GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Foto: Orangutan Kalimantan. Foto: Felix Serre di Unsplash.
Lebih dari sekadar kumpulan hewan-hewan dan tumbuhan liar yang berbeda-beda dan unik, keanekaragaman hayati adalah pilar yang menopang kehidupan di Bumi. Oleh karena itu, menjaga keanekaragaman hayati dan habitatnya sangat esensial demi keberlangsungan kehidupan kita semua. Terkait hal ini, Global Environment Facility (GEF) sepakat untuk mendanai dua proyek konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem di Indonesia.
Penurunan Keanekaragaman Hayati dan Kerusakan Ekosistem
Penurunan keanekaragaman hayati dan kerusakan ekosistem telah menjadi isu yang semakin meningkat seiring masifnya pembangunan dan ekspansi bisnis yang tidak bertanggung jawab. Banyak spesies endemik dan ekosistem alami di Indonesia yang menghadapi ancaman serius akibat deforestasi, alih fungsi lahan, dan pembangunan infrastruktur. Hal tersebut menyebabkan fragmentasi ekosistem yang mengisolasi populasi berbagai spesies dan mempercepat laju kepunahan. Contohnya, populasi orangutan Sumatera dan Kalimantan mengalami penurunan akibat menyusutnya hutan hujan tropis yang merupakan habitat utama mereka.
Selain itu, perburuan dan perdagangan satwa liar turut memperburuk keadaan. Lebih dari 95% satwa yang dijual di pasar berasal dari hasil tangkapan liar, bahkan lebih dari 60% mamalia langka yang dilindungi ditemukan diperjualbelikan. Pada saat yang sama, perubahan iklim semakin memperburuk krisis ini. Peningkatan suhu, perubahan pola curah hujan, dan peristiwa cuaca ekstrem telah mengubah kondisi habitat, mengancam ketersediaan pangan di alam, dan mempengaruhi siklus hidup banyak spesies.
Oleh karena itu, upaya konservasi dan perlindungan keanekaragaman hayati dan habitat alami menjadi semakin mendesak untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati
Pertemuan dua tahunan Dewan GEF menyepakati pendanaan dua proyek konservasi di Indonesia, yakni Peningkatan Efektivitas Pengelolaan Kawasan Lindung untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati melalui Pendekatan Berbasis Lanskap (ENABLE) dan Perencanaan dan Tata Kelola Hutan Alam Berbasis Spasial untuk Ekosistem yang Tangguh (SPARE).
Diinisiasi oleh Kementerian Kehutanan dengan dukungan UNDP dan GEF, proyek-proyek ini bertujuan untuk melestarikan bentang alam bernilai konservasi tinggi di dalam dan di sekitar kawasan lindung, serta mengatasi ancaman terhadap spesies ikonik Indonesia seperti harimau Sumatera, badak Sumatera, dan orangutan Kalimantan, serta hutan alami yang tersisa.
Secara khusus, proyek ENABLE akan mengujicoba model pengelolaan berbasis lanskap di tiga taman nasional–Taman Nasional Gunung Leuser, Sebangau, dan Bogani Nani Wartabone–dengan mengubahnya menjadi Pusat Keunggulan untuk mendorong inovasi dan pengembangan kapasitas yang inklusif. Dengan total hibah sebesar USD 6,6 juta selama enam tahun, proyek ini juga diharapkan dapat memberi manfaat bagi penduduk setempat melalui inisiatif-inisiatif mata pencaharian yang berkelanjutan dan perjanjian-perjanjian konservasi partisipatif.
Sementara itu, proyek SPARE akan mendukung Kemenhut dengan perencanaan tata ruang kehutanan dan informasi untuk peningkatan tata kelola, pengambilan keputusan, dan perlindungan hutan alam (ekosistem dengan keanekaragaman hayati/nilai konservasi tinggi) di luar kawasan lindung, dengan pendanaan sebesar USD 6,1 juta. Selain manfaat lingkungan, SPARE diharapkan dapat menghasilkan manfaat sosial-ekonomi bagi sekitar 10.000 orang untuk memulihkan lebih dari 4.000 hektare lahan serta memperkuat pengelolaan lebih dari 1,6 juta hektare bentang alam.
Memperkuat Komitmen Bersama
Pada akhirnya, keberhasilan proyek konservasi keanekaragaman hayati sangat bergantung pada komitmen politik hijau dan kolaborasi yang kuat antarpemangku kepentingan. Mengatasi tantangan seperti lemahnya koordinasi lintas sektor, pendekatan yang mengabaikan konteks lokal, hingga memastikan keberlanjutan pasca-proyek merupakan hal yang krusial. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk mengantisipasi hal-hal tersebut dengan memastikan keterlibatan masyarakat lokal secara bermakna, memperkuat kapasitas lokal, serta membangun sistem monitoring dan evaluasi yang transparan dan adaptif. Dengan pendekatan yang inklusif, berorientasi jangka panjang, dan berlandaskan pengetahuan lokal maupun ilmiah, proyek konservasi dapat menjadi katalis perubahan menuju tata kelola sumber daya alam yang adil, berkelanjutan, dan tangguh terhadap krisis.
Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.