Menyongsong Kebijakan Perdagangan yang Responsif Iklim

Foto: CHUTTERSNAP di Unsplash.
Perdagangan merupakan salah satu “mesin” yang membuat kehidupan terus berjalan. Makanan, bahan bakar, dan berbagai hal lainnya dalam hidup kita dapat diperoleh melalui aktivitas perdagangan. Dengan peraturan yang ketat, kebijakan perdagangan dapat menjadi sarana penting untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Baru-baru ini, Koalisi Menteri Perdagangan Dunia untuk Perubahan Iklim diluncurkan untuk mengatasi perubahan iklim melalui kebijakan perdagangan yang responsif iklim.
Instrumen SDGs
Perdagangan merupakan instrumen penting dalam Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk mendorong kontribusi total perdagangan terhadap agenda pembangunan berkelanjutan melalui liberalisasi perdagangan, pelestarian lingkungan, penyediaan sumber keuangan bagi negara berkembang, dan dorongan kebijakan ekonomi makro yang menyangkut lingkungan dan pembangunan.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membuat daftar sembilan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang dapat didukung melalui kebijakan perdagangan yang komprehensif dan strategis, termasuk Tujuan 1 tentang pengentasan kemiskinan, Tujuan 3 tentang kesehatan dan kesejahteraan, dan Tujuan 5 tentang kesetaraan gender. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, diperlukan upaya berskala global untuk membuat kebijakan perdagangan yang responsif iklim dan berorientasi pada pembangunan.
Kebijakan perdagangan yang responsif terhadap iklim
Koalisi Menteri Perdagangan Dunia untuk Perubahan Iklim diluncurkan dalam World Economic Forum 2023 di Davos. Ini merupakan forum global tingkat menteri pertama yang diinisiasi oleh Menteri Perdagangan Ekuador, Uni Eropa, Kenya, dan Selandia Baru pada tahun 2022.
Koalisi ini mendorong aksi global untuk mempromosikan kebijakan perdagangan yang dapat membantu mengatasi perubahan iklim melalui upaya lokal dan global. Salah satu fokus utama Koalisi ini adalah mengidentifikasi negara-negara berkembang dan terbelakang yang paling rentan terhadap perubahan iklim dengan risiko yang lebih tinggi.
Saat ini, ada 52 anggota Koalisi yang bekerja sama untuk kebijakan perdagangan yang responsif iklim. Koalisi ini bertujuan untuk melibatkan menteri perdagangan, masyarakat sipil, bisnis, dan organisasi untuk berpartisipasi dalam pekerjaan Koalisi di masa depan.
“Kita sekarang memiliki wadah untuk memobilisasi keinginan bersama untuk mengatasi masalah dan bekerja sama untuk menyatukan banyak tindakan secara koheren dan efektif,” kata Menteri Perdagangan dan Pertumbuhan Ekspor Selandia Baru Damien O’Connor.
“Koalisi Iklim adalah inisiatif genting dan tepat waktu yang menyatukan para Menteri untuk memberikan arahan politik tingkat tinggi untuk mendukung pekerjaan teknis di WTO dan untuk memastikan bahwa tindakan di WTO, APEC, G20, G7, dan forum lainnya berjalan ke arah yang benar, tidak bercelah di area kritis, dan sumber daya diarahkan pada prioritas yang tepat dan tidak disia-siakan,” tambahnya.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli dari artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan kami untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Madina adalah Reporter & Peneliti In-House untuk Green Network Asia. Dia meliput Global, Asia Tenggara, Asia Timur, dan Australasia.