Tekad Indonesia untuk Eliminasi Kusta pada 2030

Foto: Sincerely Media di Unsplash.
Setiap orang ingin menjalani hidup dengan sehat dan sejahtera. Namun terkadang, penyakit datang tanpa pernah diundang, dan penyakit-penyakit tertentu dapat disertai dengan diskriminasi dan stigma dari lingkungan masyarakat yang membuat penderitanya menghadapi penderitaan berlapis. Kusta adalah salah satunya. Penyakit menular ini telah menjadi momok selama puluhan atau bahkan ratusan tahun di banyak negara, dan kini Indonesia bertekad untuk mengakselerasi langkah eliminasi kusta dengan target nol kusta pada 2030.
Mengenal Kusta
Kusta, salah satu penyakit tertua di dunia, adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Norwegia, Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873. Dikenal juga sebagai lepra, atau Hansen (Morbus Hansen) yang merujuk pada nama penemunya, penyakit ini menyerang jaringan kulit, sistem saraf tepi, saluran pernapasan atas, dan mata.
Penyakit kusta berkembang secara perlahan karena bakteri penyebabnya berkembang biak dengan lambat, dengan masa inkubasi bisa berlangsung selama beberapa tahun. Beberapa gejala kusta adalah lesi kulit, mati rasa (anestesi), penebalan saraf, kelemahan otot, luka yang tidak terasa sakit, serta kulit kering dan kaku. Selain disabilitas fisik, penderita kusta juga seringkali menghadapi stigmatisasi dan diskriminasi. Namun kusta dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tepat, yaitu melalui terapi multiobat atau Multi-Drug Therapy (MDT).
Kusta di Indonesia
Indonesia termasuk salah satu negara dengan jumlah kasus kusta tertinggi di dunia. Pada tahun 2023, misalnya, prevalensi kusta di Indonesia berada di angka 0,62 kasus per 10.000 penduduk, dengan total 17.251 kasus yang terdaftar, dan 12.798 di antaranya merupakan kasus baru. Angka ini meningkat cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya, yakni 15.052 kasus terdaftar (dengan 12.095 kasus baru) atau 0,55 per 10.000 penduduk. Jumlah kasus yang sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi jika mempertimbangkan kasus yang tidak tercatat.
Selama ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah dan mengatasi penyakit kusta, yang tergolong Penyakit Tropis Terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTDs) ini, termasuk deteksi dini dan pengobatan cepat dengan terapi Multi-Drug Therapy (MDT), pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM), surveilans ketat untuk menemukan kasus secara cepat, dan edukasi kesehatan untuk mengurangi stigma dan kesadaran masyarakat. Namun, kusta masih terus muncul dan menjangkiti ribuan orang hingga hari ini.
Eliminasi Kusta
Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat, pemerintah bertekad untuk mempercepat eliminasi kusta, dengan target nol kusta pada tahun 2030. Sebagai langkah bertahap, pemerintah menargetkan eliminasi kusta di 11 kabupaten/kota pada tahun 2025, serta 42 kabupaten/kota hingga 2029. Selain kusta, Indonesia juga menargetkan bebas filariasis–yang lebih dikenal sebagai ‘kaki gajah’–pada tahun yang sama.
Untuk mencapai target nol kusta 2030, pemerintah menetapkan lima strategi, yakni perluasan wilayah akselerasi, skrining masif di wilayah prioritas, penerapan skrining risiko sindrom hipersensitivitas dapsone (DHS), penguatan ketersediaan pengobatan MDT, dan riset serta uji klinis vaksin kusta.
Tekad ini juga ditegaskan dalam International Leprosy Congress (ILC) 2025 yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, pada 7 Juli 2025. Kongres tersebut menjadi forum pertukaran pengetahuan dan sarana penguatan kolaborasi lintas negara. Dalam kongres tersebut, dilakukan penandatanganan komitmen oleh lima kepala daerah dari wilayah dengan angka kusta tertinggi, yakni Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Brebes, Kabupaten Sampang, dan Kota Jayapura.
Menghapus Stigma dan Diskriminasi
Mengeliminasi kusta juga berarti menghapus stigma dan diskriminasi yang selama ini melekat di masyarakat. Meningkatkan dan memperluas edukasi, dengan penekanan pada pentingnya empati dan penghormatan terhadap martabat manusia, adalah langkah utama yang harus dilakukan. Kita semua harus ikut berpartisipasi dalam upaya ini.
“Kusta bukan sekadar persoalan angka kasus, tapi juga soal stigma dan diskriminasi. Kita memerlukan langkah luar biasa agar Indonesia segera mencapai nol kusta, nol disabilitas, dan nol stigma,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam ILC 2025.
Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.