Dunia yang Kian Gemerlap dan Kelap-kelip Kunang-Kunang yang Kian Lenyap

Foto: Kevin Wang di Unsplash.
Dunia terus bergegas dengan pembangunan, dan di mana-mana kita melihat cahaya buatan yang semakin menyilaukan. Saking berlimpahnya cahaya di Bumi, kini sulit bagi kita untuk dapat menyaksikan galaksi Bima Sakti dan menatap bintang-bintang di langit. Pada saat yang sama, kita semakin kehilangan makhluk kecil yang berkelap-kelip di antara semak-semak dan pepohonan di kala malam: kunang-kunang. Dimana mereka sekarang?
Kunang-kunang dan Kepunahan
Malam di tahun-tahun belakangan, bisa menyaksikan cahaya kunang-kunang yang sedang terbang di udara menjadi suatu suatu hal yang langka. Hal ini tidak hanya berlaku bagi orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan dengan cahaya yang berlimpah dari segala penjuru, tetapi juga bagi orang-orang di wilayah pedesaan karena suasananya semakin tak ada beda. Area yang dulu menjadi tempat kunang-kunang beredar, seperti persawahan atau perkebunan tradisional, semak-semak belukar yang lembap, rawa-rawa, dan lahan basah lainya, kini telah tergantikan oleh bangunan-bangunan.
Meskipun belum punah, terutama karena kumbang kecil ini bukan merujuk pada satu spesies serangga melainkan famili (Lampyridae) yang terdiri dari ratusan genus dan ribuan spesies, penurunan populasi kunang-kunang merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat ditampik. Di seluruh dunia, terdapat sekitar 2.000 spesies kunang-kunang yang telah dipelajari dan dideskripsikan. Sementara di Asia Tenggara, jumlah yang terdata sekitar 400 spesies.
Dari sekitar 150 spesies yang telah dinilai sesuai kriteria IUCN Red List, sekitar 20% di antaranya dinyatakan terancam punah. Empat spesies dari genus Pteroptyx, yang juga ditemukan di Indonesia, masuk dalam daftar IUCN Red List dengan status rentan.
Faktor Pendorong Kepunahan
Pembangunan yang konstan bergerak maju berbanding terbalik dengan eksistensi kunang-kunang, serangga yang termasuk kelompok kumbang (ordo Coleoptera) yang dikenal karena kemampuannya memproduksi cahaya atau bioluminesensi. Polusi cahaya adalah salah satu faktor utamanya. Cahaya buatan manusia bukan hanya sekadar menenggelamkan cahaya kunang-kunang yang mungkin masih berkeliaran di antara gemerlap lampu-lampu, tetapi juga mengganggu pola komunikasi di antara mereka. Karena kunang-kunang berkomunikasi dengan cahaya, termasuk untuk kawin, hal ini mengganggu siklus reproduksi mereka dan pada gilirannya menyebabkan populasi mereka menurun.
Pada saat yang sama, degradasi dan hilangnya habitat akibat alih fungsi lahan, termasuk di area-area lembap yang menjadi habitat utama mereka seperti rawa-rawa dan hutan, termasuk faktor utama yang menyebabkan populasi kunang-kunang menyusut. Selain itu, penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia juga tidak dapat diabaikan sebagai faktor signifikan pendorong kepunahan kunang-kunang.
Menyelamatkan Kunang-Kunang, Menyelamatkan Kita dan Lingkungan
Kunang-kunang memang hanyalah serangga kecil yang mungkin tidak berpengaruh secara langsung dalam kehidupan banyak orang. Namun, semakin langkanya serangga ini dan banyak serangga lainnya adalah alarm tentang kondisi lingkungan hidup kita: lahan basah yang hilang, hutan yang semakin berkurang, dan polusi cahaya dan kimia yang semakin menjadi-jadi. Oleh karena itu, menyelamatkan kunang-kunang sama artinya dengan menyelamatkan kita sendiri dan lingkungan kita.
Perlindungan habitat alami dengan melestarikan lahan basah, menghentikan alih fungsi lahan, mendorong pertanian selaras alam, mengurangi polusi cahaya, adalah beberapa langkah utama yang harus kita lakukan. Meningkatkan riset tentang kunang-kunang, memasukkan kunang-kunang ke dalam daftar spesies indikator ekosistem sehat, serta memperluas upaya konservasi dan edukasi ke masyarakat, juga tidak kalah pentingnya.
Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.