Bagaimana Waste Crisis Center dapat Atasi Isu Pengelolaan Sampah

Foto: Calvin Sihongo di Unsplash.
Setiap harinya, berton-ton sampah dihasilkan dari berbagai kegiatan, terutama dari rumah tangga dan industri. Tanpa pengelolaan yang baik, sampah akan terus mencemari lingkungan dan berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Terkait hal ini, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah membentuk Waste Crisis Center (WCC) sebagai pusat layanan percepatan pengelolaan sampah nasional. Namun, bagaimana pusat layanan ini dapat menjawab berbagai isu terkait pengelolaan sampah yang tak kunjung selesai?
Isu Penumpukan Sampah yang Berlarut-larut
Penumpukan sampah telah menjadi persoalan yang tidak kunjung tuntas di Indonesia. Pada tahun 2024, data KLH mencatat timbulan sampah di seluruh kabupaten/kota mencapai 34 juta ton, atau setara dengan 93 ribu ton per hari. Dari angka itu, hanya 47% (16 juta ton) sampah yang berhasil dikelola, sementara sisanya menumpuk dan membusuk di tempat pembuangan akhir (TPA).
Produksi sampah yang tak terbendung telah membuat banyak tempat pembuangan sampah ditutup karena tidak lagi mampu menampung sampah baru, seperti yang terjadi pada TPA Piyungan. Belum lagi kebanyakan TPA di Indonesia masih menggunakan metode open dumping, yakni sistem pengelolaan sampah dengan membuang sampah di lahan terbuka tanpa penutupan, pengamanan, atau perlakuan apapun. Meski pemerintah telah berencana menutup semua TPA open dumping, namun sejauh ini realisasinya belum terlihat signifikan. Pembuangan sampah ke TPA terbuka masih terus berlanjut di banyak daerah sampai saat ini, seperti tak ada tanda-tanda bahwa TPA-TPA tersebut akan ditutup.
Di sisi lain, fasilitas pemilihan dan pengolahan sampah juga mengalami berbagai kendala. Misalnya, hanya 59% dari Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang telah dibangun dilaporkan beroperasi aktif. Fasilitas-fasilitas ini juga seringkali dibangun tanpa disesuaikan dengan karakteristik wilayah, pendanaan dan pendampingan minim, serta tanpa peralatan tepat guna untuk operasional.
Waste Crisis Center (WCC)
Pembentukan WCC dimaksudkan untuk menutup kesenjangan kapasitas pengelolaan sampah antarwilayah, mulai dari infrastruktur, kelembagaan, pembiayaan, penegakan hukum, hingga partisipasi masyarakat. Pusat layanan ini bertujuan untuk menjembatani kebijakan pusat dan pelaksanaan teknis di daerah dalam kerangka Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah.
Terdapat empat fungsi utama dari WCC, yaitu sebagai think tank nasional yang menyusun rekomendasi strategis berbasis data lapangan, sebagai tim manajemen proyek yang memastikan implementasi kebijakan berjalan konsisten, sebagai konsultan teknis bagi pemerintah daerah, serta menjadi pusat komando yang melakukan pengawasan dan peringatan dini berbasis sistem data real-time.
Melibatkan sejumlah pakar untuk mendukung layanan konsultasi, WCC berfokus pada keterlibatan publik termasuk dalam hal pelaporan jika terdapat pengelolaan sampah yang tidak semestinya ataupun jika terdapat Tempat Penampungan Akhir (TPA) ilegal.
“WCC kami bentuk bukan hanya sebagai simbol, tetapi sebagai pusat kendali dan solusi nyata dalam sistem pengelolaan sampah nasional yang modern, terukur, dan kolaboratif,” ujar Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Fasol Nurofiq, saat peresmian WCC.
Memperbaiki Tata Kelola
Pada akhirnya, mengatasi isu penumpukan sampah membutuhkan upaya komprehensif untuk bisa memperbaiki pengelolaan sampah dari hulu ke hilir. Pemerintah harus memperbaiki tata kelola pengelolaan sampah agar lebih berkelanjutan, misalnya dengan meningkatkan sistem tempat pembuangan yang terpadu dengan pemilahan hingga daur ulang sampah. Di sisi lain, dunia usaha juga harus bertanggung jawab dengan menerapkan praktik-praktik yang berkelanjutan di seluruh rantai nilai dan rantai pasoknya.
Selain itu, perlu langkah yang lebih masif dan terukur dalam meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat mengenai pentingnya pemilahan dan pengelolaan sampah yang baik, semisal dengan menerapkan sistem reward dan denda. Masyarakat dapat terlibat langsung dalam mengatasi persoalan sampah melalui inisiatif-inisiatif berbasis komunitas seperti bank sampah, bank makanan, pertanian komunitas, dan sebagainya. Singkatnya, pengelolaan sampah secara menyeluruh membutuhkan kolaborasi multi-pihak yang melibatkan berbagai pendekatan.
Editor: Abul Muamar
Nisa adalah reporter dan asisten peneliti di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Sarjana Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada. Ia memiliki minat di bidang penelitian, jurnalisme, dan isu-isu seputar hak asasi manusia.