Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Mengatasi Eco-Anxiety di Tengah Ancaman Krisis Iklim

Perubahan iklim dan kesehatan mental saling berhubungan, dan kini muncul apa yang disebut sebagai eco-anxiety atau kecemasan terhadap kondisi lingkungan. Bagaimana kita dapat mengatasinya?
Oleh Nazalea Kusuma
20 Desember 2023
seorang perempuan memegang kepala dengan mata terpejam di samping ilustrasi perubahan iklim dan polusi plastik

Foto: Wayhomestudio di Freepik.

Menghadapi krisis iklim bukan perkara mudah. Orang-orang menjadi lebih sadar akan perubahan iklim dan dampaknya karena mengalaminya secara langsung. Perubahan iklim bahkan turut mempengaruhi kesehatan mental, dan kini muncul apa yang disebut sebagai eco-anxiety atau kecemasan terhadap kondisi lingkungan. Lalu, bagaimana kita bisa menjaga kesehatan mental di tengah krisis iklim?

Perubahan Iklim dan Kesehatan Mental

Perubahan iklim telah meningkatkan intensitas cuaca ekstrem di seluruh dunia, seperti kekeringan, banjir, angin topan, hingga kebakaran hutan. Kehancuran, kehilangan, dan pengungsian yang diakibatkannya dapat menimbulkan trauma, menyebabkan gangguan stres pascatrauma (PTSD), kecemasan, hingga depresi. Pendeknya, baik kita secara aktif berjuang untuk menghentikan atau sekadar menjalaninya, perubahan iklim dapat berdampak buruk pada kesejahteraan mental orang-orang.

Laporan AR6 dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyatakan bahwa anak-anak dan remaja sangat rentan terhadap stres pasca-trauma akibat cuaca ekstrem, dan peningkatan kerentanan terhadap masalah kesehatan mental mungkin akan terus berlanjut hingga masa dewasa.

Laporan tersebut juga mengeksplorasi faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesejahteraan mental kita. Misalnya, paparan terhadap panas dan polusi yang berkepanjangan dapat mengakibatkan kasus bunuh diri, masuk rumah sakit jiwa, keadaan darurat gangguan mental, kecemasan, depresi, dan stres akut. Selain itu, masalah kesehatan mental mungkin muncul dari dampak tidak langsung perubahan iklim, seperti kerawanan pangan dan dampak ekonomi yang dialami petani akibat kekeringan.

Eco-anxiety, Eco-grief, dan Lainnya

Orang-orang yang secara pribadi belum pernah mengalami dampak ekstrem perubahan iklim juga merasakan dampak mental. Aktivis perubahan iklim dan ilmuwan iklim kemungkinan besar akan mengalami kelelahan dan keputusasaan akibat sulitnya mencapai kemajuan menuju keberlanjutan (sustainability).

Sekadar mengamati bagaimana krisis iklim terjadi dan merasakan ancamannya saja dapat menimbulkan kecemasan, yang sering disebut sebagai eco-anxiety (kecemasan lingkungan) atau climate-anxiety (kecemasan iklim). Ada pula eco-grief, yang merupakan kesedihan yang luar biasa karena menyaksikan kerusakan lingkungan dan dampaknya terhadap segala hal. Masalah ini semakin meningkat, terutama di kalangan generasi muda yang mungkin merasa bahwa mereka tidak mempunyai kendali atas masa depan mereka di planet Bumi, sehingga menyebabkan kemarahan, keputusasaan, atau kelumpuhan.

Sebuah penelitian yang melibatkan 10.000 anak muda berusia 16 hingga 25 tahun di 10 negara mengungkapkan bahwa hampir 60% anak muda merasa ‘sangat khawatir’ terhadap perubahan iklim. Sanae Okamoto, seorang peneliti di bidang ilmu perilaku dan ilmu saraf kognitif, menjelaskan, “Penelitian ini menunjukkan bahwa sejumlah besar generasi muda di seluruh dunia menganggap pemerintah gagal mengatasi atau mengambil tindakan terhadap krisis iklim dengan cara yang koheren dan mendesak, serta menyatakan bahwa mereka merasa dikhianati dan diabaikan baik secara individu maupun atas nama generasi mendatang.”

