CCEP Indonesia dan Dynapack Asia Luncurkan Pabrik Daur Ulang Botol Plastik di Bekasi

Botol plastik Coca-Cola di tepi pantai. | Foto oleh Maria Mendiola di Unsplash.
Limbah botol plastik merupakan salah satu masalah lingkungan yang serius. Sebuah penelitian yang terbit di jurnal Nature Climate Change mengungkap bahwa sepanjang siklus hidupnya, plastik menyumbang 3,8% dari emisi gas rumah kaca secara global, atau hampir dua kali lipat dibanding emisi dari sektor penerbangan. Botol plastik memerlukan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk terurai.
Potensi dampak buruk tersebut mendorong banyak pihak untuk lebih peduli terhadap limbah plastik, termasuk dari sektor bisnis. Pada 8 Februari 2023, Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia dan Dynapack Asia meluncurkan pabrik daur ulang botol plastik polyethylene terephthalate (PET), Amandina Bumi Nusantara, di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Daur Ulang Botol Plastik Coca-Cola
Dalam Brand Audit Report 2021, Break Free From Plastic (BFFP) menemukan jumlah sampah plastik berlabel Coca-Cola mengalami peningkatan kurun 2018-2021. BFFP mencatat sebanyak 58% dari 330.493 potongan sampah plastik Coca-Cola dalam audit mereka di 45 negara. Pada tahun 2021 saja, terdapat 19.826 potongan sampah plastik dari produk Coca-Cola. Laporan tersebut menjadi catatan penting bagi Coca-Cola untuk lebih bertanggung jawab atas sampah plastik yang mereka hasilkan.
Dalam peluncuran pabrik daur ulang botol plastik seluas 20.000 meter persegi tersebut, CCEP Indonesia dan Dynapack Asia mempromosikan pendekatan closed-loop yang disebut-sebut akan memacu ekonomi sirkular dan membantu mengatasi masalah lingkungan. Sistem ini memungkinkan pengelolaan sampah kemasan plastik botol kemasan menjadi botol kembali sehingga dapat mengurangi kebutuhan material plastik baru dan memperpanjang siklus hidup kemasan plastik.
Nilai investasi untuk memproduksi PET daur ulang/recycled PET (rPET) pada pabrik ini mencapai Rp556,2 miliar. Dengan nilai investasi itu, Amandina Bumi Nusantara akan memproduksi 25.000 ton rPET per tahun. Penggunaan rPET sebagai bahan baku pembuatan botol kemasan akan mengurangi emisi karbon dibanding penggunaan bahan baku virgin PET (plastik murni). Berdirinya pabrik ini disebut akan menyerap sekitar 30 ribu tenaga kerja.
Selain pabrik daur ulang botol plastik, CCEP Indonesia dan Dynapack Asia juga meresmikan Yayasan Mahija Parahita Nusantara yang akan membantu dalam pengadaan bahan baku plastik daur ulang dengan melibatkan komunitas pemulung sampah lokal.
“Kami berkomitmen untuk memastikan pasokan rPET berkualitas tinggi sesuai kebijakan pemerintah dan standar keamanan pangan internasional, serta meningkatkan penghidupan yang layak dan memberikan kesempatan bagi pekerja pengumpul sampah dan masyarakat,” kata Jorge Escudero, Presiden Direktur CCEP untuk Indonesia dan Papua Nugini.
Perlu partisipasi semua pemangku kepentingan
Kerja sama CCEP Indonesia dan Dynapack Asia merupakan satu langkah berarti untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup yang berasal dari limbah plastik. Namun, inisiatif seperti ini memerlukan dukungan dari semua pemangku kepentingan.
Untuk sektor bisnis, pengelolaan limbah plastik memerlukan dukungan berupa pekerjaan yang berkesinambungan, bantuan sosial, praktik pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, serta dukungan pendidikan bagi anak-anak para pekerja.
“Percepatan program pengelolaan sampah berbasis sumber dapat dilakukan secara gotong royong oleh semua pihak. Ini bagian dari landasan negara, Pancasila,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan saat meresmikan pabrik Amandina Bumi Nusantara.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia.