Meningkatkan Ketahanan Iklim untuk Mendukung Kesehatan Masyarakat

Foto: Glen Bowman di Flickr.
Asia Tenggara berada di garis depan krisis iklim. Kawasan ini kerap menghadapi badai topan, banjir, kekeringan, gelombang panas, dan kondisi ekstrem lainnya. Dampak iklim ini semakin intens dan sering terjadi seiring memburuknya krisis iklim, yang menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, ketahanan iklim sangat penting untuk menjaga kesehatan masyarakat dan memastikan perlindungan tidak hanya terhadap alam tetapi juga manusia.
Perubahan Iklim di Asia Tenggara
Perubahan iklim menyebabkan peristiwa cuaca ekstrem yang membawa berbagai risiko kesehatan. Misalnya, Gelombang Panas Asia Tenggara 2024, yang mencatatkan rekor suhu tinggi hingga 42°C, telah menyebabkan peningkatan kasus demam berdarah di Indonesia yang mencapai lebih dari 62.000 kasus. Sementara itu, Malaysia dan Myanmar melaporkan tingginya angka cedera akibat kekeringan dan cuaca ekstrem.
Selain itu, bencana banjir di seluruh wilayah Asia meningkat dua kali lipat dalam tiga dekade terakhir, yang menunjukkan adanya pola yang mengkhawatirkan, khususnya di Asia Tenggara. Wilayah ini sudah rentan terhadap bencana terkait air dan menghadapi tantangan tambahan berupa curah hujan yang semakin tinggi. Data dari ASEAN Risk Monitor and Disaster Management Review (ARMOR) 2020 menunjukkan bahwa banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi di Asia Tenggara, yang menempatkan 13% populasi dalam risiko dan mengancam aset senilai USD 926 miliar.
Diperparah dengan infrastruktur yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan, hasilnya adalah peningkatan konsisten dalam frekuensi banjir yang berdampak terhadap masyarakat perkotaan dan pedesaan. Pada September 2024, Topan Yagi menyebabkan banjir parah di Vietnam, Myanmar, Laos, dan Thailand, yang merusak infrastruktur penting dan memutus akses pendidikan, layanan kesehatan, dan air bersih bagi lebih dari 6 juta anak.
Ketahanan Iklim untuk Mendukung Kesehatan Masyarakat
Salah satu kunci untuk membantu melindungi masyarakat dari ancaman kesehatan terkait krisis iklim adalah membangun ketahanan iklim dengan meningkatkan infrastruktur dan menyiapkan manajemen dan respons yang kuat. Ketahanan iklim mencakup infrastruktur, sistem kesehatan, dan kapasitas masyarakat untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Ketahanan iklim juga harus mencakup kemampuan untuk mengantisipasi, menanggapi, dan memulihkan diri dari bencana iklim.
Sebagai contoh, Kamboja telah mengembangkan Rencana Strategis Nasional untuk Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana di Sektor Kesehatan 2019–2023. Rencana tersebut menguraikan langkah-langkah utama untuk membangun sistem kesehatan yang tangguh terhadap iklim, termasuk memastikan bahwa fasilitas kesehatan memiliki akses ke air bersih, terlindungi dari banjir, dan dilengkapi dengan sistem peringatan dini. Sistem ini membantu mendeteksi risiko penyakit yang sensitif terhadap iklim sejak dini, sehingga memungkinkan petugas kesehatan untuk merespons dengan cepat dan mencegah wabah yang lebih luas.
Sementara itu, untuk mengatasi gelombang panas, Pemerintah Metropolitan Bangkok di Thailand mengambil langkah-langkah untuk melindungi kesehatan masyarakat dan menciptakan ketahanan iklim. Di antaranya dengan mendirikan pusat pendingin dimana orang-orang dapat tetap aman selama cuaca panas ekstrem, memperluas koridor hijau untuk mendinginkan area kota, dan meluncurkan sistem peringatan panas untuk memperingatkan warga.
Sedangkan Singapura menggunakan solusi berbasis alam untuk melawan gelombang panas dengan membuat kota lebih hijau. Berdasarkan visinya untuk menjadi “Kota di Alam”, Singapura menambahkan lebih banyak taman kota dan ruang hijau untuk mendinginkan lingkungan perkotaannya. Selain itu, proyek Skyrise Greenery, seperti dinding hijau dan taman atap, membantu menurunkan suhu di kota dan mengurangi limpasan air saat hujan.
Kolaborasi untuk Ketahanan Iklim yang Adil
Ketangguhan iklim bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk bertahan hidup. Jutaan nyawa sedang dipertaruhkan di tengah meningkatnya dampak perubahan iklim di Asia Tenggara. Pemerintah, masyarakat, dan individu harus bersatu untuk memperkuat ketahanan dalam menanggapi krisis iklim dan memastikan bahwa kesehatan tetap menjadi inti dari aksi iklim.
Secara alamiah, negara-negara Asia Tenggara saling terhubung. Apa yang terjadi di satu negara seringkali memengaruhi negara-negara tetangga. Misalnya, kabut asap lintas batas yang disebabkan oleh kebakaran hutan dapat menyebar melintasi perbatasan negara dan memperburuk polusi udara di wilayah Indonesia–Malaysia. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah negara-negara Asia Tenggara sangat penting.
Komunitas rentan di seluruh wilayah Asia Tenggara membutuhkan akses yang adil terhadap keselamatan dan layanan kesehatan. Oleh karena itu, sistem peringatan dini, area hijau, dan infrastruktur yang tangguh terhadap perubahan iklim serta layanan kesehatan juga harus menjangkau seluruh wilayah hingga ke desa-desa terpencil, memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang tertinggal di belakang.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Terima kasih telah membaca!
Berlangganan Green Network Asia untuk mendapatkan akses tanpa batas ke semua kabar dan cerita yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia. Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional dengan pembaruan seputar kebijakan publik & regulasi, ringkasan hasil temuan riset & laporan yang mudah dipahami, dan cerita dampak dari berbagai organisasi di pemerintahan, bisnis, dan masyarakat sipil.
Dinda adalah Reporter di Green Network Asia. Ia belajar Ilmu Hubungan Internasional di President University. Dinda bersemangat menulis seputar isu keberagaman, konsumsi berkelanjutan, dan pemberdayaan.