Kerja Keras SBI Selamatkan Bekantan dan Habitatnya
Keberadaan satwa liar sering menjadi parameter kondisi lingkungan atau habitat tempat mereka tinggal. Semakin rusak habitat, semakin besar kemungkinan satwa liar berkurang populasinya atau punah.
Di Kalimantan Selatan, bekantan (Nasalis larvatus) merupakan satwa endemik yang dilindungi dan menjadi maskot daerah tersebut. Primata berhidung mancung dan dikenal pemalu ini berstatus terancam punah (Endangered) terutama akibat kerusakan dan alih fungsi habitat, kebakaran hutan, perburuan liar, dan perubahan iklim.
Kondisi tersebut mendorong Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) untuk menyelamatkan bekantan dan habitatnya di Pulau Curiak, Kabupaten Barito Kuala. Setelah berjalan hampir sepuluh tahun, jerih payah komunitas ini berbuah manis. Pada Juli 2022, SBI menerima penghargaan Kalpataru 2022 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas dedikasinya dalam meningkatkan populasi bekantan dan menambah luas lahan hutan mangrove rambai.
Membeli kembali lahan
SBI didirikan oleh Pusat Studi & Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia). Sejak awal, komunitas ini mengusung misi ‘Save Our Mascot’ dengan menggalakkan sosialisasi, perlindungan habitat, dan penghentian perburuan bekantan.
Untuk menyelamatkan bekantan dan melestarikan habitatnya, SBI menjalankan tiga program, yakni:
- Buy back land atau membeli kembali lahan yang telah atau sempat dialihfungsikan.
- Restorasi mangrove rambai.
- Pemberdayaan masyarakat.
Untuk program yang pertama, SBI membeli kembali sejengkal demi sejengkal lahan yang semula merupakan hutan mangrove dan habitat bekantan serta keanekaragaman hayati lahan basah lainnya untuk direstorasi dan ditanami pohon mangrove rambai. Lahan tersebut sempat dibeli oleh pengusaha dan dialihfungsikan menjadi kawasan industri dan pemukiman.
Setelah dilakukan restorasi, luas Pulau Curiak yang semula hanya 2,4 hektare, kini bertambah menjadi 4,01 hektare. Sejak 2015, lahan di seberang Pulau Curiak dihutankan kembali dengan penanaman 10.000 pohon mangrove rambai (Soneratia caseolaris) sebagai zona penyangga habitat bekantan.
Pohon-pohon tersebut tumbuh dengan baik dan kini membentuk pulau delta baru di kawasan Sungai Barito yang sekarang dihuni oleh sekelompok bekantan. Selain sebagai habitat bekantan, hutan mangrove rambai juga dapat menyerap karbon dioksida empat kali lebih banyak dari hutan tropis lainnya.
Di samping itu, SBI juga menyediakan program Adopsi Bekantan. Program ini menyelamatkan bekantan yang tadinya dipelihara oleh masyarakat. Berkat restorasi hutan mangrove rambai dan adopsi bekantan, populasi bekantan di pulau tersebut berangsur-angsur meningkat, dari 14 ekor pada tahun 2016 menjadi 38 ekor saat ini. Sepanjang 2022, delapan ekor bayi bekantan lahir di kawasan Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak dan satu ekor lahir di Bekantan Rescue Center Banjarmasin.
“Menyelamatkan bekantan tidak mungkin tanpa menyelamatkan habitatnya. Untuk itulah, kami tim SBI berusaha sekuat tenaga berupaya memenuhi daya dukung bagi habitat bekantan,” kata Amalia Rezeki, pendiri SBI yang juga dosen Pendidikan Biologi di Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Kembangkan desa wisata
Tidak hanya menyelamatkan bekantan dan habitatnya, SBI juga mengembangkan desa wisata untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Desa wisata dibuka dengan memanfaatkan bentang alam kawasan Pulau Curiak serta kearifan lokal masyarakat desa setempat.
Untuk mendukung pengembangan desa wisata tersebut, SBI memberikan berbagai pelatihan kepada masyarakat tentang kepariwisataan dan bisnis pendukungnya, dan membangun Rumah UMKM dengan dukungan dari PT Pertamina. Promosi digencarkan dengan membangun Bekantan Corner di Bandara Internasional Syamsudin Noor Banjarbaru dan berhasil menarik wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri untuk berkunjung.
Dalam menjalankan semua inisiatif tersebut, SBI tidak sendirian. Komunitas ini mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak, di antara ULM, lembaga pemerintah pusat, BUMN, pemerintah daerah, swasta, dan juga media massa.
Apa yang dilakukan oleh SBI merupakan contoh praktik baik yang dapat diadaptasi atau dikembangkan di daerah-daerah lain di Indonesia dalam rangka mendukung upaya penyelamatan satwa liar sekaligus melestarikan lingkungan untuk memitigasi dampak perubahan iklim. Kerja sama atau partisipasi semua pihak, terutama para pemangku kepentingan, merupakan hal penting untuk mendukung inisiatif semacam ini.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.