Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Soft News
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • ESG
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengurangi Limbah dan Jejak Karbon dengan Konsep Pernikahan Ramah Lingkungan

Pernikahan ramah lingkungan (eco-friendly wedding) merupakan perayaan pernikahan yang dilakukan secara strategis untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Oleh Busra Aulya
7 Juni 2024
Pengantin pria sedang memasangkan cincin pada jari pengantin wanita

Foto: Danu Hidayatur Rahman di Pexel.

Pernikahan telah menjadi bagian dari budaya manusia selama berabad-abad. Seiring berjalannya waktu, perayaan pernikahan terus berkembang dan cenderung semakin mewah dan seringkali menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Penggunaan bahan-bahan sekali pakai, transportasi para tamu yang dapat menimbulkan emisi, pemborosan energi, dan limbah makanan adalah beberapa contohnya. Untuk mengurangi dampak lingkungan dari pesta pernikahan, konsep pernikahan ramah lingkungan muncul sebagai solusi yang dapat diterapkan.

Perayaan Pernikahan dan Dampaknya terhadap Lingkungan

Perayaan pernikahan seringkali menyajikan hidangan makanan dalam jumlah besar, bahkan berlebihan. Sayangnya, makanan dan minuman yang tidak habis dikonsumsi seringkali berakhir menjadi limbah, dan kita tahu, limbah makanan menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) yang signifikan. Menurut World Resources Institute, limbah makanan menyumbang 8% GRK global setiap tahun.

Sementara itu, menurut hasil penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2021, Indonesia membuang sampah makanan 23-48 juta ton per tahun pada periode 2000-2019. Hal ini turut menyebabkan pemanasan global, hingga berdampak pada hilangnya Produk Domestik Bruto sebesar 4-5% atau setara dengan Rp213-551 triliun per tahun.

Yang patut disayangkan, makanan di piring para tamu undangan seringkali sengaja disisakan demi alasan yang kurang bijaksana. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa perilaku menyisakan makanan dalam perayaan pernikahan adalah untuk menghindari stigma rakus, kontrol perilaku, dan pengaruh orang terdekat yang mendorong tamu untuk menyisakan makanan. Antrean saat mengambil makanan juga menyebabkan para tamu menumpuk makanan agar tidak perlu kembali mengantre.

Pakaian pengantin dalam perayaan pernikahan juga sering hanya digunakan sekali, ditambah dengan adanya tren pakaian seragam untuk para pendamping pengantin mendorong pembelian kain khusus untuk acara tersebut. Semakin banyak pendamping pengantin, maka semakin banyak kain yang dibutuhkan. Praktik ini seringkali menimbulkan limbah sisa produksi yang membutuhkan waktu lama untuk terurai dan tidak dapat melalui proses pengomposan. Selain limbah kain, undangan cetak dan ornamen-ornamen dekoratif sekali pakai seperti bunga dan dedaunan segar juga meninggalkan sampah dan jejak karbon. 

Selain itu, perayaan pernikahan membutuhkan penggunaan energi yang cukup besar, terutama jika digelar dengan mewah dan megah. Jumlah daya listrik yang diperlukan bervariasi tergantung pada pencahayaan, perangkat audio, penghangat makanan, mesin pembuat minuman, hingga hiburan. Hal ini juga berdampak pada jejak karbon keseluruhan.

Menurut Anjar Ningtias, Founder Eco-Wedding, di Jabodetabek saja ada ribuan hajatan pernikahan dan lamaran setiap minggunya. Anjar menyebutkan bahwa dalam setiap acara, setidaknya 35% makanan terbuang sia-sia, 35% sampah berasal dari dekorasi, 15% dari souvenir, dan 15% dari undangan. “Belum lagi jejak karbon yang dihasilkan dari transportasi yang digunakan, entah itu untuk mengangkut makanan, dekorasi, atau lainnya,” kata Anjar.

Konsep Pernikahan Ramah Lingkungan

Pernikahan ramah lingkungan (eco-friendly wedding) merupakan perayaan pernikahan yang dilakukan secara strategis untuk mengurangi dampak negatif  terhadap lingkungan. Hal ini dilakukan dengan mengurangi jumlah limbah dan jejak karbon yang dihasilkan selama pernikahan berlangsung.

Beberapa prinsip dan langkah yang dapat dilakukan untuk menggelar pernikahan ramah lingkungan adalah:

  • Pilih lokasi yang ramah lingkungan untuk meminimalkan penggunaan energi, kebutuhan dekorasi tambahan, dan mudah dijangkau dengan transportasi umum.
  • Gunakan undangan digital untuk menggantikan undangan cetak guna mengurangi penggunaan kertas dan tinta.
  • Sewa pakaian pernikahan alih-alih membuat pakaian baru yang berujung hanya sekali pakai, manfaatkan potongan kain sisa, dan gunakan bahan-bahan gaun yang ramah lingkungan, seperti katun atau sutra.
  • Gunakan dekorasi yang dapat digunakan kembali atau didaur ulang.
  • Sajikan makanan organik, lokal, dan musiman untuk mengurangi jejak karbon dari transportasi dan produksi makanan.
  • Hindari mengambil makanan berlebihan yang berujung tersisa dan menjadi sampah makanan. 
  • Cegah limbah sisa makanan dengan mendonasikannya kepada bank makanan (food bank) atau langsung berikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
  • Donasikan bunga-bunga, dan daun segar dari dekorasi ke lembaga amal dan komunitas setempat.
  • Sediakan transportasi bersama atau anjurkan tamu untuk menggunakan transportasi umum untuk mengurangi jejak karbon dari perjalanan individu.
  • Manfaatkan hasil bumi, benih tanaman, atau bahan ramah lingkungan yang dapat digunakan kembali sebagai souvenir pernikahan.

Penting untuk dicatat bahwa pesta pernikahan ramah lingkungan tidak berarti harus menyewa jasa wedding organizer berbiaya mahal, yang bahkan mungkin bisa lebih mahal daripada perayaan pernikahan konvensional, tetapi dapat digelar dengan sederhana sesuai prinsip-prinsip ramah lingkungan yang telah disebutkan di atas.

Perlu Adaptasi

Tanpa mengurangi kebahagiaan, konsep pernikahan ramah lingkungan patut dipertimbangkan dan diarusutamakan karena dapat mengurangi dampak lingkungan dan sering kali dapat lebih menghemat biaya. Namun, konsep ini perlu disesuaikan dengan adat masyarakat setempat agar dapat lebih diterima masyarakat luas. Untuk itu, penting juga untuk terus mengedukasi dan mengubah persepsi masyarakat agar dapat beradaptasi dan menyadari pentingnya konsep ini untuk menjaga keberlanjutan lingkungan.

Editor: Abul Muamar

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Busra Aulya
Website |  + postsBio

Busra adalah Intern Reporter di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Pendidikan Bahasa Inggris dari Universitas Mataram. Ia memiliki ketertarikan pada dunia kepenulisan dengan topik seputar pendidikan, sosial, dan budaya.

  • Busra Aulya
    https://greennetwork.id/author/busraaulya/
    Mekanisasi Pertanian Berkelanjutan untuk Tingkatkan Produktivitas dan Kesejahteraan Petani
  • Busra Aulya
    https://greennetwork.id/author/busraaulya/
    Indonesia-Vietnam Jalin Kerja Sama dalam Bidang Teknologi Pemanfaatan Lahan Rawa
  • Busra Aulya
    https://greennetwork.id/author/busraaulya/
    Memperkuat Strategi Penanggulangan Malaria di Tengah Krisis Iklim
  • Busra Aulya
    https://greennetwork.id/author/busraaulya/
    Pemprov Bali Terapkan Pajak Wisata untuk Lindungi Budaya dan Lingkungan

Continue Reading

Sebelumnya: Perlu Lebih dari Sekadar Kebijakan untuk Mengarusutamakan Cuti Haid
Berikutnya: Menengok Sawah Rendah Emisi di Delta Mekong

Lihat Konten GNA Lainnya

ilustrasi misinformasi; manekin kepala dengan bagian atas terbuka menerima koran yang dilabeli tulisan palsu Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi

Oleh Seftyana Khairunisa
12 September 2025
Seorang anak berkacamata menerima piring berisi makanan. Menengok Bagaimana Program Makan Gratis di Sekolah di Amerika Latin dan Karibia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menengok Bagaimana Program Makan Gratis di Sekolah di Amerika Latin dan Karibia

Oleh Attiatul Noor
12 September 2025
pembagian makanan kepada anak-anak Menyalakan Kemanusiaan dengan Menyelamatkan dan Mendistribusikan Makanan Berlebih
  • GNA Knowledge Hub
  • Komunitas

Menyalakan Kemanusiaan dengan Menyelamatkan dan Mendistribusikan Makanan Berlebih

Oleh Dilla Atqia Rahmah
11 September 2025
Seorang perempuan pengguna kursi roda sedang meraih tombol lift. Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik

Oleh Dinda Rahmania
11 September 2025
foto udara pemukiman padat yang ada di dekat bantaran sungai perkotaan Jerat Kemiskinan di Perkotaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Jerat Kemiskinan di Perkotaan

Oleh Seftyana Khairunisa
10 September 2025
seorang anak perempuan menulis dengan kapur di papan tulis hitam Bagaimana Pendidikan Lingkungan Dukung Ketahanan di Odisha, India
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Pendidikan Lingkungan Dukung Ketahanan di Odisha, India

Oleh Attiatul Noor
10 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia