Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Soft News
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • ESG
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Membangun Sistem Dukungan Inklusif untuk Orang-orang dengan Gangguan Bipolar

Dukungan inklusif untuk orang-orang dengan gangguan bipolar harus mempertimbangkan pengalaman hidup, sistem layanan yang lebih baik, dan keterlibatan aktif masyarakat.
Oleh Syabina Said
16 April 2025
rantai kertas berbentuk manusia

Foto: Freepik.

Seringkali, inisiatif atau kampanye kesehatan mental gagal menjangkau mereka yang paling membutuhkan, termasuk orang-orang dengan gangguan bipolar. Memberikan dukungan yang bermakna bagi orang dengan gangguan bipolar tidak cukup hanya dengan kampanye kesadaran, melainkan harus dengan sistem inklusif yang mampu menampung kompleksitas pengalaman hidup mereka.

Apa itu Gangguan Bipolar?

Gangguan bipolar, yang juga dikenal sebagai gangguan manik-depresif, ditandai oleh perubahan suasana hati, energi, dan aktivitas ekstrem, yang secara signifikan mempengaruhi kehidupan sehari-hari penderitanya. Menurut WHO, sekitar 40 juta orang di seluruh dunia hidup dengan kondisi bipolar pada tahun 2019.

WHO menjelaskan bahwa gangguan bipolar merupakan salah satu penyebab utama disabilitas di dunia. Orang-orang dengan gangguan bipolar memiliki risiko lebih tinggi mengalami kecemasan serta penyalahgunaan obat. Secara keseluruhan, gangguan bipolar dapat memicu perilaku yang merusak hubungan sosial, mengganggu aktivitas sehari-hari seperti sekolah atau bekerja, dan dalam beberapa kasus bahkan berujung pada kematian. Fakta ini menekankan pentingnya kesadaran yang inklusif dan intervensi layanan kesehatan.

Sementara, dunia medis melihat gangguan bipolar sebagai kondisi yang memerlukan perawatan, perspektif neurodiversitas menganggapnya sebagai bagian dari variasi kognitif alami. Keduanya perlu saling melengkapi agar tercipta layanan kesehatan yang inklusif dan bermakna.

Bergerak Melampaui Stigma

Sayangnya, gangguan bipolar masih sering disalahpahami, dianggap sebagai kesurupan atau lemahnya iman pengidapnya, terutama di beberapa negara di Asia. Stigma ini menstereotipkan penderita bipolar sebagai orang yang berbahaya atau tidak stabil, yang pada akhirnya membuat kampanye kesadaran dan intervensi layanan kesehatan yang ada menjadi tidak efektif serta mengasingkan mereka yang membutuhkan dukungan.

Meskipun kampanye kesadaran sering mendapatkan perhatian, tidak jelas apa yang terjadi setelahnya. Kurangnya akses layanan kesehatan termasuk salah satu tantangan utama. Di Asia Tenggara, empat dari lima orang kesulitan mendapatkan layanan kesehatan mental karena kendala infrastruktur, biaya yang tinggi, dan kurangnya tenaga profesional. Kendala-kendala ini memberi dampak yang lebih besar bagi orang-orang dengan gangguan bipolar, yang memerlukan perawatan terus-menerus, diagnosis yang tepat, dan dukungan dari orang-orang terdekat.

Terlepas dari itu, gangguan bipolar juga sering dikaitkan dengan kreativitas dan ketangguhan. Sebagai contoh, peninggalan Vincent van Gogh, yang ulang tahunnya bertepatan dengan Hari Bipolar Sedunia, menunjukkan bagaimana perspektif neurodivergent dapat mengubah wajah seni dan budaya. Hal ini menunjukkan sisi positif yang perlu dipertimbangkan dalam upaya membangun sistem dukungan yang inklusif.

Menciptakan Inklusi yang Bermakna

Memperkuat dukungan untuk orang-orang dengan gangguan bipolar membutuhkan upaya yang lebih baik dalam setidaknya tiga aspek: sistem, dukungan masyarakat, dan bahasa.

Secara sistemik, perluasan akses terhadap pelayanan kesehatan mental sangatlah penting. WHO Asia Tenggara menekankan pentingnya integrasi layanan ini ke dalam layanan kesehatan primer untuk menjamin pemerataan akses dan mengatasi kesenjangan pengobatan. Pemerintah perlu mengambil peran aktif melalui pendanaan yang memadai, perluasan akses layanan kesehatan, dan reformasi pembelajaran mengenai kesehatan mental.

Pada saat yang sama, program-program berbasis komunitas, dukungan dari sesama, serta akses terhadap pilihan pengobatan yang terjangkau menjadi elemen kunci dalam membangun sistem yang inklusif. Di Indonesia, ada komunitas Bipolar Care Indonesia yang aktif mendampingi penyintas gangguan bipolar dan para pengasuh mereka.

Inklusi yang bermakna dapat dimulai dengan mendengarkan suara-suara mereka yang terdampak secara langsung serta menghormati hak mereka untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Misalnya di Vietnam, sejumlah tokoh publik telah terbuka membagikan pengalaman mereka dalam menghadapi tantangan kesehatan mental, dan menunjukkan bagaimana mereka menemukan kekuatan melalui musik dan seni. Mereka mendorong lahirnya diskusi yang penting, baik di dalam industri hiburan maupun di bidang lainnya. Pada saat yang sama, media massa harus berhenti mengeksploitasi berita-berita tentang bipolar secara sensasional, dan mulai melakukan pemberitaan yang dilakukan dengan lebih menaruh empati dan hormat.

Dukungan berarti mendengarkan. Dukungan berarti mengubah sistem. Dukungan berarti memastikan bahwa orang dengan gangguan bipolar tidak hanya dilihat, tetapi juga dihormati dan diberdayakan.

Penerjemah: Kesya Arla

Editor: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Continue Reading

Sebelumnya: Melihat Bagaimana Pendidikan Kritis dan Demokratis di Sanggar Anak Alam
Berikutnya: Bagaimana PP TUNAS Dapat Memperkuat Perlindungan Anak di Ruang Digital?

Lihat Konten GNA Lainnya

Beberapa perempuan Mollo sedang menenun Bagaimana Masyarakat Adat Mollo Hadapi Krisis Iklim dan Dampak Pertambangan
  • GNA Knowledge Hub
  • Wawancara

Bagaimana Masyarakat Adat Mollo Hadapi Krisis Iklim dan Dampak Pertambangan

Oleh Andi Batara
18 September 2025
Seorang penyandang disabilitas di kursi roda sedang memegang bola basket di lapangan. Olahraga Inklusif sebagai Jalan Pemenuhan Hak dan Pemberdayaan Difabel
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Olahraga Inklusif sebagai Jalan Pemenuhan Hak dan Pemberdayaan Difabel

Oleh Attiatul Noor
18 September 2025
alat-alat makeup di dalam wadah Fast-Beauty dan Dampaknya yang Kompleks
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Fast-Beauty dan Dampaknya yang Kompleks

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
17 September 2025
kawanan gajah berjalan melintasi ladang hijau yang subur Penurunan Populasi Gajah Afrika dan Dampaknya terhadap Ekosistem
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Penurunan Populasi Gajah Afrika dan Dampaknya terhadap Ekosistem

Oleh Kresentia Madina
17 September 2025
foto kapal di lautan biru gelap dari atas udara Memperkuat Standar Ketenagakerjaan di Sektor Perikanan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memperkuat Standar Ketenagakerjaan di Sektor Perikanan

Oleh Abul Muamar
16 September 2025
Siluet keluarga menyaksikan bencana kebakaran hutan Memahami Polusi Udara sebagai Risiko bagi Kesehatan Manusia dan Bumi
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memahami Polusi Udara sebagai Risiko bagi Kesehatan Manusia dan Bumi

Oleh Kresentia Madina
16 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia