Mengakhiri Krisis Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja
Kita semua mungkin pernah mendengar pepatah “Pikiran yang sehat sangat penting untuk hidup sehat.” Namun, kesehatan mental masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang paling diabaikan saat ini. Krisis kesehatan mental masih terus berlanjut, dengan depresi dan kecemasan menjadi dua gangguan kesehatan mental yang paling umum, yang membuat perekonomian global mengalami kerugian sebesar satu triliun dolar setiap tahunnya. Ironisnya, menurut perkiraan WHO, anggaran pemerintah secara global untuk penanganan kesehatan mental hanya 2%.
Depresi dan Kecemasan pada Anak dan Remaja: Bak Burung Kenari di Tambang Batubara
Sekitar 1 miliar orang, termasuk 14% remaja di dunia, menderita gangguan mental pada tahun 2019. Kasus depresi dan kecemasan meningkat lebih dari 25% pada tahun 2020—di awal terjadinya pandemi COVID-19. Anak-anak dan remaja terkena dampak yang sangat besar karena mereka dikurung di rumah selama lebih dari dua tahun, sehingga berdampak negatif terhadap kesehatan dan perkembangan sosio-emosional mereka.
Beberapa penyebab depresi dan kecemasan pada anak-anak dan remaja antara lain kekerasan dalam keluarga, eksploitasi dan pelecehan, kesenjangan sosial dan ekonomi, kemiskinan, pengabaian orang tua, keadaan darurat kesehatan masyarakat, dan krisis iklim. Anak-anak menderita dalam diam karena takut mengalami penolakan, salah tafsir, diejek, dan bahkan malu. Orang tua juga merasa tidak siap untuk mengenali gejala awal depresi dan kecemasan pada anak-anak dan sering kali mengabaikannya.
Depresi dan kecemasan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan anak, termasuk prestasi akademis, hubungan dengan keluarga dan teman, dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menderita depresi dan kecemasan rentan terhadap penyalahgunaan obat-obatan terlarang, sehingga mengarah pada kecenderungan bunuh diri.
Pandemi COVID-19 semakin memperparah krisis kesehatan mental anak-anak dan remaja karena mereka menjadi bergantung pada teknologi digital untuk urusan pendidikan, sosialisasi, dan hiburan, yang membuat mereka rentan mengalami eksploitasi dan pelecehan online seperti cyberbullying (perundungan di dunia maya), online grooming, sexting, sextortion, dan live streaming pelecehan seksual.
Hambatan paling umum dalam penyembuhan dini adalah kurangnya pemahaman mengenai penyakit kesehatan mental, pengetahuan tentang cara menangani penyakit ini, biaya pengobatan, dan stigma.
Apa Kata Anak-Anak dan Remaja tentang Kesehatan Mental
Mako, anak muda 22 tahun dari Filipina, mengatakan, “Saya pikir apa yang kebanyakan orang tidak pahami tentang kesehatan mental anak muda seperti saya atau orang-orang yang lebih muda dari saya adalah bahwa kesehatan mental itu penting, bahkan bagi kita sendiri. Karena ada stigma di masyarakat kita yang mengatakan, hanya karena kau masih anak-anak, bahwa kau tidak memerlukan perhatian, atau kau tidak perlu dianggap serius, atau kebutuhanmu diabaikan.”
Hanna, remaja berusia 19 tahun dari Etiopia, menuturkan, “Dalam komunitas kami, pengangguran, tekanan teman sebaya, dan kecanduan adalah penyebab utama masalah kesehatan mental bagi kaum muda. Namun, masalah kesehatan mental tidak dianggap sebagai gangguan kesehatan. Gangguan mental lebih sering dipandang sebagai masalah spiritual. Itu sebabnya anak muda dengan masalah mental tidak selalu mendapatkan penyembuhan yang tepat.”
Innoce, remaja berusia 18 tahun dari Zambia, bilang, “Masalah kesehatan mental yang paling umum di komunitas saya adalah kecemasan. Misalnya, saya kelas 12. Saya mulai merasa cemas dengan masa depan saya. “Apakah orang tua saya akan menguliahkan saya? Apakah mereka mampu memenuhi semua yang saya butuhkan? Saya jadi cemas dan berpikir, ‘Sekarang tujuan saya telah hancur, impian saya telah hancur.’”
Mengatasi Krisis Kesehatan Mental dengan Keterampilan Sosio-Emosional
Kita hidup di masa yang sangat kompleks. Darurat kesehatan masyarakat, bencana alam, perang, degradasi lingkungan, krisis ekonomi, dan perubahan iklim membuat kehidupan sehari-hari semakin tidak menentu. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa anak-anak dan remaja dibekali dengan keterampilan pembelajaran sosio-emosional agar mereka dapat mengidentifikasi perasaan mereka, memahami dan berkomunikasi dengan orang lain secara efektif, membangun hubungan yang kokoh, dan membuat keputusan yang empatik.
Penelitian menunjukkan bahwa program pembelajaran sosio-emosional berbasis sekolah efektif dalam mengurangi depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma di kalangan remaja. Ada juga bukti bahwa pembelajaran sosio-emosional meningkatkan prestasi akademis dan mengurangi perilaku antisosial dan intimidasi berbasis gender. Dalam hal ini, sekolah memegang peran penting dalam memberikan intervensi pencegahan dan promosi kesehatan mental seperti program pembelajaran sosio-emosional berbasis sekolah, program daring untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko, mekanisme ganti rugi atas perundungan, dan layanan konseling.
Langkah Tambahan untuk Mengarusutamakan Kesehatan Mental Anak dan Remaja
Untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 3.4 pada tahun 2030, pemerintah harus membangun dan memperkuat sistem dan layanan kesehatan mental, meluncurkan kampanye pendidikan dan kesadaran di tingkat nasional untuk menormalkan diskusi kesehatan mental, menghilangkan stigma, menjadikan pembelajaran sosio-emosional sebagai bagian dari kurikulum sekolah, dan memberlakukan hukum dan kebijakan yang lebih tegas terhadap pelecehan dan eksploitasi anak baik secara online maupun offline.
Kesehatan mental berkelindan dengan berbagai aspek, termasuk kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, dan keadilan. Untuk mengatasi momok kesehatan mental, diperlukan pendekatan multisektoral. Masyarakat sipil, akademisi, media, dan yang paling penting, remaja dan generasi muda perlu secara aktif mengambil bagian dalam konsultasi tingkat tinggi untuk mengembangkan rencana aksi untuk mengatasi krisis kesehatan mental. Anak-anak dan remaja memiliki peran penting dalam memastikan mereka tumbuh dengan sehat, terdidik, terampil, dan yang terpenting, aman. Seperti kata-kata mereka sendiri, “nothing about us without us”.
Editor: Kresentia Madina
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Terima kasih telah membaca!
Berlangganan Green Network Asia – Indonesia untuk membuka akses online tanpa batas ke platform “Konten Eksklusif” kami yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia. Nikmati manfaat berlangganan, termasuk -namun tidak terbatas pada- pembaruan kabar seputar kebijakan publik & regulasi, ringkasan temuan riset & laporan yang mudah dipahami, dan cerita dampak dari berbagai organisasi di pemerintahan, bisnis, dan masyarakat sipil.