Mengatasi Ancaman Banjir Pesisir dan Kota yang Tenggelam

Foto oleh Mika Baumeister di Unsplash
Selain kenaikan suhu, perubahan iklim juga menyebabkan permukaan air laut meninggi. Untuk planet yang terdiri dari dua pertiga lautan, dampaknya bisa sangat luar biasa. Kenyataannya, kita telah mengalaminya beberapa kali.
Selama dua dekade terakhir, tinggi permukaan laut global telah meningkat 2,6 mm per tahun. Sementara, orang yang tinggal di daerah pesisir mungkin mengalami kenaikan permukaan laut empat kali lebih tinggi. Mereka berada di garis depan kenaikan permukaan laut, menghadapi dampak yang jauh lebih besar pada tingkatan yang lebih cepat daripada angka yang dilaporkan.
Banjir Pesisir & Kota yang Tenggelam
Dalam sebuah studi tahun 2019, Climate Central memperingatkan bahwa pada tahun 2050, banjir pantai rutin atau bahkan permanen dapat terjadi di sejumlah daerah di China, Bangladesh, India, Vietnam, Indonesia, dan Thailand. Peringatan ini juga dialamatkan kepada setidaknya 50 kota besar di seluruh dunia, terutama di Asia, dalam studi lain sejak tahun 2021.
Banyak wilayah pesisir yang sudah mengalami banjir dengan dampak yang merusak. Greenpeace memperkirakan bahwa banjir pesisir dan kenaikan permukaan laut berdampak pada 15 juta orang di tujuh kota besar Asia, dengan kerugian mencapai 724 miliar USD.
Sebutan ‘kota yang tenggelam’ yang populer digunakan sudah sangat tepat. Menurut analisis data satelit dari 2015 hingga 2020, tingkat tenggelam paling cepat terjadi di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur. Angka tertinggi (lebih dari 3 cm/tahun) terjadi di Tianjin, Semarang, dan Jakarta.
Jika keadaannya terus seperti sekarang, kita bakal kehilangan kota-kota pesisir tersebut dalam waktu yang tidak terlalu lama karena tenggelam sepenuhnya.
Kenaikan Permukaan Laut & Penurunan Tanah
Sebagian emisi karbon akan tetap berada di atmosfer selama ratusan tahun. Jadi, bahkan dengan pengurangan emisi moderat, suhu global dan permukaan laut akan terus meningkat. Fenomena ini merupakan ancaman jangka panjang yang tidak diantisipasi oleh sebagian besar negara.
Meski demikian, kenaikan permukaan laut mungkin bukan satu-satunya penyebab tenggelamnya kota. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Geophysical Research Letters mengungkapkan bahwa daerah di sebagian besar kota pesisir ‘tenggelam’ lebih cepat daripada kenaikan permukaan laut. Studi tersebut menunjukkan bahwa aktivitas manusia—terutama ekstraksi air tanah—mungkin menjadi penyebab utama penurunan tanah.
Kebijakan & Perencanaan
Ringkasnya, pemerintah harus berbuat lebih banyak untuk melindungi wilayah pesisir secara khusus. Kebijakan, tindakan, dan roadmap nasional harus mempertimbangkan efek jangka panjang emisi karbon terhadap kenaikan permukaan laut, membuat perencanaan yang lebih dari sekadar menguranginya.
Selain itu, pemerintah juga harus menyadari dan menangani penurunan tanah. Perencanaan yang dibuat harus mencakup kebijakan kohesif yang didukung oleh ilmu pengetahuan untuk pemanfaatan dan drainase air tanah karena dapat memberikan manfaat besar dalam mengurangi banjir pesisir.
“Pemerintah harus memasukkan masalah penurunan permukaan pantai ke dalam rencana mereka untuk mengatasi masalah kenaikan permukaan laut,” kata Matt Wei, Associate Professor of Oceanography di University of Rhode Island.
Editor & Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Naz adalah Manajer Editorial di Green Network Asia.