60%.
Industri Pariwisata Bali
Sekarang, mari kita letakkan angka-angka tersebut ke dalam konteksnya. Pandemi COVID-19 mematikan sementara industri pariwisata global karena kebijakan pembatasan perjalanan dan penutupan perbatasan. Situasi ini menghantam Bali dengan keras. Pariwisata tidak diragukan lagi merupakan sumber pendapatan nomor satu di provinsi ini, dan tiba-tiba itu hilang, menyebabkan banyak orang tak memiliki pendapatan dan tak punya rencana cadangan.
Keadaan ekonomi Bali mulai membaik ketika pariwisata mulai hidup kembali. Pemerintah Indonesia membuka gerbang ke Bali untuk pengunjung internasional pada Oktober 2021. Tak lama kemudian, pada Maret 2022, gerbang ke Bali semakin lebar karena Visa on Arrival (Visa Kunjungan Saat Kedatangan) dan berakhirnya kebijakan karantina pascapenerbangan.
Hal lain yang mempercepat pemulihan pariwisata Bali adalah menjadi tuan rumah acara penting internasional. Pada bulan Mei acara Global Platform for Disaster Risk Reduction digelar dengan peserta dari 193 negara.
Acara yang paling menonjol adalah KTT G20 2022 pada bulan November mendatang sebagai bagian dari Presidensi G20 Indonesia. Acara ini adalah pertemuan tahunan G20, sebuah forum internasional untuk ekonomi utama dunia, yang akan mencakup lebih dari 10.000 peserta dari seluruh dunia.
Hari ini, wisatawan domestik dan mancanegara kembali meramaikan Bali. Jumlah wisatawan mancanegara mencapai 60% saat peak season di bulan Juli. Bisnis yang mendukung pariwisata dan perhotelan, seperti akomodasi, makanan & minuman, perdagangan, transportasi, dan konstruksi, memainkan peran penting dalam pemulihan ekonomi Bali.
Pemulihan Memerlukan Lebih dari Sekadar Pariwisata
Kunci pemulihan ekonomi Bali yang kokoh terletak pada perluasan sektor. Memulihkan ke keadaan seperti semula tidak akan cukup. Menciptakan ekonomi yang lebih tangguh untuk wilayah ini sangat penting, yang berarti perlu fokus pada sektor lain yang selama ini nyaris ‘ditinggalkan’ jika dibanding dengan pariwisata.
Dolfie O.F.P, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, mengakui industri pariwisata sebagai sektor utama Bali. Namun, ia juga menyoroti sektor pertanian dan UKM (Usaha Kecil Menengah) sebagai pendukung yang tak kalah penting.
Masukan ini diamini oleh Eriko Sotarduga, anggota Komisi XI DPR RI. Ia mengatakan, “Bali, pada identitas intinya, memiliki sektor pertanian yang kuat. Bali juga memiliki kesenian berkualitas tinggi seperti lukisan, pematung, dan lain-lain.”
Pada rapat Komisi XI DPR RI bulan Juli lalu, pemerintah kota dan provinsi Bali memaparkan strategi yang menjanjikan untuk mempercepat pertumbuhan dan pemulihan ekonomi. Misalnya, wilayah Denpasar, Klungkung, dan Karangasem ingin fokus mengembangkan sektor pariwisata, pertanian, industri kreatif, dan UKM.
Program, lokakarya, seminar, dan pelatihan dari pemerintah dan sektor swasta muncul bersama untuk mendukung strategi pembangunan multi-sektor ini. Salah satunya adalah INKURI (Inkubator Bisnis Berkelanjutan) oleh Yayasan Pratisara Bumi Lestari. Program ini berlangsung selama sembilan bulan, dari Oktober 2021 hingga Agustus 2022, dan berfokus pada kerajinan, pangan pertanian, dan pariwisata berkelanjutan.
“Sekarang kita belajar dari pandemi COVID-19 agar Bali tidak hanya mengandalkan satu sektor primer saja yang bisa membuat semuanya lumpuh saat menghadapi pandemi,” kata Dolfie.
Penerjemah & Editor: Abul Muamar
Baca versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Kami harap konten ini bermanfaat bagi Anda.
Berlangganan Green Network Asia – Indonesia untuk mendapatkan akses tanpa batas ke semua kabar dan cerita yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia.
Naz adalah Manajer Editorial Internasional di Green Network Asia. Ia pernah mempelajari ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di berbagai kota lintas Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkenalkan Naz pada masyarakat dan budaya yang beragam dan memperkaya perspektifnya. Dalam kehidupan profesionalnya, Naz memiliki passion dan pengalaman hampir satu dekade sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.