Mewujudkan Pemilu Hijau di Indonesia
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia seringkali dimaknai sebagai pesta demokrasi dan retorika politik yang semarak. Pemandangan spanduk, papan reklame berukuran besar, dan poster kampanye berwarna-warni yang tersebar di ruang publik menjadi tontonan setiap musim pemilu tiba. Namun, apa yang terjadi setelahnya, ketika alat-alat peraga tersebut tidak lagi dibutuhkan? Alat-alat peraga tersebut menjadi sampah, membuat kampanye pemilu menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Lantas, dapatkah pemilu hijau menawarkan solusi atas masalah ini?
Masalah Sampah
Masa kampanye pemilu di Indonesia selalu diwarnai dengan kehadiran spanduk, poster, dan alat peraga kampanye lainnya, baik di jalanan kota hingga pelosok desa. Alat-alat peraga kampanye tersebut dipasang di mana-mana, mulai dari tiang listrik, bak belakang angkutan umum, hingga pohon. Alat-alat peraga tersebut biasanya memuat nama-nama dan foto calon, partai politik, nomor urut dalam surat suara, dan slogan kampanye. Tujuannya agar masyarakat mengetahui siapa yang harus dipilih.
Namun, setelah masa kampanye berakhir, alat peraga tersebut kerap kali tidak terkelola dan menjadi sampah yang mencemari lingkungan. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menyebutkan bahwa Indonesia menghasilkan 17,4 juta ton sampah pada tahun 2023, dengan 18,8% di antaranya berupa plastik. Angka ini diperkirakan meningkat tajam pascapemilu 2024 karena pemilihan legislatif dan daerah berlangsung serentak.
Alat peraga kampanye berbahan PVC menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan. Jenis plastik ini membutuhkan waktu berabad-abad untuk terurai secara alami, merusak ekosistem, mencemari lautan, dan memperburuk krisis lingkungan yang telah memprihatinkan.
Selain itu, kampanye semacam ini seringkali gagal memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas demokrasi dan proses pemilu. Produksi dan pemasangan alat-alat peraga tersebut seringkali membuat biaya kampanye membengkak dan sebagian besar mengalihkan fokus partai dari penyampaian kampanye berbasis ide ke kampanye berbasis popularitas yang bergantung pada anggaran yang besar.
Pemilu Hijau sebagai Solusi Potensial
Konsep pemilu hijau (green election) dapat menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi masalah sampah terkait pemilu di Indonesia. Pemilu hijau merujuk pada praktik pemilu yang berfokus pada pengurangan dampak lingkungan.
Pada masa Pemilu 2024, Denpasar telah menginisiasi pelaksanaan pemilu hijau. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Denpasar, yang didukung oleh KPUD Provinsi Bali, menggalakkan penggunaan videotron dan media sosial sebagai pengganti kampanye fisik. Berbagai pemangku kepentingan awalnya menyambut baik inisiatif ini, karena kampanye digital dipandang sebagai solusi yang berpotensi efektif untuk mengurangi penggunaan alat peraga fisik dan, pada akhirnya, sampah yang dihasilkan.
Namun, inisiatif ini menghadapi tantangan besar, yakni tidak adanya Peraturan KPU (PKPU) yang menjadi landasan hukum untuk melaksanakan Pemilu Hijau. Ketiadaan landasan hukum ini membuat implementasinya di lapangan menjadi tidak konsisten. Tanpa regulasi yang kuat, pemilu hijau di Denpasar lebih banyak menjadi wacana ketimbang implementasi nyata.
Selain beralih ke kampanye digital, kandidat dan partai harus mulai merumuskan strategi pengelolaan sampah. Konsep bahwa sampah pemilu dapat dikelola menjadi komoditas yang bernilai dapat memberikan solusi alternatif untuk masalah ini. Jika dikelola dengan baik, sampah alat-alat peraga kampanye dapat diubah menjadi bahan yang dapat didaur ulang atau produk bermanfaat lainnya, sekaligus dapat mengurangi beban terhadap sistem pembuangan sampah di Indonesia yang telah mendekati kelebihan kapasitas.
Perlu Regulasi yang Lebih Kuat
Pemilu hijau berada di persimpangan jalan antara gagasan dan wacana. Kasus inisiatif pemilu hijau di Denpasar menunjukkan bahwa inovasi tidak akan membuahkan hasil nyata tanpa komitmen dan regulasi yang jelas. Regulasi yang kuat dan kolaborasi lintas sektoral menjadi kunci untuk memastikan pemilu hijau terlaksana dengan baik dan menjadi warisan demokrasi yang adil dan berkelanjutan.
KPU memegang peran penting dalam mewujudkan pemilu hijau. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyusun dan mengesahkan PKPU yang secara khusus mengatur konsep pemilu hijau. Regulasi ini harus mencakup pedoman teknis penggunaan material ramah lingkungan, mekanisme pengelolaan sampah alat-alat peraga kampanye, dan insentif bagi para kandidat yang menerapkan metode kampanye berkelanjutan.
Setelah regulasi ditetapkan, KPU harus melakukan sosialisasi dan pelatihan yang ekstensif bagi penyelenggara pemilu di semua tingkatan. Langkah ini penting untuk memastikan semua pihak memahami dan siap menerapkan kebijakan baru. Monitoring dan evaluasi juga harus diperkuat untuk menilai efektivitas pelaksanaan pemilu hijau, dengan melibatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam mengawasi alat peraga kampanye fisik.
Transformasi Budaya Politik Indonesia
Pada akhirnya, pemilu hijau bukan sekadar isu teknis, melainkan bagian dari transformasi budaya politik. Dengan mengurangi jejak ekologis pemilu, kita menciptakan ruang bagi perdebatan ideologis yang lebih substantif. Pemilih tidak lagi dijejali spanduk dan baliho yang mencolok, tetapi ide-ide dan program kerja yang relevan dengan kebutuhan mereka.
Pemilu yang ramah lingkungan juga berfungsi sebagai alat edukasi publik tentang pentingnya keberlanjutan dalam semua aspek kehidupan. Ketika isu lingkungan menjadi bagian integral dari proses demokrasi, kita menanamkan kesadaran kolektif yang lebih besar tentang perlunya melindungi planet ini.
Dalam iklim politik yang seringkali hanya menawarkan kebisingan, pemilu hijau menawarkan harapan: bahwa demokrasi adalah bagian penting dari kemajuan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan adil.
Editor: Kresentia Madina & Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Eduardo adalah Analis Kebijakan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Ia juga aktif berpartisipasi dalam konferensi ilmiah dan melakukan advokasi kebijakan publik, baik di tingkat regional maupun nasional.