Menjaga Ketahanan Air dengan Mengarusutamakan Daur Ulang Air
Setiap hari, kita membutuhkan pasokan air yang stabil dan bersih dalam semua aspek, mulai dari minum hingga untuk menghasilkan energi. Oleh karena itu, memastikan ketahanan air sangat penting demi keberlangsungan hidup. Namun, pesatnya pertumbuhan penduduk ditambah perubahan iklim menyebabkan penyusutan sumber daya air dan membuat air semakin langka, termasuk di Asia. Di tengah keadaan ini, daur ulang air muncul sebagai solusi potensial.
Penawaran dan Permintaan
Benua Asia adalah rumah bagi hampir 60% populasi dunia. Pada tahun 2024, ada lebih dari 4,8 miliar orang yang hidup di benua Asia, menjadikannya wilayah terpadat di muka Bumi. Meski tingkat pertumbuhan diperkirakan melambat dan terdapat risiko penurunan populasi pada tahun-tahun mendatang, jumlah penduduk tetap akan mencapai titik tertinggi sepanjang masa.
Hal ini mengisyaratkan bahwa kebutuhan air bersih dan sumber daya lainnya tetap akan terus meningkat. Beberapa kawasan di Asia, khususnya Asia Selatan dan Asia Tenggara, sudah menghadapi kerawanan air yang signifikan. Pada tahun 2023, lebih dari 347 juta anak di Asia Selatan mengalami kelangkaan air yang tinggi yang disebabkan oleh buruknya kualitas, kurangnya pasokan, dan salah urus. Di Indonesia dan Filipina, jutaan orang masih kekurangan akses terhadap sanitasi dan kekurangan air karena sumber air yang jauh dan terkontaminasi, serta ketidakmampuan untuk membeli air. Situasi ini berdampak pada kesejahteraan mereka dan mereka rentan terhadap penyakit, kerawanan pangan, dan ancaman pertumbuhan ekonomi.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sumber air sungai-sungai besar di Asia, Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, yang dikenal sebagai “Menara Air Asia”, berisiko mengalami penurunan air bersih secara signifikan pada tahun 2060. Hal ini disebabkan oleh gletser yang mencair lebih cepat di wilayah tersebut dan dapat mengurangi cadangan air tawar dan mengganggu kestabilan aliran sungai. Sungai-sungai besar lainnya di kawasan ini, seperti Sungai Mekong, Gangga, dan Indus, juga mengalami degradasi akibat penggunaan yang tidak bertanggung jawab yang menyebabkan pencemaran air dan diperburuk oleh peristiwa ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim seperti kekeringan dan banjir.
Lebih lanjut, proyeksi ke depan menunjukkan kesenjangan antara permintaan dan pasokan air bersih akan mencapai 40% pada tahun 2030. Menurut OECD, sebagian besar permintaan ini berasal dari sektor industri yang diproyeksikan meningkat sebesar 250%.
Daur Ulang Air
Ketika kebutuhan akan air bersih terus meningkat, krisis air global akan semakin memburuk jika pengelolaan air tidak beradaptasi dengan tantangan yang ada. Salah satu pilihan yang mungkin diterapkan untuk mengatasi tantangan ini adalah dengan mendaur ulang air.
Daur ulang air dilakukan dengan pemurnian air limbah untuk mengubahnya menjadi air bersih yang dapat digunakan untuk keperluan industri dan pertanian. Langkah ini, juga dikenal sebagai reklamasi air, berfokus pada pengurangan ketergantungan pada sumber daya air alami yang terbatas dan meminimalkan jumlah air terkontaminasi yang dilepaskan ke lingkungan.
Beberapa negara di dunia telah berhasil menerapkan daur ulang air untuk mengatasi kelangkaan air. Misalnya, Namibia menjadi negara pertama yang memanfaatkan reklamasi air dengan mendirikan Pabrik Reklamasi Air Goreangab (GWRP) pada tahun 1968. Untuk mengatasi kekurangan air yang parah dan meningkatnya tekanan pada air tanah karena pertumbuhan populasi pada saat itu, Namibia menerapkan direct potable reuse (DPR), yang memurnikan air limbah melalui proses seperti ozonasi, penyerapan karbon, dan filtrasi membran. Hal ini memastikan air aman digunakan dan menjamin pasokan air.
