Kebijakan Publik Berwawasan ke Depan untuk Negara-negara Berkembang
Selama periode 1980/1990-an, beberapa negara berkembang dianggap berpotensi menjadi kekuatan ekonomi. Sayangnya, potensi tersebut masih belum banyak terealisasi karena kurangnya kebijakan publik yang berwawasan ke depan.
Memahami masalah pembuatan kebijakan di negara berkembang membantu kita membuat kebijakan yang lebih baik. Dengan mempertimbangkan beberapa isu spesifik, ada beberapa rekomendasi kunci untuk meningkatkan pembuatan dan implementasi kebijakan publik di negara berkembang.
Konteks Lokal Kebijakan Publik di Negara Berkembang
Pertama-tama, pemerintah dan pembuat kebijakan di negara berkembang seringkali mengacu pada pertumbuhan ekonomi atau kebijakan pembangunan di Amerika Serikat, Uni Eropa, atau negara-negara maju lainnya. Padahal, konteks di negara berkembang sangatlah berbeda, dan tanpa kondisi yang tepat, kebijakan tiruan yang dibuat justru akan menjadi kontraproduktif.
Oleh karena itu, rekomendasi pertama adalah memahami kondisi untuk mendesain ulang dan mengimplementasikan rekomendasi kebijakan berdasarkan konteks dan karakteristik lokal. Kebijakan harus didasarkan pada keterbatasan unik negara berkembang ketimbang memaksakan diri mengambil rekomendasi lengkap dari lembaga multilateral seperti Bank Dunia atau IMF, yang seringkali menyediakan pendanaan jangka pendek untuk mendukung tujuan selama beberapa tahun.
Politik & Permainan Kekuasaan
Di sebagian besar negara berkembang, kebijakan publik diambil sebagai alternatif dari kebijakan politik. Para politisi menerapkan kebijakan yang memiliki wawasan jangka pendek atau kebijakan yang dikembangkan dengan fokus pada pemilihan umum berikutnya untuk memenangkan suara pemilih. Akibatnya, negara berkembang cenderung mengambil kebijakan dengan rentang waktu politik yang lebih tinggi daripada kebijakan yang mungkin menguntungkan negara setelah 10-20 tahun dengan manfaat politik yang lebih rendah atau tanpa manfaat politik.
Politik juga cenderung mendorong oposisi untuk mengkritisi partai yang berkuasa tanpa evaluasi yang matang. Siklus kritik yang tidak bertanggung jawab ini kemudian berujung pada kebijakan yang kurang optimal. Untuk itu, rekomendasi kedua adalah perlunya politisi dan pembuat kebijakan mendiskusikan dan mengevaluasi kebijakan berdasarkan kemampuan, bukan berdasarkan keuntungan politik atau kepentingan partai pengusung.
Waktu & Efek Samping
Sebagaimana setiap hal yang berharga, kebijakan yang baik mungkin membutuhkan waktu yang panjang – mungkin beberapa tahun untuk mencapai hasil optimal. Kebijakan publik yang sehat, layaknya pengobatan, mungkin menyakitkan di awal dan menimbulkan efek samping.
Misalnya, undang-undang ketenagakerjaan yang melarang pekerja di bawah umur atau menaikkan upah minimum mungkin akan mengakibatkan pembengkakan biaya bagi bisnis dan konsumen. Mereka yang menikmati manfaat dari kelemahan tata kelola terdahulu mungkin tidak akan senang, tetapi perubahan seperti ini penting bagi masyarakat. Membantu orang-orang miskin mendapatkan penghasilan yang bermartabat akan lebih baik daripada memberi subsidi atau program bantuan dalam jangka panjang. Pembuat kebijakan harus siap menerima reaksi dan kritik untuk itu.
Karenanya, rekomendasi ketiga adalah meluangkan waktu untuk mengevaluasi manfaat sesungguhnya dari setiap kebijakan dan mempertimbangkan efek sampingnya. Kebijakan terkait industrialisasi, perpajakan, reformasi kelembagaan, pengembangan sumber daya manusia, dan ekosistem pendidikan akan memakan waktu puluhan tahun untuk dapat dirasakan manfaatnya.
Untuk itu, beberapa hal perlu dipertanyakan, seperti: Bisakah masyarakat kita menanggung efek samping itu untuk sementara? Bisakah kita mengambil beberapa kebijakan alternatif dengan efek samping yang terbatas atau efek yang tidak akan merugikan masyarakat kita? Apa yang dapat kita lakukan untuk meringankan efek samping yang dirasakan oleh kelompok rentan dan masyarakat yang terpinggirkan?
Visi & Komunikasi ke Depan
Memberikan subsidi dan menciptakan ketergantungan yang tidak perlu pada masyarakat umum telah menjadi skenario umum pemerintah. Penghapusan subsidi menjadi isu politik, dan ketakutan akan kemarahan publik membuat pemerintah memilih kebijakan publik yang kurang optimal dan menguras anggaran melalui kebijakan yang tidak produktif. Karena itu, menetapkan dan mengkomunikasikan tenggat waktu adalah poin rekomendasi selanjutnya untuk memperbaiki kebijakan publik di negara berkembang.
Sebagai contoh, pemerintah dan pembuat kebijakan harus memutuskan kapan harus beralih dari intervensi kebijakan tertentu. Mesti ada pendekatan sistematis yang terukur untuk tanggal berakhirnya setiap kebijakan publik atau kapan suatu kebijakan tertentu akan diganti dengan kebijakan tahap lanjutan yang baru untuk membantu negara berkembang. Kebijakan jangka pendek harus tetap jangka pendek dan diumumkan dengan “waktu kedaluwarsa”.
Contoh lain adalah program bantuan langsung tunai untuk penduduk prasejahtera di banyak negara. Perlu ada diskusi tentang berapa lama mereka dapat memperoleh manfaat dari kebijakan tersebut atau kapan pemerintah akan mengakhiri program tersebut. Apakah program-program ini membantu masyarakat keluar dari jerat kemiskinan dengan menyediakan gizi, kesempatan, dan pendidikan yang lebih baik? Atau apakah ini hanya solusi temporer yang dimanfaatkan politisi sebagai alat untuk memenangkan pemilu berikutnya?
Pembuat kebijakan harus menyadari ikatan yang melekat pada setiap kebijakan dan membuat semua informasi yang relevan terbuka untuk publik. Melalui cara ini, masyarakat dapat memantau dan meminta pertanggungjawaban. Tanpa tenggat waktu dan komunikasi yang tepat, kita akan membiarkan terlalu banyak hal menjadi tak terkendali.
Melangkah bersama
Saya ingin meminjam salah satu peribahasa Afrika favorit saya sebagai rekomendasi terakhir saya tentang mekanisme untuk meningkatkan praktik kebijakan publik di negara berkembang.
“Jika ingin cepat, berjalanlah sendiri; jika ingin berjalan jauh, berjalanlah bersama.”
Masalah yang coba dipecahkan oleh para pembuat kebijakan di negara-negara berkembang sangatlah besar dan kompleks. Masalah-masalah tersebut tidak dapat diatasi dengan satu kebijakan magis oleh satu pemangku kepentingan dalam waktu singkat. Oleh karena itu, kita harus memetik kebijaksanaan dari peribahasa ini. Kita harus berjalan bersama karena tujuan kita sangat besar, dan itu membutuhkan dukungan dari semua pihak: pemerintah, bisnis, dan semua anggota masyarakat sipil.
Kita adalah bagian dari perjalanan, dan dengan dukungan dari semua pemangku kepentingan, kita dapat mencapai tujuan dengan lebih efisien dan berdampak. Kegagalan dan kesuksesan kita tanggung dan nikmati bersama-sama sebagai masyarakat. Jika ada dari kita yang menderita, itu berarti kita telah gagal mencapai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi semua. Mari melangkah jauh untuk merangkul anggota masyarakat terlemah sebagai anggota masyarakat yang produktif dan mencapai pertumbuhan ekonomi, kesehatan yang lebih baik, fasilitas pendidikan yang unggul, dan infrastruktur yang memfasilitasi sektor swasta untuk memimpin fase pertumbuhan selanjutnya dengan melangkah bersama.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli dari artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Publikasikan thought leadership dan wawasan Anda bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Artikel Opini kami
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Ijaz adalah seorang praktisi Kebijakan Publik dan peneliti Evaluasi Dampak. Dia memiliki pengalaman yang luas merancang evaluasi dan meningkatkan kebijakan publik di bidang pendidikan, kesehatan, dan kewirausahaan. Dia saat ini berbasis di Pakistan.