Upaya Bangladesh Atasi Kesenjangan Kesehatan Mental

Foto: Pixabay di Pexels.
Masalah kesehatan mental merupakan masalah yang sangat nyata. Data WHO menunjukkan bahwa 970 juta orang di seluruh dunia hidup dengan gangguan mental pada tahun 2019. Sayangnya, kesehatan mental masih kerap diabaikan secara global, termasuk di Bangladesh. Berangkat dari persoalan itu, pemerintah Bangladesh kini tengah berupaya untuk mengatasi kesenjangan kesehatan mental dengan dukungan Inisiatif Khusus WHO untuk Kesehatan Mental.
Kesenjangan kesehatan mental di Bangladesh
Inisiatif Khusus WHO untuk Kesehatan Mental (WHO Special Initiative for Mental Health) diluncurkan pada tahun 2019. Program lima tahun ini bertujuan untuk meningkatkan intervensi dan layanan berkualitas bagi orang dengan gangguan kesehatan mental, termasuk yang berkaitan dengan penggunaan narkoba dan gangguan saraf. Tujuannya adalah untuk meningkatkan akses ke layanan untuk kondisi mental, neurologis, dan penggunaan zat bagi 100 juta lebih orang pada akhir tahun 2023.
Bangladesh adalah salah satu dari dua belas negara yang mengadopsi program tersebut. Menurut data pra-penilaian yang dilakukan pada tahun 2020, 18,7% orang dewasa dan 12,6% anak-anak di Bangladesh memenuhi kriteria kondisi kesehatan mental. Jumlahnya meningkat setelah pandemi COVID-19. Namun, hanya 0,5% dari anggaran kesehatan negara yang digunakan untuk perawatan dan layanan kesehatan mental.
Data juga menunjukkan minimnya petugas dan fasilitas kesehatan mental, dimana hanya ada satu psikiater dan satu psikolog untuk setiap 300.000 orang dan hanya dua rumah sakit psikiatri secara nasional.
Tantangan dan perkembangan
Tingkat kesenjangan dalam layanan kesehatan mental di Bangladesh mencapai 91%. Minimnya kesadaran dan stigma terhadap kesehatan mental merupakan tantangan besar dalam mengatasi kesenjangan kesehatan mental di Bangladesh. Lebih lanjut, WHO mengungkapkan bahwa terbatasnya jumlah pekerja terampil, tingginya populasi pengungsi, dan mudahnya mendapatkan obat-obatan berbahaya, merupakan tantangan lain yang tak kalah serius.
Menjembatani kesenjangan adalah hal yang penting. Pemerintah Bangladesh dan Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap reformasi layanan kesehatan mental. Negara tersebut telah menyetujui beberapa strategi dan kebijakan kesehatan mental dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Undang-Undang Kesehatan Jiwa pada tahun 2018, Undang-Undang Pengendalian Narkotika pada tahun 2018, dan Rencana Strategis Kesehatan Mental Nasional 2020-2030 pada tahun 2022. Kesehatan mental juga diakui sebagai komponen penting kesehatan dalam Rencana Lima Tahun ke-7 Bangladesh.
Di luar kebijakan dan strategi, pemerintah, lembaga nasional, dan WHO juga mengadakan Program Aksi Kesenjangan Kesehatan Mental (mhGAP) sebagai upaya peningkatan kapasitas. Psikiater, psikolog, dan pekerja kemanusiaan turut berpartisipasi dalam pelatihan tersebut.
Langkah selanjutnya
Mengatasi kesenjangan kesehatan mental sangat penting dalam meningkatkan Cakupan Kesehatan Semesta untuk semua. Inisiatif Khusus WHO untuk Kesehatan Mental pada mulanya akan berakhir pada tahun 2023. Namun, pekerjaan di Bangladesh dan lima negara lainnya diperpanjang hingga akhir tahun 2025 karena kendala pandemi COVID-19. Bangladesh sendiri telah menerbitkan beberapa rencana implementasi untuk tahun 2023, beberapa di antaranya adalah:
- Pengembangan ringkasan kebijakan tentang kesehatan mental di Bangladesh untuk advokasi strategis guna meningkatkan layanan, kapasitas sumber daya manusia, dan pembiayaan.
- Penilaian dasar dan peluncuran layanan terpadu di seluruh masyarakat dan fasilitas layanan kesehatan primer dan sekunder di daerah.
- Meningkatkan kapasitas tata kelola dan kepemimpinan melalui pertemuan awal dan keterlibatan berkelanjutan dalam penguatan sistem kesehatan mental dan Inisiatif Khusus untuk Kesehatan Mental di tingkat daerah.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli dari artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Madina adalah Reporter & Peneliti In-House untuk Green Network Asia. Dia meliput Global, Asia Tenggara, Asia Timur, dan Australasia.