Potensi Hidrogen sebagai Sumber Energi Bersih di Asia
Energi terbarukan menjadi sumber energi yang populer di tengah krisis iklim. Dihasilkan dari sumber yang tidak habis ketika dieksploitasi, energi terbarukan merupakan alternatif bahan bakar fosil, dengan emisi yang lebih sedikit dan tidak bergantung pada sumber daya yang terbatas. Beberapa sumber energi terbarukan yang banyak digunakan saat ini antara lain tenaga air, angin, matahari, dan panas bumi.
Energi terbarukan telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangkitan listrik dalam beberapa tahun terakhir. Secara global, sumber energi terbarukan telah meningkat dari 6.000 TWh pada tahun 2016 menjadi 7.468 TWh pada tahun 2020. Selain itu, harga teknologi terbarukan turun signifikan sejak 2009, berkat inovasi terbaru agar lebih mudah tersedia di pasar.
Salah satu sumber energi terbaru yang sedang diteliti adalah energi hidrogen. Hidrogen dipandang bebas karbon dan dapat digunakan untuk pembangkit listrik dan bahan bakar kendaraan.
Mengenal Energi Hidrogen
Hidrogen merupakan salah satu senyawa paling melimpah di Bumi, dan dapat ditemukan di udara, air, dan material organik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hidrogen dapat menghasilkan energi tanpa membahayakan lingkungan dan cocok untuk dekarbonisasi.
Selain pembangkit listrik rumah tangga dan industri, sel bahan bakar hidrogen juga dapat menggerakkan kendaraan. Dalam sel bahan bakar hidrogen, hidrogen bereaksi dengan oksigen secara elektrokimia untuk menghasilkan listrik dan air, lalu menyimpan dan menghasilkan energi tanpa pembakaran atau emisi.
Sekitar 21% emisi global berasal dari transportasi. Karena itu, mengganti kendaraan berbahan bakar fosil dengan kendaraan bertenaga hidrogen dapat mengurangi emisi karbon secara signifikan karena menggunakan motor listrik dan menghasilkan nol emisi, layaknya kendaraan bertenaga baterai.
Beberapa perusahaan mobil telah memulai produksi kendaraan bertenaga hidrogen. Salah satunya adalah Toyota, yang memproduksi Mirai pada tahun 2014. Performa Toyota Mirai sangat baik hingga memecahkan Rekor Dunia Guinness dengan jarak tempuh 1.003 Km pada satu sel bahan bakar hidrogen.
Energi Hidrogen di Asia
Jepang saat ini memimpin dunia dalam penelitian tenaga hidrogen. Setelah mengimpor bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan listriknya, Jepang mengembangkan energi terbarukan untuk mengamankan sumber energi domestiknya. Selain memproduksi kendaraan bertenaga hidrogen, Jepang juga menjadi pelopor dalam produksi massal dan transportasi hidrogen.
Kawasaki Heavy Industries telah mengembangkan dan memproduksi tangki penyimpanan untuk hidrogen cair sejak tahun 1983. Pada tahun 2021, Kawasaki meluncurkan Suiso Frontier, pengangkut hidrogen cair pertama di dunia. Sebagai pertunjukan percontohan, Suiso Frontier berlayar pada Desember 2021 untuk mengambil hidrogen di Australia. Proyek ini sangat didukung oleh pemerintah Jepang dan Australia dan sedang mengarah pada pengembangan lebih lanjut selama dua tahun sebelum komersialisasi penuh.
Dengan Jepang dan Australia sebagai yang terdepan, panggung untuk komersialisasi hidrogen di Asia Timur telah siap. Namun, sebagian besar negara di Asia Tenggara saat ini memiliki minat yang rendah terhadap tenaga hidrogen. Negara-negara berkembang ini sedang berjuang untuk memenuhi kebutuhan energi domestik mereka, sehingga ide untuk berinvestasi dalam sumber energi eksperimental sering tidak terpikirkan. Namun, Singapura dan Brunei Darussalam mulai berinvestasi dalam energi hidrogen dan menunjukkan awal yang menjanjikan untuk transisi energi di wilayah tersebut.
Bagaimana dengan masa depan?
Ironisnya, tantangan terbesar bagi energi hidrogen justru adalah sumber energi dalam produksinya. Produksi sel bahan bakar hidrogen masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Bahkan hidrogen yang diambil oleh Jepang di Australia ditenagai oleh batubara coklat.
Kabar baiknya adalah banyak negara sedang merumuskan cara untuk mengarusutamakan produksi hidrogen. Pemerintah Australia dan Korea Selatan berkomitmen untuk menyediakan investasi dalam hidrogen, yang memungkinkan usaha patungan dengan sektor swasta dan membantu meminimalkan biaya dan birokrasi dalam proyek tersebut. China, yang produksi hidrogennya saat ini 60% ditenagai oleh batubara, akan memproduksi 100 Mt hidrogen terbarukan pada tahun 2060. Dengan upaya ini, hidrogen dapat menjadi lebih terjangkau di masa depan.
Mewujudkan masa depan tanpa emisi karbon membutuhkan ketekunan. Minat terhadap energi terbarukan, seperti hidrogen, harus didorong di semua negara. Banyak investor mencari pasar yang belum dimanfaatkan di Asia, dan pemerintah harus mendukung perkembangan ini. Investasi, subsidi, atau insentif pajak dapat meningkatkan keterlibatan investor dalam investasi energi terbarukan. Dengan adanya beberapa negara yang memimpin transisi, negara lain mungkin akan segera menyusul.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli dari artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Ata adalah Manajer Kemitraan Bisnis di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Ilmu Manajemen Lingkungan dari University of Queensland, Australia. Ia seorang environmental & impact specialist, mendukung berbagai organisasi melalui studi lingkungan dan manajemen proyek.