Mengatasi Deprivasi Hak Anak Multidimensi untuk Dukung Kesejahteraan Anak
Foto: Pandi Ahmad Gunawan di Wikimedia Commons.
Kemiskinan dan deprivasi hak anak telah menjadi isu yang berlarut-larut di Indonesia. Meski terdapat klaim kemajuan dalam penanggulangannya, dua isu yang berkelindan ini masih dapat dijumpai dengan relatif mudah di berbagai tempat, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Untuk mengatasinya, diperlukan langkah strategis dan komprehensif yang disertai dengan pemahaman mendalam, termasuk perihal deprivasi multidimensi.
Memahami Deprivasi Hak Anak
Deprivasi hak anak merujuk pada keadaan ketika anak tidak memperoleh atau kehilangan akses terhadap hak-hak dasarnya, baik sebagian maupun seluruhnya yang dimulai sejak lahir, sehingga menghambat pemenuhan kebutuhan hidup, tumbuh kembang, serta perlindungan yang seharusnya mereka terima. Deprivasi hak anak dapat terjadi karena kemiskinan struktural yang membuat keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar anak; layanan publik yang timpang; konflik rumah tangga; hingga diskriminasi, kekerasan, dan kelalaian orang tua. Dalam konteks yang lebih luas, deprivasi hak anak terjadi akibat kebijakan yang tidak ramah anak, tata kelola yang tidak memadai, hingga kondisi lingkungan yang tidak aman.
Lebih lanjut, deprivasi hak anak berkaitan erat dengan kemiskinan anak dan menjadi hambatan besar bagi upaya mewujudkan kesejahteraan anak. Kemiskinan memperbesar risiko anak kehilangan berbagai haknya, sementara deprivasi yang tidak tertangani dapat membelenggu anak dalam siklus kemiskinan lintas generasi. Jika akses terhadap pendidikan, kesehatan, perlindungan, dan lingkungan yang aman terhambat, potensi anak dapat tergerus dan peluang mereka meraih masa depan yang lebih baik akan mengecil.
Deprivasi Hak Anak Multidimensi di Indonesia
Sebagaimana halnya kemiskinan, deprivasi hak anak seringkali bersifat multidimensi. Kondisi ini dapat berupa kombinasi antara tidak terpenuhinya hak anak atas pendidikan, fasilitas, tempat tinggal yang layak, pangan dan gizi yang seimbang, hingga layanan kesehatan dan perlindungan. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS mengungkap bahwa hampir 4 dari 10 anak (29,8 juta atau 37,38 persen) di Indonesia mengalami deprivasi multidimensi pada tahun 2023. Secara spesifik, kesehatan menjadi dimensi yang menyumbang angka deprivasi paling tinggi, dengan sekitar empat dari sepuluh anak mengalami deprivasi dalam dimensi kesehatan–dan anak-anak berusia 0-4 tahun mengalami tingkat deprivasi tertinggi (61,7 persen).
Menurut data survei tersebut, tingkat pendidikan kepala rumah tangga sangat menentukan tingkat deprivasi anak. Misalnya, 64,6 persen anak yang tinggal di rumah tangga yang dikepalai oleh individu tanpa pendidikan mengalami deprivasi multidimensi. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan 20,9 persen anak-anak yang tinggal di rumah tangga yang dikepalai oleh individu berpendidikan tinggi. Dari segi gender, proporsi anak-anak yang mengalami deprivasi multidimensi sedikit lebih tinggi di antara mereka yang tinggal di rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan (38,7 persen), dibandingkan dengan anak-anak yang tinggal di rumah tangga yang dikepalai oleh laki-laki (37,3 persen).
Lebih lanjut, proporsi anak-anak yang mengalami deprivasi multidimensi secara bersamaan bervariasi berdasarkan lokasi geografis, namun cenderung lebih tinggi di wilayah pedesaan (46,1 persen) dibanding perkotaan (30,8 persen).
Lebih dari Sekadar Kemiskinan Finansial
Namun, deprivasi hak anak tidak selalu berbanding lurus dengan kemiskinan finansial atau moneter. Meskipun banyak anak dalam keluarga miskin finansial juga mengalami deprivasi multidimensi, tetapi sebaliknya tidak selalu berlaku demikian. Kenyataannya, tiga dari sepuluh anak (29,2 persen) yang mengalami deprivasi multidimensi, tidak miskin secara finansial. Angka ini jauh melampaui proporsi anak-anak yang mengalami kemiskinan finansial dan deprivasi multidimensi sekaligus (8,2 persen). Oleh karena itu, mengatasi deprivasi multidimensi yang dialami anak-anak tidak cukup hanya dengan berfokus pada kemiskinan moneter.
Sebuah laporan yang disusun oleh UNICEF bersama Bappenas, BPS, dan Smeru memberikan sejumlah rekomendasi berikut untuk mengatasi deprivasi multidimensi hak anak sekaligus kemiskinan anak:
- Mempromosikan akses yang adil terhadap layanan esensial seperti layanan kesehatan, terutama bagi anak-anak paling rentan.
- Melaksanakan kampanye perubahan perilaku tentang penggunaan fasilitas sanitasi yang memadai.
- Mempromosikan penggunaan bahan bakar bersih untuk mengurangi polusi rumah tangga dan risiko kesehatan terkait dengan bahan bakar memasak.
- Memperkuat implementasi kebijakan pendidikan anak usia dini (PAUD) serta sistem pemantauan dan evaluasi, termasuk peningkatan pendapatan guru, investasi dalam pelatihan guru, dan infrastruktur PAUD.
Sebuah laporan lain menyoroti pentingnya mengadopsi perspektif holistik terhadap pengukuran kesejahteraan anak dan memastikan semua anak memiliki akses terhadap layanan dasar serta pemenuhan hak-hak mereka dalam berbagai aspek. Mendukung pendekatan lintas-sektoral, mengadopsi pendekatan terdesentralisasi, memperluas akses terhadap fasilitas penting bagi semua anak, memastikan ketersediaan data yang relevan untuk anak-anak usia 5-17 tahun untuk memperkaya analisis, dan melakukan penelitian lanjutan untuk lebih memahami hal pendorong deprivasi anak multidimensi, adalah beberapa langkah lain yang perlu dilakukan. Pada akhirnya, mengatasi deprivasi hak anak adalah langkah fundamental dalam mewujudkan kesejahteraan anak.
Join Membership Green Network Asia – Indonesia
Jika Anda menilai konten ini bermanfaat, dukung gerakan Green Network Asia untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia. Dapatkan manfaat khusus untuk pengembangan pribadi dan profesional Anda.
Jadi Member Sekarang
Langkah Singapura dalam Melindungi Korban Kekerasan Siber
Melihat Kemajuan Proyek Great Green Wall dengan Merangkul Pengelolaan Lahan Adat
Superkapasitor dari Limbah Sawit sebagai Potensi Energi Baru
Pentingnya Pengembangan AI yang Sadar Karbon
Tubuh yang Sakit di Bumi yang Sekarat: Sebuah Refleksi atas Antropologi Kesehatan Planet
Menilik Potensi dan Tantangan Pengembangan Biofuel dari Limbah Pertanian