Kolaborasi untuk Dukung Penghidupan Nelayan Skala Kecil melalui SeaBLUE

Foto: Rio Lecatompessy di Unsplash.
Ketahanan pangan laut Indonesia sangat bergantung pada keberadaan nelayan. Namun sayangnya, nelayan, khususnya nelayan skala kecil, telah menjadi salah satu kelompok yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, yang diperparah oleh berbagai tantangan lainnya yang berlarut-larut. Terkait hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), bekerja sama dengan Program Pembangunan PBB (UNDP) dan didukung dengan pendanaan dari Pemerintah Jepang, meluncurkan proyek Strengthening Livelihoods of Small-Scale Fishers and Promoting Sustainable Local Economic Development through the Blue Economy (seaBLUE) untuk mendukung penghidupan nelayan skala kecil di Indonesia.
Nestapa Nelayan Skala Kecil di Indonesia
Dalam rantai pasok produksi perikanan hingga sampai ke meja makan, nelayan skala kecil merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap ketidakadilan. Bertaruh nyawa menangkap ikan di laut untuk menyuplai kebutuhan masyarakat, mereka justru sering menjadi pihak yang paling terhimpit oleh struktur pasar yang timpang. Ketergantungan mereka pada tengkulak untuk menjual hasil tangkapan membuat posisi tawar mereka sangat lemah. Harga jual ikan yang mereka terima seringkali jauh di bawah nilai pasar, sementara biaya operasional yang harus mereka keluarkan—seperti bahan bakar, perawatan perahu, dan alat tangkap—terus meningkat.
Itu baru satu masalah. Hingga saat ini, nelayan skala kecil di berbagai daerah juga sering terkendala oleh kurangnya infrastruktur perikanan, seperti tempat penyimpanan dingin (cold storage) dan tempat pelelangan ikan (TPI). Pada saat yang sama, mereka juga kerap menghadapi kesulitan dalam mengakses modal sehingga usaha mereka sulit berkembang atau bahkan sekadar bertahan. Persaingan yang timpang dengan industri perikanan skala besar, serta kurangnya kebijakan yang berpihak pada keadilan sosial dan ekonomi, semakin membuat mereka tergencet. Dan semua itu masih diperparah oleh perubahan iklim dan degradasi ekosistem laut dan pesisir yang berdampak pada penurunan stok ikan di pesisir, sehingga memaksa mereka melaut lebih jauh, yang membuat keselamatan dan kesejahteraan mereka semakin terancam.
Proyek SeaBLUE
Diluncurkan pada 19 Juni 2025, proyek seaBLUE dirancang sebagai program jangka panjang yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas individu nelayan dan memperkuat kelembagaan desa pesisir dan infrastruktur pendukungnya. Pada tahap awal, proyek ini menyasar sekitar 1.600 nelayan skala kecil di Morotai (Maluku Utara) dan Tanimbar (Maluku), dengan setidaknya 30 persen di antaranya adalah perempuan.
Para nelayan tersebut akan menerima pelatihan keterampilan diversifikasi usaha, pengelolaan hasil tangkapan berbasis teknologi ramah lingkungan, dan penguatan manajemen kelembagaan. Proyek seaBLUE juga memperkenalkan penggunaan kapal listrik, pendingin portable bertenaga surya, serta fasilitas cold storage berbasis energi terbarukan untuk membantu mengurangi kerugian pascapanen, menekan emisi karbon, dan meningkatkan kualitas hasil tangkapan.
Selain pemberdayaan teknis, seaBLUE juga berfokus pada penguatan sistem data Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (KUSUKA) untuk memudahkan nelayan mengakses program asuransi, pembiayaan mikro, pelatihan, dan subsidi dari pemerintah. Proyek ini juga mencakup perbaikan sistem perizinan kapal daerah melalui pengembangan SIMKADA, serta penerapan teknologi Automatic Identification System (AIS) berbasis QR code untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, serta penelusuran hasil tangkapan dari laut hingga pasar.
“Kami ingin memastikan bahwa nelayan, bahkan di wilayah terpencil sekalipun, dapat mengakses teknologi rendah karbon, pembiayaan, pelatihan, serta pasar yang layak. Masa depan mereka tak boleh lagi dibayangi ketidakpastian,” kata Didit Herdiawan, Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan.
Memastikan Kesejahteraan Nelayan Skala Kecil
Berbagai proyek kelautan dan perikanan yang melibatkan kolaborasi multipihak dengan pendanaan dari luar negeri telah sering bergulir di Indonesia, namun dampaknya seringkali tidak signifikan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan proyek ini benar-benar berorientasi pada kesejahteraan komunitas lokal, khususnya nelayan skala kecil, serta berfokus pada praktik perikanan yang berkelanjutan untuk mendukung kelestarian laut. Komitmen, transparansi, dan akuntabilitas dari seluruh pemangku kepentingan terkait, serta monitoring dan evaluasi dampak, sangat penting untuk mengukur keberhasilan proyek ini.
Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.