Waduk Gajah Mungkur Menjelma Daratan Akibat Kemarau Panjang
Bukannya genangan air, Waduk Gajah Mungkur menjelma daratan kering sejak pertengahan 2023. Batu-batu bekas fondasi rumah-rumah warga, puing-puing kompleks makam berkijing putih, dan beberapa sumur tua terlihat di beberapa titik di sebelah utara dan barat, tepatnya di Desa Wuryantoro, Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri. Sampan-sampan nelayan yang menganggur terparkir di antara kebun sayur, tanah yang retak-retak, dan rumput-rumput kecil yang tumbuh di beberapa titik yang agak lembab. Hanya ada sedikit genangan air yang tersisa nun di sebelah selatan.
“Ini [kekeringan] agak maju. Biasanya bulan Oktober atau November, tapi ini sudah kering,” ujar Sutardi, seorang warga setempat yang tengah menggembala kambing di lahan waduk yang kering kepada Green Network Asia, 23 September 2023.
Kekeringan Waduk Gajah Mungkur tahun ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Setidaknya dalam satu dekade terakhir, bendungan serbaguna Wonogiri itu mengalami kekeringan rutin setiap tahun. Selain kemarau panjang, kekeringan juga disebabkan oleh pendangkalan yang terakumulasi akibat sedimentasi. Karena kekeringan telah menjadi langganan, warga tanpa ragu memanfaatkan waduk tersebut menjadi lahan pertanian. Mereka menanam padi, jagung, dan sayur-sayuran.
Pembangunan Waduk Gajah Mungkur
Waduk Gajah Mungkur dibangun pada 1976-1981 sebagai bagian dari proyek pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo. Pembangunan waduk ini menenggelamkan 51 desa di tujuh kecamatan, dan mentransmigrasikan sekitar 67 ribu warga ke beberapa daerah di Pulau Sumatera. Diresmikan pada 17 November 1981, waduk ini diproyeksikan dapat beroperasi selama 100 tahun.
Dengan luas daerah genangan mencapai 8.800 hektare, air tampungan waduk ini semula dimaksudkan untuk mengairi persawahan di beberapa daerah di Jawa Tengah, meliputi Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, dan Sragen. Selain untuk irigasi dan mengendalikan banjir, waduk ini juga ditujukan untuk PLTA, penyediaan air baku PDAM, perikanan darat, dan pariwisata.
Kekeringan yang Semakin Parah
Proyeksi tersebut, beserta jangka waktunya, nyatanya jauh panggang dari api. Debit air Waduk Gajah Mungkur terus mengalami penyusutan dari waktu ke waktu. Kemarau panjang akibat cuaca ekstrem, badai El Nino, serta laju sedimentasi yang tak terbendung membuat waduk ini semakin kerontang.
“Pakan ternak jadi agak susah. Biasanya rumput di sini turah-turah (berlebih), tapi ini lihatlah,” kata Sutardi, menunjuk rumput-rumput halus yang tumbuh di antara tanah yang retak.
Selain berdampak terhadap irigasi di Wonogiri dan sekitarnya, keringnya Waduk Gajah Mungkur juga mengancam PLTA Wonogiri dan sumber air minum PDAM Giri Tirta Sari.
Kekeringan turut diperparah dengan kurangnya pepohonan di sekitar waduk. Banyak pohon di tepi waduk yang mengering dan sebagian dijadikan tempat pembuangan sampah. Yang lebih parah, kawasan sabuk hijau (green belt) Waduk Gajah Mungkur mengalami kerusakan akibat penebangan liar.
Perlu Penanganan Serius
Warga sekitar Waduk Gajah Mungkur mungkin tidak meratapi keadaan. Di tengah waduk yang mengering dan di bawah sinar matahari yang menyengat, mereka tetap menangkap ikan dan bercocok tanam. Selain air waduk yang tersisa, mereka juga menggunakan air dari sumur-sumur tua yang untungnya tidak ikut surut diterpa kemarau, dengan bantuan alat penyedot air dan selang yang panjangnya sekitar seratus meter. Sumur-sumur itu sudah ada sebelum waduk dibangun dan muncul kembali setiap waduk mengering.
Namun, kekeringan adalah bencana iklim yang tidak boleh dianggap remeh dan dibiarkan. Kekeringan dapat menyebabkan krisis air, mengancam keberlangsungan ekosistem, hingga mengancam ketahanan pangan dan ekonomi; dan karena itu memerlukan penanganan yang serius.
Sejauh ini, yang dilakukan pemerintah adalah melakukan penanaman vetiver (Chrysopogon zizanioides) yang dipadukan dengan tanaman keras dan berbagai tanaman produksi di hulu DAS Keduang. Terang, langkah itu jauh dari kata cukup. Penelitian menyatakan bahwa sistem peringatan dini sangat diperlukan untuk memitigasi dampak dan mengelola risiko bencana. Pemantauan dan prediksi mengenai kekeringan lanjutan merupakan hal yang krusial. Di samping itu, pemahaman tentang ketahanan dan kapasitas ekosistem, serta pemahaman mengenai kekeringan dan krisis iklim secara umum, perlu untuk terus ditingkatkan.
Terima kasih telah membaca!
Berlangganan Green Network Asia – Indonesia untuk membuka akses online tanpa batas ke platform “Konten Eksklusif” kami yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia. Nikmati manfaat berlangganan, termasuk -namun tidak terbatas pada- pembaruan kabar seputar kebijakan publik & regulasi, ringkasan temuan riset & laporan yang mudah dipahami, dan cerita dampak dari berbagai organisasi di pemerintahan, bisnis, dan masyarakat sipil.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.