Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030

Penandatanganan dokumen Indonesia–United Nations Sustainable Development Cooperation Framework (UNSDCF) 2026–2030, di Jakarta, 13 Agustus 2025. | Foto: Dedy Maryanto/UNIC Jakarta.
Komitmen negara untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) membutuhkan komitmen bersama dan kemitraan yang kuat antarpemangku kepentingan dengan strategi yang terukur. Terkait hal ini, Indonesia dan PBB telah memperbarui kemitraan untuk mencapai agenda SDGs 2030 dengan meluncurkan Kerangka Kerja Sama Pembangunan Berkelanjutan Indonesia–PBB (UNSDCF) 2026–2030 di Jakarta, pada 13 Agustus 2025. Seperti apa pembaruan kemitraan Indonesia-PBB tersebut?
Capaian SDGs Indonesia dan Realitas
Pelaksanaan agenda SDGs 2030 telah memasuki Decade of Action dan menyisakan waktu yang semakin menipis. Pemerintah mengklaim bahwa capaian SDGs Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di Asia dan dunia, mencapai 62,5% (139 indikator dari total target) hingga tahun 2024. Angka itu disebut jauh lebih tinggi dibandingkan capaian global yang berada di angka 17%.
Namun, terlepas dari angka tersebut, realitas di lapangan masih menunjukkan hal-hal yang kontradiktif. Tingkat kelaparan dan kerawanan pangan, misalnya, masih tergolong tinggi di berbagai daerah, dan Indonesia sendiri berada di peringkat ke-77 dari 127 negara dalam Indeks Kelaparan Global pada tahun 2024. Pada saat yang sama, ketimpangan sosial-ekonomi, kemiskinan multidimensi, kurangnya akses pendidikan berkualitas, ketimpangan layanan kesehatan, terbatasnya lapangan pekerjaan dan tingginya angka pengangguran, terus berlanjut dan bahkan semakin memburuk. Di media sosial, banyak unggahan yang menyuarakan kekhawatiran terhadap kondisi Indonesia yang dianggap suram, salah satunya melalui tagar #IndonesiaGelap dan #KaburAjaDulu–menunjukkan tingkat frustrasi yang tinggi terhadap masa depan Indonesia.
Itu semua belum termasuk isu-isu yang tidak kalah fundamental seperti masih kuatnya kesenjangan gender di masyarakat, diskriminasi terhadap kelompok rentan, tingginya risiko bencana akibat perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, melonjaknya harga-harga kebutuhan, deforestasi dan tergusurnya masyarakat adat dari ruang hidupnya, hingga masalah polusi dan penurunan keanekaragaman hayati.
Kemitraan Indonesia-PBB yang Diperbarui
UNSDCF 2026–2030 menjadi landasan bagi kerja-kerja 22 badan PBB yang aktif di Indonesia, untuk memastikan konsistensi, efisiensi, dan peningkatan dampak dalam memberikan bantuan. Dokumen kemitraan Indonesia-PBB yang diperbarui ini juga menjadi acuan untuk mendukung pencapaian tiga hasil (outcome) transformasional yang diselaraskan dengan prioritas pembangunan nasional Indonesia sebagaimana tertuang RPJMN 2025–2029 dan visi jangka panjang RPJPN 2045, yakni:
- Pembangunan Manusia, dengan fokus pada pemerataan akses layanan kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, dan gizi.
- Alam, Dekarbonisasi, dan Ketahanan, yang mencakup dukungan untuk keanekaragaman hayati, adaptasi perubahan iklim, dan transisi energi.
- Transformasi Ekonomi dan Digital, yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi inklusif, penciptaan lapangan kerja hijau, inovasi digital, dan penguatan sistem data.
Kerangka kerja sama ini menguraikan bagaimana PBB menyesuaikan pendekatannya, dengan fokus menjembatani kesenjangan pembangunan, memobilisasi pembiayaan inovatif berskala besar, dan memberikan dukungan kebijakan serta teknis yang terintegrasi dan berkualitas tinggi.
“Untuk pelaksanaan UNSDCF 2026–2030, kita harus memperkuat koordinasi, membangun kapasitas pemerintah daerah dan mitra pelaksana, meningkatkan sistem pemantauan dan evaluasi, serta memobilisasi sumber daya melalui pembiayaan inovatif,” ujar Rachmat Pambudy, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
Memperkuat Peran Pemerintah Daerah
Sebagai bagian dari upaya ini, badan-badan PBB saat ini tengah menjajaki pembiayaan inovatif baru untuk pembangunan berkelanjutan, termasuk Indonesia SDGs Accelerator Fund dan obligasi tematik provinsi. Mekanisme baru ini bertujuan memobilisasi modal untuk membantu pemerintah daerah merancang dan melaksanakan program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik mereka, khususnya di wilayah-wilayah yang kurang terlayani.
Pada akhirnya, ambisi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan harus dibarengi dengan komitmen jangka panjang dan transparansi untuk memastikan bahwa data capaian yang disajikan selaras dengan kenyataan, serta tidak ada seorang pun yang tertinggal di belakang. “Peluncuran (UNSDCF 2026–2030) hari ini seharusnya tidak hanya menjadi tonggak sejarah, tetapi menjadi katalisator kemajuan yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh komunitas di Indonesia,” kata Arrmanatha Nasir, Wakil Menteri Luar Negeri.
Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.