Tantangan Pemulihan Pariwisata setelah Pandemi COVID-19

Foto: Mitchell Soeharsono di Unsplash.
Pariwisata telah menjadi salah satu penopang utama perekonomian masyarakat Indonesia, terutama di tingkat lokal. Setelah dihantam oleh badai Pandemi COVID-19, sektor pariwisata Indonesia perlahan mulai bangkit dan memberikan harapan bagi keberlangsungan hidup jutaan orang. Namun, perlu dipahami bahwa pemulihan pariwisata tidak hanya tentang meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan, tetapi juga oleh kemampuan sektor ini dalam menghadapi berbagai tekanan dan risiko yang menyertainya. Laporan Tourism Snapshot yang diterbitkan oleh Kementerian Pariwisata memberikan gambaran mengenai perkembangan sektor pariwisata Indonesia di masa pemulihan, termasuk potensi risiko yang mungkin muncul di tengah berbagai krisis yang sedang terjadi.
Tak Sekadar Peningkatan Jumlah Wisatawan
Laporan tersebut menyatakan bahwa sektor pariwisata Indonesia mulai menunjukkan tren pemulihan yang kuat sejak awal 2023. Misalnya, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia pada Januari–September 2023 meningkat sebesar 143,41 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) mencapai 734,8 juta perjalanan pada tahun 2023, melampaui target 703 juta perjalanan. Namun, pemulihan pariwisata tidak hanya tentang kuantitas kunjungan, melainkan juga soal bagaimana kemampuan sektor ini dalam menghadapi berbagai tekanan dan risiko yang dapat mempengaruhi keberlanjutan pemulihan dalam jangka menengah.
Salah satu tekanan utama terjadi pada sektor akomodasi. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang tercatat turun tajam pada Maret 2025, dari 43,41 persen menjadi 33,56 persen. Survei nasional mencatat bahwa lebih dari 50 persen hotel berbintang mengalami penurunan pendapatan lebih dari 10 persen sejak November 2024, dan 88 persen di antaranya menyatakan telah mempersiapkan langkah efisiensi dengan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dari sisi kebijakan, pelarangan study tour oleh sejumlah pemerintah daerah yang dipicu oleh banyaknya peristiwa kecelakaan yang merenggut korban nyawa turut berdampak terhadap kunjungan ke desa wisata. Penurunan kunjungan diperkirakan mencapai 40–45 persen pada desa wisata dengan atraksi utama, dan hingga 70–75 persen pada desa wisata tanpa daya tarik khusus.
Risiko keselamatan wisata juga menjadi sorotan. Peningkatan kasus kecelakaan di lokasi wisata dan transportasi pariwisata, termasuk lonjakan insiden bus pariwisata turut menjadi faktor utama dalam menurunkan minat wisatawan. Faktor lainnya adalah tingginya intensitas bencana alam di Indonesia. Catatan ini menggarisbawahi perlunya peningkatan infrastruktur dan perlindungan keamanan wisatawan.
Lebih lanjut, faktor eksternal seperti dinamika geopolitik juga turut memberikan tekanan. Indeks risiko geopolitik Indonesia dilaporkan meningkat sebesar 52,83 persen dari April ke Mei 2025. Hal ini menunjukkan bahwa situasi dunia juga dapat berdampak langsung terhadap performa sektor pariwisata dalam negeri, dan pada akhirnya juga menghambat pemulihan pariwisata di berbagai daerah.
Memperkuat Pemulihan Pariwisata
Laporan tersebut memberikan sejumlah rekomendasi sebagai arah kebijakan dan penguatan langkah ke depan, di antaranya:
- Mendorong penerapan pariwisata regeneratif yang mengutamakan aspek keberlanjutan alih-alih mengejar jumlah kunjungan dan keuntungan semata.
- Penguatan konektivitas antardestinasi, antara lain melalui integrasi transportasi dan paket wisata terpadu untuk mendukung distribusi manfaat ekonomi lebih merata, dan mengurangi ketergantungan pada segmen pasar tunggal seperti study tour.
- Redesain kebijakan infrastruktur dan keselamatan, antara lain dengan penerapan standar keselamatan nasional untuk transportasi, wahana, bangunan, dan juga audit berkala untuk memitigasi potensi kecelakaan dan bencana alam di destinasi wisata. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) perlu mengintegrasikan mitigasi risiko bencana untuk memastikan keamanan sekaligus memulihkan kepercayaan wisatawan.
- Pemberian insentif fiskal bagi industri pariwisata untuk membendung gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), antara lain dengan relaksasi pajak, subsidi operasional, dan insentif lainnya.
- Investasi berkelanjutan pada sumber daya manusia, antara lain melalui program pelatihan (reskilling dan upskilling), sertifikasi, dan digitalisasi layanan, sebagai langkah mitigasi jangka panjang serta fondasi dalam membangun SDM yang berkualitas.
Editor: Abul Muamar