Upaya Pengelolaan Limbah Elektronik di Singapura

Foto oleh John Cameron di Unsplash
Saat ini dunia sedang bergulat dengan masalah pengelolaan limbah. Segala sesuatu yang kita konsumsi dan gunakan memerlukan sistem pembuangan dan daur ulang yang tepat demi mengurangi pencemaran lingkungan. Ini termasuk perangkat elektronik kita.
Singapura menghasilkan sekitar 60,000 ton limbah elektronik setiap tahun, yang sama jumlahnya dengan 70 perangkat per orang. Inilah bagaimana bangsa ini mengelola limbah elektroniknya.
EPR: tanggung jawab produsen
Sistem pembuangan yang tepat akan memungkinkan untuk mengekstraksi komponen yang bernilai dari limbah elektronik untuk didaur ulang. Hal ini juga untuk mencegah kebocoran dan ledakan bahan berbahaya, menjaga kesehatan dan kesejahteraan kita. Pada 2020, Singapura, melalui Badan Lingkungan Nasional (NEA), membangun sistem pengelolaan limbah elektronik yang diatur berdasarkan pendekatan Extended Producer Responsibility (EPR).
Di bawah sistem ini, para produsen perangkat elektronik bertanggung jawab untuk mengumpulkan dan mengolah dengan tepat produk mereka saat tidak lagi digunakan. Produsen, termasuk pengusaha manufaktur dan importir, wajib mendaftar ke NEA dan menyimpan catatan terbaru dari persediaan produk yang telah diatur.
Pemerintah juga menunjuk ALBA E-waste Smart Recycling Pte Ltd sebagai Operator Skema Pertanggungjawaban Produsen (PRS). Perusahaan ini bertanggung jawab untuk mengumpulkan limbah listrik dan elektronik konsumen yang diatur di seluruh Singapura untuk pengolahan dan daur ulang yang tepat atas nama para produsen. Peran ini berlaku selama lima tahun terhitung mulai tahun 2021.
HyperScale: platform kolaboratif
Baru-baru ini, StartupX mengadakan platform global bernama HyperScale dalam kemitraan dengan NEA and Enterprise Singapore. Platform ini dirancang sebagai tempat berkumpulnya para pakar, korporasi, dan investor kelas dunia untuk bertukar pikiran, berinovasi, dan mengembangkan solusi teknologi limbah, khususnya untuk limbah elektronik, plastik, dan limbah campuran.
StartupX telah menandatangani MoU dengan para mitra korporasinya, yaitu SembWaste, Circulate Capital, dan The Incubation Network, di CleanEnviro Summit Singapore pada 18 April 2022. Acara tersebut disaksikan oleh pemerintah, NEA, dan perwakilan Enterprise Singapore.
Mr. Ng Chun Pin, Deputi CEO (Perencanaan, Korporasi, dan Teknologi) NEA, menyatakan bahwa HyperScale sejalan dengan misi bangsa untuk menjadi Zero Waste Nation. “Dengan 5.88 juta ton limbah yang dihasilkan oleh negara kita yang kecil pada tahun 2020, sangatlah penting bagi kita untuk menemukan cara-cara inovatif dan baru untuk mengelola limbah ini dan membangun ekonomi sirkular,” tambahnya.
HyperScale menerima permohonan keikutsertaan dari 18 April sampai 17 Juli 2022. Startup yang berpartisipasi akan mengikuti program selama 12 minggu pada Agustus – November 2022 yang mencakup berbagai masterclass, lokakarya, bimbingan, sesi jaringan, dan akhirnya menuju Hari Demo pada akhir program.
Ekonomi sirkular: sebuah upaya bersama
Mengurangi produksi dan konsumsi harus menjadi bagian terbesar dari upaya “nol limbah” yang lebih berkelanjutan. Namun, sistem pengelolaan dan daur ulang yang tepat untuk segala jenis limbah sangat penting dalam tahap peralihan menuju sirkular ekonomi. Karena jumlah limbah elektronik akan meningkat bersamaan dengan teknologi yang terus berkembang, maka juga merupakan tanggung jawab masyarakat untuk ikut serta dengan upaya mereka masing-masing.
Warga Singapura dapat berkontribusi untuk misi nol limbah bangsanya dengan membuang limbah elektronik mereka di tempat sampah khusus yang disediakan pemerintah. Pada akhirnya, tujuan bangsa Singapura untuk mencapai nol limbah akan meraih perkembangan yang signifikan apabila setiap orang terlibat dalam prosesnya, mulai dari pemerintah, pelaku bisnis, dan warga.
Penerjemah: Gayatri W.M
Editor: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan kami untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Madina adalah Reporter & Peneliti In-House untuk Green Network Asia. Dia meliput Global, Asia Tenggara, Asia Timur, dan Australasia.