Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Friendship Bench Menjembatani Kesenjangan Layanan Kesehatan Mental

Inisiatif Friendship Bench menunjukkan bagaimana terapi “duduk dan berbicara” berbasis komunitas dapat berfungsi sebagai perawatan kesehatan mental yang layak.
Oleh Dinda Rahmania
4 Agustus 2025
dua orang duduk dan berbicara di bangku kayu

Sesi terapi pemecahan masalah di Friendship Bench di Harare, Zimbabwe. | Foto: Costa Juta di Wikimedia Commons.

Kesehatan mental merupakan bagian integral dari kesejahteraan secara keseluruhan. Namun, masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan terus meningkat, terutama di tengah berbagai krisis dan perkembangan teknologi yang pesat. Sayangnya, akses ke layanan kesehatan mental masih terbatas, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah; dan hal ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan solusi kesehatan mental yang inklusif dan terjangkau. Inisiatif Friendship Bench menunjukkan bagaimana terapi “duduk dan bicara” berbasis komunitas dapat menjadi perawatan kesehatan mental yang layak.

Kesenjangan Perawatan Kesehatan Mental di Negara-Negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah

Kesehatan mental mempengaruhi perasaan, perilaku, atau pikiran seseorang. Masalah kesehatan mental dapat terjadi di seluruh siklus kehidupan, mulai dari anak-anak hingga lansia, dan dapat bersumber dari pengalaman hidup, seperti kerugian sosial, trauma, kesepian, hingga penyebab fisik seperti cedera atau kondisi neurologis.

Karena kesehatan mental dan fisik saling terkait, fasilitas perawatan bagi orang-orang dengan gangguan kesehatan mental sangat penting untuk mengelola gejala mereka dan memastikan kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Namun, kawasan dengan prevalensi masalah kesehatan mental yang tinggi, seperti negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, masih menghadapi kesenjangan dalam perawatan kesehatan mental.

Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, tempat sebagian besar populasi dunia tinggal, lebih dari 80% orang memiliki masalah kesehatan mental. Ironisnya, hingga 85% dari mereka tidak menerima perawatan apa pun, sebagian besar disebabkan oleh kurangnya akses ke fasilitas perawatan kesehatan mental, kurangnya tenaga profesional, dan hambatan finansial.

Selain itu, stigmatisasi terhadap penyakit mental seringkali memperburuk masalah, menyebabkan banyak orang menghindari mencari bantuan. Kesenjangan dalam perawatan kesehatan mental ini menekankan kebutuhan mendesak akan intervensi perawatan kesehatan mental yang berbiaya rendah, inklusif, dan dapat ditingkatkan, terutama di daerah dengan sumber daya terbatas.

Friendship Bench Berupaya Menjembatani Kesenjangan

Menjaga kesehatan mental dapat dimulai dengan obrolan sederhana. Friendship Bench, sebuah inisiatif yang dikembangkan oleh sekelompok dokter di Zimbabwe, menawarkan terapi bicara berbasis komunitas sebagai perawatan kesehatan mental.

Anggota masyarakat yang mencari perawatan kesehatan mental dipandu untuk duduk dan berbicara dengan tenaga kesehatan masyarakat terlatih di bangku kayu yang tersedia di ruang komunitas atau klinik kesehatan primer. Uniknya, Friendship Bench menggandeng nenek-nenek lokal yang telah terlatih untuk memberikan terapi pemecahan masalah yang menekankan pentingnya mendengarkan, empati, dan koneksi tanpa menghakimi. Friendship Bench menyediakan terapi kognitif dan perilaku tingkat perawatan primer untuk mengatasi kondisi kesehatan mental di masyarakat.

Hasil dari terapi Friendship Bench ini tidak bisa dianggap sebelah mata. Sebagai perbandingan, sekitar 48% pasien perawatan standar masih mengalami gejala kecemasan, sementara pasien Friendship Bench yang mengalami gejala lebih lanjut setelah perawatan memiliki tingkat yang lebih rendah, yaitu 12%. Di luar Zimbabwe, Friendship Bench telah meluas ke negara-negara lain seperti Malawi, Kenya, dan bahkan ke kota-kota berpenghasilan tinggi seperti New York City dan London.

Memastikan Tidak Ada yang Tertinggal di Belakang

Sumber daya yang terbatas serta stigma harus diatasi sebagai bagian dari penguatan layanan kesehatan mental yang inklusif. Solusi berbiaya rendah dan terukur seperti Friendship Bench menunjukkan bahwa dukungan kesehatan mental dapat didekatkan kepada masyarakat, terutama jika disesuaikan dengan kebutuhan lokal.

Untuk mencapai hal ini, para pemimpin daerah, pemerintah, dan anggota masyarakat harus bekerja sama untuk memfokuskan perhatian pada kesehatan mental. Berinvestasi dalam program-program berbasis komunitas, pelatihan dan pemberian insentif kepada tenaga kesehatan lokal, serta mengintegrasikan layanan kesehatan mental ke dalam layanan primer merupakan langkah kunci yang diperlukan.

Kesehatan mental bukan sekadar masalah medis; melainkan bagian dari pembangunan manusia dan keadilan sosial. Masyarakat memiliki kekuatan besar untuk menjembatani kesenjangan layanan dan memastikan tidak ada seorang pun yang tertinggal di belakang.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Dinda Rahmania
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Dinda adalah Reporter di Green Network Asia. Ia belajar Ilmu Hubungan Internasional di President University. Dinda bersemangat menulis seputar isu keberagaman, konsumsi berkelanjutan, dan pemberdayaan.

  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Bagaimana Ongi River Movement di Mongolia Melindungi Manusia dan Lingkungan
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Bagaimana Upaya China dalam Meningkatkan Layanan Kesehatan di Tingkat Daerah
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Menengok Pelatihan Pemuda Desa di India untuk Kembangkan Pariwisata Berkelanjutan
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik

Continue Reading

Sebelumnya: Menempatkan Anak di Jantung Isu Iklim: Refleksi tentang Hak Anak dari ARNEC 2025
Berikutnya: Halmahera Wildlife Photography: Ikhtiar Pelestarian Satwa Liar di Maluku Utara Lewat Fotografi

Lihat Konten GNA Lainnya

Fasilitas LNG di dekat laut. Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi

Oleh Andi Batara
29 Oktober 2025
Sebuah nampan berisi ikan yang di sekitarnya terdapat sikat, pisau, dan makanan laut lainnya. Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan

Oleh Attiatul Noor
29 Oktober 2025
Pembangkit listrik tenaga nuklir dengan dua menara pendingin besar yang mengeluarkan uap di malam hari, dikelilingi lampu-lampu dan struktur industri lainnya. Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
28 Oktober 2025
Seorang pria menjual dan mengipas jagung bakar di samping meja yang penuh dengan kelapa muda. Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia

Oleh Nazalea Kusuma dan Dina Oktaferia
28 Oktober 2025
Cover buku We are Eating the Earth: The Race to Fix Our Food System and Save Our Climate oleh Michael Grunwald. Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Resensi Buku

Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?

Oleh Jalal
27 Oktober 2025
orang-orang diatas pohon saling membantu naik ke atas Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia

Oleh Cut Nurul Aidha dan Aimee Santos-Lyons
27 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia