Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • Topik
  • Wilayah
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
    • Dunia
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Akar Rumput
  • Muda
  • ESG
  • Akar Rumput
  • GNA Knowledge Hub
  • Komunitas

Menengok Inisiatif Restorasi dan Pelestarian Mangrove berbasis Komunitas di Semarang

Ancaman bencana banjir rob dan kesulitan yang kerap dihadapi oleh warga Mangunharjo mendorong lahirnya inisiatif pelestarian mangrove berbasis komunitas bernama Kelompok Mangrove Lestari. Apa saja yang mereka lakukan?
Oleh Balqis Anindita Jawza Quraisy
8 September 2025
dua orang berjalan di area penanaman mangrove

Pohon-pohon mangrove kecil yang ditanam oleh Kelompok Mangrove Lestari. | Foto: Dokumentasi pribadi Balqis Anindita Jawza Quraisy.

Panduan Artikel Opini GNA

Pelajari Lebih Lanjut

Indonesia kaya akan sumber daya pesisir, termasuk hutan mangrove yang merupakan habitat penting bagi berbagai spesies dan sumber kehidupan bagi masyarakat lokal. Dengan luas sekitar 20–25% dari ekosistem mangrove dunia, Indonesia merupakan salah salah negara dengan hutan mangrove terluas di Bumi. Ekosistem mangrove sangat penting untuk melindungi masyarakat pesisir dari risiko bencana yang semakin meningkat terutama di tengah perubahan iklim. Sayangnya, hutan mangrove di berbagai daerah di Indonesia menghadapi berbagai ancaman deforestasi dan alih fungsi lahan, termasuk di sepanjang pesisir pantai Semarang, Jawa Tengah.

Hal ini mendorong warga Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, membentuk kelompok pelestarian mangrove berbasis komunitas untuk menyelamatkan hutan mangrove yang menyusut dan terdegradasi.

Kerusakan Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan ekosistem pesisir yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat pesisir dan kelestarian laut. Namun, setidaknya dalam tiga dekade terakhir, lebih dari 50% hutan mangrove di Indonesia telah hilang, terutama akibat aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, faktor-faktor alam seperti gelombang badai dan kekeringan turut memperburuk keadaan.

Di Mangunharjo, sebuah kampung pesisir di Kota Semarang, kerusakan hutan mangrove mulai terjadi saat maraknya budidaya udang dan ikan bandeng pada 1980–1990-an. Saat itu, masyarakat mendapat dukungan modal untuk mengubah hutan mangrove menjadi lahan tambak. Pembukaan tambak yang masif membuat banyak mangrove ditebang.

perairan di antara vegetasi hijau
Tambak warga Mangunharjo, Semarang. | Foto: Dokumentasi pribadi Balqis Anindita Jawza Quraisy.

Saat saya berkunjung ke Mangunharjo, beberapa warga yang saya temui bercerita bahwa hilangnya vegetasi mangrove telah menyebabkan abrasi parah pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an yang memundurkan jarak garis pantai Mangunharjo dari sekitar 1,6 kilometer dari pemukiman warga menjadi hanya 500 meter. Ombak tinggi dan banjir rob kerap merendam jalanan kampung mereka, sehingga mereka terpaksa merenovasi rumah agar tetap bisa ditinggali–dan itu menambah beban hidup mereka karena semuanya membutuhkan uang.

Alih fungsi hutan mangrove menjadi lahan tambak—yang awalnya dianggap akan terus memberikan keuntungan dalam jangka panjang—pun akhirnya hanya mendatangkan musibah tambahan. Sejak 1995, hasil produksi udang dari tambak semakin menurun karena banyak lahan tambak yang terendam banjir.

“Waktu tambak masih bagus, setiap pagi suami saya bisa dapat udang. Sore nyumet (menyalakan) lampu, pagi ngambil udang. Makin lama tambak udang udah nggak bisa diandalkan. Pas ngosek tambak, udangnya udah nggak ada. Akhirnya mau nggak mau, tahun 2009 tanahnya kami jual,” ujar Mufidah, salah seorang warga yang saya temui.

Inisiatif Pelestarian Mangrove berbasis Komunitas

Berbagai musibah dan kesulitan yang dihadapi oleh warga akibat menyusutnya hutan mangrove mendorong lahirnya inisiatif pelestarian mangrove berbasis komunitas yang berusaha merestorasi hutan mangrove bernama Kelompok Mangrove Lestari. Kelompok pelestari mangrove ini terbentuk dari inisiatif sepasang suami-istri bernama Sururi dan Nurchayati, yang sehari-hari bekerja sebagai petambak dan pencari kepiting. Niat awalnya mereka hanya satu: menyelamatkan kampung mereka dari ancaman bencana.

Fajril, anak dari Sururi-Nurchayati yang saya temui, menuturkan bagaimana orang tuanya berusaha menyelamatkan kampung halamannya dengan menanam mangrove secara otodidak. Niat baik itu kemudian mengalami kemajuan setelah mereka bertemu dengan Profesor Soedarto dari Universitas Diponegoro yang mengajarkan teknik tanam ulang untuk memperbesar peluang hidup mangrove.

Sururi dan Nurchayati lantas mendirikan kelompok Mangrove Lestari pada 2012, yang menggerakkan warga secara aktif dalam pembibitan dan penanaman mangrove di sepanjang pesisir Mangunharjo. Seiring waktu, kelompok ini juga melakukan restorasi di Pantai Marina dan Rembang serta memasok bibit mangrove ke Jepara dan Parangtritis (Bantul).

dua warga berada di dalam tambak
Warga menangkap ikan di dalam tambak. | Foto: Dokumentasi pribadi Balqis Anindita Jawza Quraisy.

Dalam enam tahun terakhir, upaya penanaman mangrove oleh Mangrove Lestari semakin meluas melalui kolaborasi dengan perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan perusahaan. Saat saya berkunjung, cerita suram yang melanda Mangunharjo akibat hutan mangrove yang hilang sudah tidak lagi ada. Yang saya saksikan adalah pohon-pohon mangrove yang tumbuh subur di bibir pantai, dan garis pantai yang sedikit demi sedikit mulai kembali ke kondisi alaminya karena sedimen yang sudah mulai terbentuk. Burung-burung putih terlihat beterbangan dan mencari makan di antara pohon-pohon mangrove dan lumpur.

Butuh Peran Semua Pihak

Bagi sebagian orang, hutan mangrove yang tumbuh subur itu mungkin dianggap sudah semestinya demikian–tinggal ditanam, lalu tumbuh dengan sendirinya. Padahal, ada perjuangan panjang yang tidak mudah untuk menumbuhkan dan menjaga mangrove hingga ia dapat berperan sebagai benteng pertahanan bagi wilayah pesisir. “Mangrove tidak asal ditanam, lalu ditinggal begitu saja. Mangrove butuh waktu hingga usia 5 tahun supaya menjadi pohon yang kokoh. Walaupun akarnya kuat, kalau terkena hantaman arus terus-menerus, ya, roboh juga,” kata Fajril, yang aktif menjaga mangrove bersama warga lainnya.

Namun, semua itu bukannya tanpa tantangan. Minimnya dukungan pemerintah, termasuk dalam hal penyediaan bibit, hingga kontroversi ambisi pembangunan tanggul laut raksasa di sepanjang Pantai Utara Jawa, terkadang menghambat upaya warga Mangunharjo dalam menjaga hutan mangrove.

Meskipun Mangunharjo perlahan mulai pulih, upaya pelestarian hutan mangrove tidak boleh berhenti sampai di sini. Inisiatif restorasi dan konservasi berbasis komunitas tetap membutuhkan dukungan sistemik yang lebih kuat dan komprehensif, terutama mengingat tantangan ke depan akan semakin meningkat di tengah krisis iklim dan masifnya pembangunan yang kerap mengorbankan alam. Belum lagi ancaman limbah perusahaan yang beroperasi di sekitar kawasan pesisir Semarang, serta tindakan-tindakan oknum yang tidak bertanggung jawab karena kurangnya pemahaman akan pentingnya lingkungan yang sehat.

Pada akhirnya, pelestarian hutan mangrove dan ekosistem pesisir secara keseluruhan membutuhkan komitmen, tanggung jawab, dan kolaborasi aktif antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil. Saya yakin bahwa ketika semua pihak menjadi aktor, harapan untuk menjaga ekosistem pesisir bisa benar-benar terwujud. Dalam hal ini, semangat kelompok Mangrove Lestari bisa menjadi contoh yang menginspirasi komunitas pesisir di daerah-daerah lain.

Editor: Abul Muamar


Terbitkan cerita ringan dari tengah masyarakat bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Konten Komunitas GNA.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Balqis Anindita Jawza Quraisy
+ postsBio

Balqis adalah mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Diponegoro. Ia memiliki minat yang tinggi terhadap isu-isu lingkungan, ekonomi, dan kebijakan publik.

    This author does not have any more posts.

Continue Reading

Sebelumnya: Membalikkan Arus Perdagangan Sirip Hiu Global

Lihat Konten GNA Lainnya

sirip ikan hiu mengambang di dalam wadah Membalikkan Arus Perdagangan Sirip Hiu Global
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Membalikkan Arus Perdagangan Sirip Hiu Global

Oleh Danny Purwandaya
8 September 2025
sebuah tangan robot mengambil lampu bercahaya Memahami Sisi Gelap Kecerdasan Buatan
  • GNA Knowledge Hub
  • Highlight
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Memahami Sisi Gelap Kecerdasan Buatan

Oleh Jalal
5 September 2025
Dunia Kekurangan Tenaga Guru, Bagaimana Indonesia?
  • GNA Knowledge Hub
  • Infografik

Dunia Kekurangan Tenaga Guru, Bagaimana Indonesia?

Oleh Frendy Marselino
5 September 2025
Pria menanam bakau Mendukung Inisiatif yang Dipimpin Kaum Muda dalam Pelestarian Laut
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mendukung Inisiatif yang Dipimpin Kaum Muda dalam Pelestarian Laut

Oleh Attiatul Noor
5 September 2025
deretan polisi dengan rompi dan tameng menghadap ke arah pengunjuk rasa dengan latar asap hitam Demokrasi yang Cacat di Indonesia: Kebebasan Berpendapat di Bawah Ancaman Kekerasan Aparat
  • GNA Knowledge Hub
  • Kabar

Demokrasi yang Cacat di Indonesia: Kebebasan Berpendapat di Bawah Ancaman Kekerasan Aparat

Oleh Abul Muamar
4 September 2025
patung-patung kuno di lahan hijau terbuka Melestarikan Situs Warisan di Tengah Perubahan Iklim
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Melestarikan Situs Warisan di Tengah Perubahan Iklim

Oleh Kresentia Madina
4 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia