Memahami Prinsip Bisnis dan HAM (BHR) untuk Keseimbangan HAM dan Keuntungan

Foto: rawpixel.com di Freepik.
Bisnis merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, mulai dari membuat pakaian hingga menyediakan layanan. Di balik semua produk dan jasa yang dihasilkan, praktik bisnis menimbulkan dampak besar terhadap pekerja, konsumen, maupun masyarakat luas. Dalam hal ini, prinsip Bisnis dan HAM (BHR) menjadi kerangka kerja penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan inklusif bagi semua pihak di seluruh rantai nilai dan praktik bisnis.
HAM dalam Praktik Bisnis
Bisnis memiliki peran penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan, sehingga setiap kegiatannya harus menghormati hak asasi manusia. Namun, selama ini justru banyak bisnis yang menjadi biang keladi kasus pelanggaran HAM, yang turut menyebabkan ketimpangan dan ketidakadilan di seluruh dunia.
Pada dasarnya, prinsip Bisnis dan HAM (BHR) adalah prinsip panduan yang menegaskan bahwa perusahaan bertanggung jawab untuk memperlakukan semua orang secara adil dalam kegiatan operasional dan di seluruh rantai pasok mereka. Tanggung jawab ini mencakup kewajiban untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menangani potensi pelanggaran terhadap hak-hak pekerja, konsumen, dan masyarakat. Saat negara melindungi hak asasi manusia secara menyeluruh, maka perusahaan wajib menghormati dan menegakkan hak-hak tersebut.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) yang diterbitkan tahun 1948 menjadi fondasi utama kebebasan dan keadilan bagi semua orang, yang menegaskan bahwa setiap manusia dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak yang setara. Deklarasi ini mencakup hak-hak dasar seperti hak atas pekerjaan yang layak, hak atas kesehatan dan keselamatan, hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul, serta hak atas perlakuan yang adil.
Berdasarkan deklarasi tersebut, Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (UNGPs) menjelaskan lebih lanjut tentang bagaimana perusahaan seharusnya beroperasi dengan tetap menghormati hak asasi manusia.
Prinsip-Prinsip Panduan untuk Bisnis dan HAM (BHR)
Landasan global untuk BHR didasarkan pada Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (UNGP) yang diterbitkan pada tahun 2011. Meski tidak mengikat secara hukum, UNGP memberikan panduan yang jelas bagi negara dan perusahaan untuk mengikuti standar HAM internasional. Terdapat tiga poin utama yaitu:
- Melindungi: Pemerintah wajib melindungi masyarakat dari pelanggaran HAM oleh perusahaan melalui regulasi dan sistem untuk mencegah serta menangani bahaya.
- Menghormati: Perusahaan wajib menghormati HAM dalam seluruh kegiatan operasinya, menghindari pelanggaran, dan menangani dampak negatif.
- Memulihkan: Korban pelanggaran HAM oleh perusahaan harus mendapat akses pemulihan, baik lewat jalur hukum, mekanisme pengaduan, atau cara efektif lainnya.
Berdasarkan prinsip ini, perusahaan wajib menghormati hak asasi manusia dan menghindari tindakan yang membahayakan setiap orang. Perusahaan tidak boleh menyebabkan atau terlibat dalam tindakan yang merugikan hak dasar seseorang. Jika perusahaan terlibat dalam menciptakan kerugian, maka mereka wajib memberikan solusi atau pemulihan. Sementara jika kerugian belum terjadi tetapi berisiko, perusahaan harus mencegah atau menguranginya semaksimal mungkin.
Prinsip BHR dapat diterapkan pada semua skala dan sektor bisnis serta dapat mendorong pemahaman bersama tentang tanggung jawab akan hak asasi manusia di seluruh industri dan negara.
Mewujudkan Bisnis yang Bertanggung Jawab dan Berbasis Hak
Mewujudkan prinsip BHR menjadi tindakan nyata membutuhkan lebih dari sekadar kebijakan. Dibutuhkan pelatihan, penilaian risiko secara berkala, dan penerapan uji tuntas HAM (HRDD) sebagai alat bantu untuk mencegah kerugian. Selain itu, pemantauan dan transparansi yang kuat membantu memastikan bahwa upaya ini dapat benar-benar terlaksana.
Oleh karena itu, kolaborasi antarpemangku kepentingan adalah kuncinya. Pemerintah harus menegakkan hukum sementara masyarakat sipil dan komunitas menuntut akuntabilitas perusahaan. Dan yang terpenting adalah perusahaan wajib beroperasi secara bertanggung jawab dengan memantau seluruh rantai nilai, mendengar suara pekerja dan konsumen, serta membangun kepercayaan. Mengutamakan manusia dibanding keuntungan bukan hanya benar secara etika, tetapi juga mendorong dampak yang lebih adil dan berkelanjutan.
Penerjemah: Kesya Arla
Editor: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Terima kasih telah membaca!
Berlangganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses tanpa batas ke semua konten yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Dinda adalah Reporter di Green Network Asia. Ia belajar Ilmu Hubungan Internasional di President University. Dinda bersemangat menulis seputar isu keberagaman, konsumsi berkelanjutan, dan pemberdayaan.