Contoh lainnya adalah NEWater di Singapura. Setelah melakukan penelitian intensif, Singapura meluncurkan pabrik reklamasi NEWater pada tahun 2003. Pabrik tersebut mengolah air limbah melalui tiga tahap: mikrofiltrasi/ultrafiltrasi, Reverse Osmosis (RO), dan desinfeksi ultraviolet. Uji mikrobiologi, kimia, dan fisik menunjukkan bahwa kualitas air mereka melampaui standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia.
Solusi Potensial
Pertumbuhan populasi yang tinggi, urbanisasi, dan perubahan iklim mempengaruhi pasokan air di Asia, dan karenanya perlu solusi segera. Selama ini, negara-negara di Asia masih sangat bergantung pada air tanah, sehingga menyebabkan penurunan permukaan tanah akibat ekstraksi berlebihan. Akibatnya, kota-kota seperti Jakarta, Pekalongan, Manila, dan Hanoi berisiko tenggelam. Oleh karena itu, kota-kota besar di Asia dapat mulai menerapkan daur ulang air berskala besar, sementara daerah pedesaan dapat menerapkan sistem reklamasi air yang terdesentralisasi.
Meski infrastruktur daur ulang air memerlukan sumber daya yang besar, manfaat jangka panjangnya dapat memberikan pilihan yang lebih hemat biaya. Penggunaan air yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan risiko kesehatan yang dapat menimbulkan biaya jangka panjang yang tinggi. Selain itu, daur ulang air juga dapat mengurangi kebutuhan untuk mengangkut air dari sumber yang jauh karena air limbah lokal digunakan kembali. Hal ini akan menghemat biaya transportasi dan mengurangi energi yang dibutuhkan untuk pengolahan air, sehingga menjadikannya solusi yang lebih berkelanjutan.
Namun, konteks ekonomi dan geografis yang beragam di Asia memerlukan pendekatan yang disesuaikan. Jika diadaptasi secara efektif, reklamasi air dapat menjadi solusi untuk meningkatkan ketahanan air secara signifikan di seluruh Asia.
Praktik Berkelanjutan untuk Ketahanan Air
Penting diingat bahwa air membutuhkan waktu untuk terisi kembali secara alami dan layak untuk dikonsumsi, sehingga persediaannya terbatas. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyadari hubungan penting antara pertumbuhan penduduk dan ketersediaan sumber daya alam, khususnya pasokan air bersih. Mengadopsi daur ulang air dan praktik berkelanjutan lainnya dapat membantu memastikan ketersediaan air dan mencegah kelangkaan air.
Selain itu, sektor-sektor dengan penggunaan air yang besar harus menerapkan praktik-praktik yang lebih berkelanjutan untuk mengurangi konsumsi air berlebihan. Hal ini termasuk menerapkan metode pertanian berkelanjutan dan membangun lingkungan binaan yang ramah lingkungan dan menggunakan air secara lebih efisien.
Pengelolaan air yang berkelanjutan tidak hanya sekadar memastikan pasokan air yang cukup, tetapi juga distribusi yang merata untuk memastikan aksesibilitas dan keterjangkauan air untuk semua. Oleh karena itu, pemberdayaan pemuda dan perempuan, penguatan tata kelola air lintas batas, dan pembangunan kembali infrastruktur untuk mendukung akses air sangat penting untuk mencapai jangkauan dan kontribusi yang inklusif. Pendanaan, penelitian, dan kebijakan yang selaras dengan tujuan keberlanjutan sangat penting untuk mencapai ketahanan air.
Editor: Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Dinda adalah Reporter di Green Network Asia. Dia belajar Ilmu Hubungan Internasional di President University. Dinda bersemangat menulis tentang isu keberagaman, konsumsi berkelanjutan, dan pemberdayaan.