Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menengok Sekolah Terapung Bertenaga Surya di Bangladesh, Inisiatif Berbasis Komunitas di Tengah Krisis Iklim

Di tengah banjir dan ancaman perubahan iklim, Sekolah Terapung bertenaga surya di Bangladesh membantu memastikan anak-anak dapat terus mengakses pendidikan yang aman dan inklusif.
Oleh Attiatul Noor
17 Juli 2025
sekelompok anak-anak dengan peralatan belajar di atas perahu

Foto: Shidhulai Swanirvar Sangstha.

Banjir tahunan dan krisis iklim telah mengganggu akses pendidikan bagi jutaan anak di Bangladesh. Di tengah tantangan ini dan kurangnya intervensi sistemik, inisiatif akar rumput dan lokal bermunculan. Salah satunya adalah Sekolah Terapung bertenaga surya yang bertujuan untuk menjembatani akses pembelajaran bagi anak-anak ketika banjir melanda.

Dampak Krisis Iklim terhadap Pendidikan

Peristiwa cuaca ekstrem telah mengganggu kehidupan di seluruh dunia. Pendidikan, aspek mendasar yang memungkinkan kita menjalani kehidupan yang baik, tidak luput dari dampaknya. Pada tahun 2024 saja, guncangan yang berkaitan dengan iklim seperti banjir, gelombang panas, dan badai telah berdampak terhadap lebih dari 242 juta siswa di 85 negara, menurut laporan UNICEF.

Asia Selatan adalah salah satu wilayah yang paling terdampak. Di Bangladesh, sekitar 35 juta anak terdampak bencana, dengan lebih dari 600.000 di antaranya kehilangan akses ke sekolah setiap tahun akibat banjir. Infrastruktur yang rusak, lingkungan belajar yang tidak aman, dan jalan yang sulit diakses membuat sekolah terpaksa menghentikan kegiatan belajar—bahkan seringkali selama berminggu-minggu. Penghentian kegiatan belajar ini meningkatkan risiko putus sekolah, terutama di kalangan kelompok rentan. Singkatnya, gangguan yang sering terjadi ini dapat mempengaruhi hasil pendidikan siswa serta pertumbuhan pribadi dan profesional, bahkan melanggengkan siklus kemiskinan jika tidak ditangani.

Inisiatif Sekolah Terapung Bertenaga Surya

Merespons keadaan ini, sebuah organisasi nirlaba lokal, Shidhulai Swanirvar Sangstha, memperkenalkan Sekolah Terapung. Sekolah Terapung adalah sebuah inisiatif yang menyediakan ruang kelas bertenaga surya di atas perahu. Diluncurkan pada tahun 2002, program ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan anak-anak di daerah-daerah terpencil di Bangladesh yang sering terputus dari sekolah selama banjir musiman.

Setiap Sekolah Terapung dilengkapi dengan panel surya yang memberi daya pada operasional perahu. Sekolah ini memiliki ruang kelas lengkap dengan buku, papan tulis, komputer atau laptop yang terhubung dengan internet, dan perangkat pembelajaran digital lainnya. Perahu-perahu tersebut mengikuti rute harian, menjemput siswa dari halte di tepi sungai dan kemudian berlabuh untuk memulai pelajaran.

Selain pendidikan formal, siswa juga mempelajari keterampilan digital dan mengeksplorasi kreativitas mereka, misalnya melalui menggambar digital. Sekolah Terapung juga mengajarkan kurikulum berbasis lingkungan sungai. Selain itu, energi surya memungkinkan penyelenggaraan kelas malam, mendukung anak-anak yang bekerja di siang hari.

Program ini juga mencakup perpustakaan terapung, unit pelatihan keliling, taman bermain, dan klinik. Menurut perkiraan, inisiatif Sekolah Terapung dapat menjangkau sekitar 150.000 penduduk desa setiap tahun.

Intervensi Sistemik tetap Harus Diupayakan

Inisiatif Sekolah Terapung di Bangladesh tidak hanya memberikan manfaat lokal tetapi juga membuka peluang replikasi di negara-negara lain yang menghadapi tantangan serupa. Konsep ini telah diadaptasi di negara-negara seperti Vietnam, Nigeria, dan Zambia, dengan penyesuaian terhadap kebutuhan lokal, urgensi, dan sumber daya yang tersedia. Dengan memanfaatkan material lokal dan energi terbarukan, model ini relevan dan dapat diperluas di wilayah yang kekurangan infrastruktur pendidikan berketahanan iklim.

Namun pada akhirnya, meskipun inisiatif berbasis komunitas dan terlokalisasi seperti ini dapat memberikan dampak yang luas, intervensi sistemik harus terus diupayakan untuk mengatasi masalah yang saling terkait antara bencana dan pendidikan. Membangun gedung sekolah yang aman, berinvestasi dalam proses pembelajaran adaptif, memastikan kesejahteraan tenaga kependidikan, dan mengintegrasikan pembelajaran iklim dan bencana ke dalam sistem pendidikan, merupakan beberapa langkah penting untuk membangun sistem pendidikan yang tangguh di tengah krisis.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Continue Reading

Sebelumnya: Peluang dan Tantangan Industri Manufaktur Energi Terbarukan di Indonesia
Berikutnya: Memutus Lingkaran Setan Kekerasan dalam Pendidikan Dokter Spesialis

Lihat Konten GNA Lainnya

Pembangkit listrik tenaga nuklir dengan dua menara pendingin besar yang mengeluarkan uap di malam hari, dikelilingi lampu-lampu dan struktur industri lainnya. Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
28 Oktober 2025
Seorang pria menjual dan mengipas jagung bakar di samping meja yang penuh dengan kelapa muda. Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia

Oleh Nazalea Kusuma dan Dina Oktaferia
28 Oktober 2025
Cover buku We are Eating the Earth: The Race to Fix Our Food System and Save Our Climate oleh Michael Grunwald. Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Resensi Buku

Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?

Oleh Jalal
27 Oktober 2025
orang-orang diatas pohon saling membantu naik ke atas Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia

Oleh Cut Nurul Aidha dan Aimee Santos-Lyons
27 Oktober 2025
siluet pabrik dengan asap yang keluar dari cerobong dan latar belakang langit oranye dan keabuan Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon

Oleh Seftyana Khairunisa
24 Oktober 2025
fotodari atas udara mesin pemanen gabungan dan traktor dengan trailer yang bekerja di ladang yang berdekatan, satu berwarna hijau dan yang lainnya berwarna keemasan Transformasi Sistem Pangan Dunia untuk Bumi yang Sehat
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Transformasi Sistem Pangan Dunia untuk Bumi yang Sehat

Oleh Kresentia Madina
24 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia