Mengenal Sistem Penyimpanan Energi Baterai (BESS) dan Perannya dalam Transisi Energi
Dulu, baterai kerap diidentikkan dengan benda-benda seperti jam, kalkulator, dan sebagainya. Kemudian sejak tahun 2000-an, kita mulai mengenal baterai yang dapat diisi ulang melalui perangkat elektronik seperti ponsel, laptop, dan banyak lainnya. Tak butuh waktu lama, baterai isi ulang pun menjadi kebutuhan pokok dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah sistem penyimpanan energi baterai (battery energy storage system/BESS).
Apa Itu Sistem Penyimpanan Energi Baterai (BESS)?
Industri baterai mulai berubah ketika muncul kendaraan listrik (EV). Orang-orang mulai tahu bahwa baterai tidak hanya mampu memberi daya pada peralatan rumah tangga, tetapi juga untuk berbagai hal lainnya.
Pada prinsipnya, sistem penyimpanan energi baterai (BESS) mirip dengan baterai isi ulang. BESS dapat menyimpan energi dan mengeluarkannya saat dibutuhkan.
Perbedaan utama antara BESS dan baterai isi ulang adalah BESS mampu menghasilkan listrik yang cukup untuk memberi daya pada jaringan listrik. Inilah sebabnya mengapa BESS biasanya terdiri dari lebih dari satu baterai yang dapat diisi ulang. Untuk memberi daya pada jaringan listrik, BESS harus berlokasi di dekat sumber energi agar dapat menyimpan energi.
Sampai saat ini, ada dua jenis penggunaan BESS. Yang pertama penggunaan utilitas atau “front-of-the-meter” (FTM), seperti untuk pembangkitan dan distribusi listrik. Yang keduanya adalah “Behind-the-Meter” (BTM). Penggunaan BTM mencakup penyimpanan energi untuk stasiun pengisian kendaraan listrik, fotovoltaik atap, dan cadangan darurat.
BESS untuk Stabilitas Energi
BESS memainkan peran penting dalam sistem tenaga listrik yang dihasilkan dari energi terbarukan variabel (variable renewable energy/VRE). Kendala VRE, seperti tenaga angin, tenaga surya, dan tenaga air, adalah ketidakkonsistenannya. Berbeda dengan batu bara dan gas, yang dapat menghasilkan keluaran listrik yang sama (stabil) sepanjang tahun, keluaran VRE bersifat musiman.
Dengan mengintegrasikan BESS, sistem VRE dapat menyimpan kelebihan listrik di BESS ketika penetrasi VRE mencapai puncaknya untuk jangka waktu yang lama dan kemudian melepaskannya ketika penetrasi berada pada titik terendah.
Hal ini dapat dilihat pada BESS 24 MW/32 MWh yang berlokasi di PLTA Magat di Filipina. Proyek ini mengintegrasikan BESS dengan pembangkit listrik tenaga air untuk memastikan keluaran energi yang stabil dan berkelanjutan. Pembangkit listrik tenaga air, seperti VRE lainnya, dikenal karena perubahan musimnya. Dengan begitu, BESS dapat berfungsi sebagai penyangga fluktuasi daya, menstabilkan keluaran energi, dan menjadi sumber cadangan darurat.
Potensi “Behind-the-Meter”
Berbeda dengan FTM yang kapasitas BESS-nya bisa mencapai hingga 10 MWh, Behind-the-Meter (BTM) biasanya memiliki kapasitas yang lebih kecil, yaitu kurang dari 30 kWh. Ini karena BTM ditujukan untuk penggunaan komersial atau residensial.
Salah satu contoh umum BTM adalah penggunaan baterai pada fotovoltaik atap di gedung-gedung. Banyak bangunan menggunakan fotovoltaik untuk menghasilkan listrik sendiri melalui tenaga surya. Tenaga surya dipanen sepanjang hari, dan kelebihan energinya disimpan dalam BESS. Energi yang tersimpan kemudian dapat digunakan untuk kebutuhan listrik di malam hari, seperti penerangan, penghangat ruangan, dan operasional gedung.
Yang Akan Terjadi di Masa Depan
Badan Energi Internasional (IEA) memprediksi bahwa penggunaan baterai sebagai penyimpan energi akan meningkat enam kali lipat dari di bawah 25 GWh pada tahun 2020 menjadi di atas 150 GWh pada tahun 2026. Di tengah gegas negara-negara di dunia untuk memenuhi target emisi nol bersih, tidak mengherankan jika pemerintah mempertimbangkan baterai sebagai sumber energi alternatif. Faktanya, Asia Pasifik diperkirakan akan melampaui Amerika Utara dalam hal konsumsi baterai global pada tahun 2026.
Meski demikian, sebagaimana sumber energi lainnya, BESS juga memiliki masalah. Di antaranya terkait bahan sumber dan tenaga kerja yang digunakan untuk mengekstraknya. Selain itu, baterai yang habis pakai dapat membahayakan lingkungan jika dibuang sembarangan, sementara penerapan daur ulang baterai secara global masih buruk.
Oleh karena itu, perlu lebih banyak penelitian dan pendekatan kasus per kasus untuk memastikan bahwa BESS merupakan pilihan baik yang mengarah pada dekarbonisasi yang adil dan merata serta bermanfaat bagi seluruh manusia dan planet Bumi.
Editor: Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Kami harap konten ini bermanfaat bagi Anda.
Berlangganan Green Network Asia – Indonesia untuk mendapatkan akses tanpa batas ke semua kabar dan cerita yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia.
Ata adalah Manajer Kemitraan Bisnis di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Ilmu Manajemen Lingkungan dari University of Queensland, Australia. Ia seorang environmental & biodiversity impact specialist, memperkuat kemitraan bisnis Green Network Asia khususnya dengan fokus lensa dan wawasan lingkungan.