Eco-anxiety adalah hal yang normal. Bagi kebanyakan orang, kecemasannya mungkin tidak parah. Namun, hal ini tetap dapat membentuk pandangan dan perilaku kita, seperti cara generasi muda mempertimbangkan kekhawatiran terhadap lingkungan dalam keputusan mereka untuk memiliki anak atau tidak.

Mengatasi Eco-anxiety

Peduli terhadap perubahan iklim bukan berarti kita harus mengabaikan kesehatan kita. Berikut beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk menjaga kesehatan mental di tengah krisis iklim.

  • Lakukan apa yang bisa Anda lakukan. Penting untuk diingat bahwa meskipun kita semua mempunyai peran dalam memerangi perubahan iklim, tanggung jawab kita tidaklah sama. Bisnis dan pemerintah menanggung beban terbesar dalam hal ini. Sebagai warga negara dan konsumen, Anda hanya dapat melakukan apa yang Anda bisa dalam skala kecil, dan itu tidak masalah. Suara kolektif Anda, permintaan pasar, dan perilaku konsumsi kita masih dapat membantu mendorong perubahan menuju praktik yang lebih berkelanjutan.
  • Ubah pola pikir untuk memperkuat solidaritas. Manusia dan alam mempunyai ketahanan; Anda tidak perlu menjadi penyelamat yang menghentikan krisis iklim. Meskipun ‘selamatkan planet’ adalah slogan umum, mengubah pola pikir Anda sehingga Anda menjadi bagian dari planet ini dan masyarakat yang bekerja sama dapat membantu meringankan beban mental Anda.
  • Bijak dalam bermedia. “Doom-scrolling” di media sosial, berita bencana di seluruh dunia, dan laporan penurunan kualitas lingkungan hidup adalah cara-cara untuk terus mendapatkan informasi mengenai isu-isu perubahan iklim. Namun, Anda harus menyeimbangkan informasi-informasi negatif dengan hal-hal yang positif. Setiap hari, para ilmuwan, aktivis, dan berbagai pihak melakukan yang terbaik untuk mengatasi perubahan iklim. Jadi tenang, Anda tidak sendiri.
  • Bergabung dengan komunitas. Menjadi bagian dari komunitas di lingkungan Anda akan membantu menciptakan dampak nyata yang lebih besar terhadap isu yang lebih spesifik. Hal ini juga berfungsi sebagai pengingat akan apa yang Anda perjuangkan dan bahwa Anda tidak sendirian dalam upaya dan perjuangan Anda.
  • Carilah bantuan profesional jika diperlukan. Dukungan kesehatan mental masih memerlukan banyak perbaikan di seluruh dunia, namun mencari bantuan dari orang yang dicintai atau ahli kesehatan mental mesti diprioritaskan bila diperlukan dan memungkinkan. Selain untuk kesehatan Anda sendiri, hal ini juga dapat membekali diri Anda dengan lebih baik untuk membantu menciptakan masa depan yang lebih baik bagi manusia dan planet Bumi.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Nazalea Kusuma
Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Naz adalah Manajer Publikasi Digital Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.

  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengulik Tren Gaya Hidup Minimalis di TikTok
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengatasi Tantangan dalam Implementasi Adaptasi Berbasis Ekosistem (EbA)
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Polusi Cahaya dan Dampaknya terhadap Manusia dan Makhluk Hidup Lainnya
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Menurunnya Keterampilan Literasi Orang Dewasa di Seluruh Dunia

Continue Reading

Sebelumnya: Kerusakan Ekosistem Danau dan Pentingnya Pengelolaan Danau Berkelanjutan
Berikutnya: Indonesia-UEA Sepakat Dirikan Pusat Penelitian Mangrove Internasional di Bali

Artikel Terkait

seekor orangutan duduk di ranting pohon di hutan GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Oleh Abul Muamar
20 Juni 2025
mesin tik dengan kertas bertuliskan “artificial intelligence” Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab
  • Kabar
  • Unggulan

Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab

Oleh Ayu Nabilah
20 Juni 2025
Pulau-pulau kecil di tengah laut Raja Ampat Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam
  • Kabar
  • Unggulan

Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam

Oleh Andi Batara
19 Juni 2025
bunga matahari yang layu Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana

Oleh Kresentia Madina
19 Juni 2025
tulisan esg di atas peta negara ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?
  • Opini
  • Unggulan

ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?

Oleh Setyo Budiantoro
18 Juni 2025
beberapa megafon terpasang pada pilar Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik

Oleh Kresentia Madina
18 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.