Serikat Pekerja Kampus untuk Dunia Akademik yang Lebih Baik
Kesejahteraan tenaga kerja kampus adalah fondasi penting bagi keberlangsungan dunia akademik. Namun, kenyataannya, masih banyak tenaga kerja di lingkungan pendidikan tinggi yang menghadapi tantangan terkait kesejahteraan dan hak-hak dasar mereka. Beban kerja berlapis, kontrak kerja yang tidak transparan, dan upah rendah termasuk beberapa isu yang muncul ke permukaan. Terkait hal ini, puluhan dosen dan tenaga kependidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) membentuk Serikat Pekerja sebagai upaya kolektif untuk memperjuangkan hak-hak tenaga kerja kampus.
Isu Kesejahteraan dan Hak-Hak Dosen dan Tendik
Kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan (tendik) masih menjadi salah satu tantangan di lingkup pendidikan tinggi di Indonesia. Berdasarkan hasil survei nasional yang dilakukan akademisi UGM, Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Mataram (Unram) terhadap 1.200 dosen, sebanyak 80% responden merasa upah yang mereka terima tidak sebanding dengan beban kerja yang diemban. Selain itu, 42,9% responden menerima pendapatan tetap di bawah 3 juta rupiah per bulan. Pendapatan ini bahkan kurang dari besaran upah minimum provinsi (UMP) 2024, yakni 3,1 juta rupiah per bulan.
Responden dalam survei tersebut juga mengungkapkan bahwa pekerjaan administratif yang membebani, status kontrak kerja yang tidak pasti, dan keterlambatan akses terhadap tunjangan profesi seperti sertifikasi dosen menjadi persoalan utama. Menurut penelitian tersebut, hanya 2% saja responden yang sangat setuju bahwa pendapatan bulanan mereka sesuai dengan kualifikasi dan beban pekerjaan mereka.
Temuan ini diperkuat oleh hasil survei Serikat Pekerja Kampus (SPK) yang menunjukkan bahwa mayoritas dosen (76%), terutama yang bekerja di perguruan tinggi swasta, terpaksa mengandalkan pekerjaan sampingan di luar lingkungan akademik untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kondisi demikian berlangsung hingga masa karier mereka sebagai dosen mencapai 10 tahun.
Berdasarkan temuan SPK, status tenaga kerja kontrak bagi sebagian dosen atau pegawai kampus masih menimbulkan ketidakpastian di banyak universitas. Kondisi ini menjadikan mereka rentan, terutama karena tidak adanya standar pengupahan yang jelas. Selain itu, banyak dosen menghadapi kontrak kerja yang tidak transparan dan sering kali tidak diperpanjang tanpa kejelasan.
Serikat Pekerja Kampus Fisipol UGM
Menanggapi berbagai kondisi tersebut, puluhan dosen dan tenaga kependidikan Fisipol UGM membentuk Serikat Pekerja Fisipol (SPF) UGM pada September 2023. Serikat ini merupakan wadah kolektif di Universitas Gadjah Mada yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak tenaga kerja kampus. Inisiatif ini menandai langkah penting dalam sejarah kampus dalam membuka ruang bagi diskusi terkait isu kesejahteraan dan isu ketimpangan beban tenaga kerja.
Serikat ini beberapa kali telah menggelar diskusi dan survei yang secara khusus membedah kondisi kerja para pekerja UGM. Salah satu temuan utamanya terkait kondisi tekanan kerja yang tinggi tanpa dukungan yang memadai dari institusi, yang menyebabkan banyak dosen dan tenaga kependidikan mengalami masalah gangguan kesehatan mental. Bahkan, sebagian dari mereka harus berkonsultasi ke psikiater atau psikolog untuk mengatasi gangguan kesehatan mental yang mereka alami. Temuan ini mencatat beberapa kata kunci seperti anxiety (kecemasan), depresi, stres kerja, masalah kesehatan mental, dan kekhawatiran terhadap honor, yang semuanya mencerminkan beratnya tuntutan pekerjaan, termasuk di lingkungan kampus UGM.
Selain itu, SPF juga memaparkan hasil survei terkait masalah yang dihadapi pegawai dengan Surat Keputusan (SK) Dekan fakultas mereka. Survei tersebut menunjukkan ketidakjelasan status sebagian besar pegawai, yang tercermin dari proses pengajuan kontrak kerja yang tidak transparan. Lebih dari 60% responden mengungkapkan bahwa beban kerja pegawai dengan SK Dekan seringkali lebih besar dibandingkan upah yang mereka terima. Mereka bahkan mengaku tidak memiliki waktu istirahat untuk makan siang karena terhimpit pekerjaan, sering lembur tanpa insentif, dan tidak mendapatkan jaminan perlindungan sosial dan kesehatan seperti yang tercantum dalam kontrak perjanjian kerja mereka.
Mewujudkan Dunia Akademik yang Lebih Baik
Apa yang dilakukan SPF menekankan pentingnya pembentukan serikat sebagai wadah kolektif untuk mengatasi permasalahan struktural berlarut-larut yang dihadapi para tenaga kerja kampus yang berdampak pada kesejahteraan mereka. Serikat pekerja juga dapat menjadi alat untuk mempertahankan kebebasan akademik dan mempromosikan kesetaraan dalam pendidikan tinggi. Langkah ini juga dapat menjadi sarana untuk mengawal reformasi kebijakan baru yang lebih baik dan efektif untuk pemajuan pendidikan tinggi.
Pada akhirnya, mewujudkan kesejahteraan bagi dosen dan tenaga kependidikan adalah satu langkah penting dalam mewujudkan lingkungan akademik dan dunia pendidikan yang lebih berkualitas, serta mendukung terwujudnya pekerjaan yang layak untuk semua. Namun, langkah ini juga mesti dibarengi dengan perbaikan dalam sistem kerja di kampus secara menyeluruh, termasuk memfokuskan kerja-kerja dosen pada khitah Tridharma Perguruan Tinggi. Selain itu, langkah ini juga mesti dibarengi dengan upaya peningkatan kompetensi dan kualitas dosen dan tenaga kependidikan, termasuk namun tidak terbatas pada perbaikan proses dan sistem perekrutan serta pengembangan kapasitas yang bermakna secara berkala.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.