Transisi Batubara Korea Selatan: Perkembangan, Strategi, dan Rekomendasi

Foto: Nikolay Kovalenko di Unsplash.
Mencapai netralitas karbon telah menjadi tujuan global berdasarkan Perjanjian Paris. Salah satu langkah untuk mewujudkannya adalah dengan tidak lagi menggunakan batubara sebagai sumber energi. Penghentian batubara sangat penting untuk menekan emisi karbon dan mencegah pemanasan global semakin buruk. Laporan terbaru dari Badan Energi Internasional (IEA) menyuguhkan rekomendasi untuk strategi transisi batubara Korea Selatan.
Emisi batubara global
Batubara masih menjadi sumber energi terbesar untuk pembangkit listrik. Pada tahun 2021, emisi batubara global mencapai rekor 15,3 gigaton, dan naik sebesar 1,6% pada tahun berikutnya. Transisi dari pembangkit listrik batubara ke energi bersih menjadi sangat penting untuk menjaga suhu bumi tetap rendah.
Korea Selatan adalah salah satu negara yang menandatangani komitmen terhadap aksi iklim dalam Perjanjian Paris. Perjanjian tersebut menyatakan misi untuk netralitas karbon pada tahun 2050. Korea Selatan telah mengembangkan beberapa kebijakan dan strategi untuk menekan emisi karbon selama bertahun-tahun. Laporan Badan Energi Internasional (IEA), yang dilaksanakan oleh Kementerian Perdagangan, Industri, dan Energi Korea, melihat adanya kemajuan dan tantangan dalam transisi batubara Korea Selatan.
Transisi batubara Korea Selatan
Sejak 2018, batubara menjadi sumber pembangkit listrik dominan di Korea Selatan. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa batubara menyumbang porsi terbesar dari 31,1% dalam bauran pembangkitan, diikuti oleh nuklir (29,7%), gas (28,5%), dan energi terbarukan (9,2%). Pada tahun 2022, Korea Selatan memiliki 57 unit pembangkit listrik berbahan bakar batubara domestik dengan lebih dari 20.000 pekerja bekerja di sektor ini.
Dalam kebijakan terbaru menyangkut energi, Korea Selatan melibatkan strategi untuk transisi batubara. Rencana Induk Energi Nasional ke-3 bertujuan untuk mengatasi polusi udara dan emisi gas rumah kaca dengan melarang pembangunan pembangkit listrik batubara baru dan mempensiunkan unit lama menjadi fasilitas yang lebih bersih. Di bawah kepemimpinan Moon Jae-In (2017-2022), Korea Selatan telah menutup sepuluh pembangkit listrik tenaga batubara senilai 3.300 megawatt pembangkit. Dua unit pembangkit di Yeongdong juga mengalami transisi penggantian bahan bakar.
Rencana Dasar Pasokan dan Permintaan Tenaga Listrik ke-9 dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan negara dari 15,1% menjadi 40% pada tahun 2034. Mengurangi minyak dan batu bara, meningkatkan energi terbarukan, dan memperkenalkan co-firing bahan bakar tanpa emisi juga menjadi agenda negara tersebut untuk mencapai netralitas karbon.
Rekomendasi kebijakan
Penghentian bahan bakar fosil termasuk dalam prioritas PBB untuk tahun 2023. Dalam beberapa tahun terakhir, kemitraan internasional, investasi dalam sumber energi terbarukan, dan skema transisi energi nasional bermunculan untuk mendukung transisi energi global. Laporan ini diakhiri dengan tiga rekomendasi kebijakan yang berlaku untuk transisi batubara Korea Selatan:
- Terapkan prinsip-prinsip transisi yang berorientasi pada manusia
Transisi energi berkeadilan harus menempatkan manusia sebagai pusat strateginya. Hal ini termasuk perlakuan adil terhadap pekerja industri, pemekerjaan kembali, kompensasi, dan sistem produksi yang lebih berkelanjutan.
- Jamin keamanan dan keterjangkauan sistem kelistrikan
Transisi batubara perlu mempertimbangkan keterjangkauan pasokan listrik. Dibutuhkan investasi yang cukup besar untuk mendukung penggantian pembangkit berbahan bakar batubara dan sistemnya.
- Pertimbangkan pengalihan fungsi pembangkit berbahan bakar batubara menjadi aset rendah emisi
Pembangkit listrik berbahan bakar batubara terdiri dari fasilitas kompleks yang seringkali menghambat transisi energi. Mengubah pembangkit batubara menjadi aset rendah emisi akan memungkinkan transisi energi sosial dan ekonomi yang lebih mudah, lebih suportif, dan lebih aman.
Baca laporan selengkapnya di sini.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli dari artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Madina adalah Reporter & Peneliti In-House untuk Green Network Asia. Dia meliput Global, Asia Tenggara, Asia Timur, dan Australasia.