Potret Polusi Plastik di Asia Tenggara dan Asia Timur
Foto: Brian Yurasits di Unsplash.
Terlepas dari manfaat praktisnya dalam kehidupan sehari-hari, plastik telah menghasilkan sampah dalam jumlah besar yang sulit untuk dilenyapkan. Penumpukan sampah plastik dapat kita saksikan di banyak tempat, baik di daratan maupun di perairan. Polusi plastik merupakan masalah global yang mengancam keanekaragaman hayati dan lingkungan, serta menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia. Lantas, bagaimana kondisi, tantangan, serta peluang dari polusi plastik di Asia Tenggara dan Asia Timur?
Polusi Plastik di ASEAN Plus Three
Penggunaan plastik di negara-negara ASEAN, Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok (ASEAN Plus Three atau APT) meningkat sembilan kali lipat, dari 17 juta ton (Mt) pada tahun 1990 menjadi 152 Mt pada tahun 2022, menurut laporan OECD. Laporan “Regional Plastics Outlook for Southeast and East Asia” memberikan gambaran umum tentang kondisi polusi plastik, serta tantangan dan peluang untuk mengatasi masalah ini di kawasan APT.
Pertumbuhan penggunaan plastik di APT melampaui tren global. Negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah ke atas diperkirakan menggunakan lebih dari 100 kg plastik setiap tahunnya, dengan kemasan sekali pakai sebagai yang paling umum. Ditambah dengan sistem pengelolaan sampah yang belum memadai, hal ini menjadikan kawasan ini sebagai pusat polusi plastik.
Kondisi geografis kawasan ini semakin memperparah keadaan. Garis pantai yang padat penduduk, sungai yang panjang, dan negara-negara kepulauan meningkatkan prevalensi kebocoran plastik ke lingkungan. Laporan tersebut mencatat bahwa APT menyumbang 8,4 juta ton kebocoran plastik ke lingkungan pada tahun 2022, lebih dari sepertiga total kebocoran plastik global. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kebocoran mikroplastik, yang semakin banyak ditemukan pada tumbuhan, hewan, dan bahkan tubuh manusia. Tak diragukan lagi, dampak ekonomi, lingkungan, dan kesehatan dari polusi plastik sangat serius.
Kemajuan yang Tidak Merata
Merespons masalah ini, sembilan dari tiga belas negara APT telah merumuskan rencana aksi nasional tentang pengelolaan sampah. Rencana aksi tersebut mencakup langkah-langkah untuk mencegah timbulan sampah serta mengatasi polusi plastik dan sampah laut. Di tingkat regional, ASEAN telah mengadopsi deklarasi dan kerangka kerja untuk mengatasi sampah laut. Secara keseluruhan, kawasan ini bertekad untuk beralih ke ekonomi sirkular.
Daur ulang juga mengalami kemajuan di APT. Laporan OECD mencatat bahwa tingkat daur ulang rata-rata di kawasan ini mencapai 12%, yang melampaui rata-rata global sebesar 10%. Beberapa skema yang diterapkan untuk meningkatkan daur ulang meliputi insentif dan kerangka kerja Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas (EPR) untuk kemasan plastik dan produk lainnya. Namun, kebijakan di area ini masih dalam tahap awal, dengan kemajuan yang tidak merata antarnegara.
Selain itu, laporan tersebut juga menyoroti masalah sampah plastik yang salah kelola. Infrastruktur dan pembiayaan yang tidak memadai untuk pengelolaan sampah menjadi kendala utama, yang menyebabkan maraknya praktik-praktik informal dan tidak aman. Pembakaran dan pembuangan sampah terbuka, misalnya, masih terjadi di sebagian besar negara ASEAN dan Tiongkok. Kapasitas pemerintah yang terbatas, kendala pendanaan, dan tata kelola yang terfragmentasi juga menyebabkan lemahnya penegakan regulasi.
Mengatasi Masalah
Mengakhiri polusi plastik di kawasan APT merupakan hal mendesak yang membutuhkan strategi komprehensif yang disesuaikan dengan kondisi dan kapasitas masing-masing negara. Laporan tersebut menyoroti beberapa langkah penting untuk menjembatani kesenjangan yang ada, seperti memperluas akses terhadap metode pengumpulan dan pembuangan sampah yang aman, meningkatkan skala daur ulang hingga menjangkau tingkat rumah tangga, mengurangi konsumsi plastik, dan menerapkan kerangka kebijakan yang jelas tentang penggunaan plastik. Pada saat yang sama, peningkatan sistem pemantauan dan penguatan kolaborasi multi-pemangku kepentingan antara pemerintah, bisnis, masyarakat sipil, dan konsumen pada umumnya juga merupakan langkah krusial untuk mengatasi masalah ini.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Madina is the Assistant Manager for Digital Publications at Green Network Asia. She graduated from Universitas Indonesia with a bachelor's degree in English Literature. She has three years of professional experience working on GNA international digital publications, programs, and partnerships particularly on social and cultural issues.

Menilik Simpul Antara ‘Gajah Terakhir’ dan Banjir di Sumatera
Meningkatnya Angka Pengangguran Sarjana dan Sinyal Putus Asa di Pasar Kerja Indonesia
Wawancara dengan May Tan-Mullins, CEO dan Rektor University of Reading Malaysia
Memperkuat Ketahanan Masyarakat di Tengah Meningkatnya Risiko Bencana
UU KUHAP 2025 dan Jalan Mundur Perlindungan Lingkungan
Wawancara dengan Eu Chin Fen, CEO Frasers Hospitality